Bermodalkan Prestasi di Sekolah, Akhirnya Mampu Menjadi Pemimpin Sebuah Divisi Perusahaan
Memiliki kekurangan dalam fisiknya, ternyata sama sekali tak membuat Gufron minder bertemu dengan orang-orang baru. Tak heran, ia kini mampu memainkan perannya sebagai seorang manager humas di sebuah televisi swasta. Sebaliknya, Gufron justru ingin menunjukkan bahwa keterbatasan pada fisiknya tidaklah menjadi sebuah penghalang untuk menunjukkan kemampuannya sembari berkreasi. Lalu, bagaimana perjalanan hidup ayah satu anak ini?
Kekaguman akan langsung terasa tatkala melihat sosok Gufron yang mampu meraih sukses meski memiliki kekurangan pada fisiknya. Terlebih lagi, ia mampu memimpin divisi humas dan membawahi beberapa anak buah di sebuah perusahaan besar. Gufron memang terlahir dengan cacat pada kedua tangannya. Ia lahir di kota Sragen pada 22 Februari 1966. “Saya memang lahir dalam kondisi cacat,” kenang Gufron. Hal itu sempat membuat dirinya malu terhadap masyarakat luas. Kendati begitu, kedua orang tuanya, (alm) Muhammad Tohir dan Maryatul Khiftiah (65), selalu memberikan dorongan dan motivasi agar Gufron tidak pernah merasa malu dengan kondisi fisiknya yang tidak sempurna. Ayahnya berprofesi sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kejaksaan, sedangkan sang ibu menghabiskan waktu di rumah saja. “Kedua orang tua saya tidak pernah merasa malu,” aku Gufron yang sempat bercita-cita menjadi wartawan ini.
Anak Cerdas. Gufron mengenyam pendidikan SD dan SMP di kota Sragen. Selepas SMP, ia memutuskan untuk melanjutkan ke SMEA di Solo. Semasa sekolah, Gufron dikenal sebagai anak yang cerdas. Tak jarang, ia berhasil menyabet juara satu di kelasnya. Bahkan Gufron sempat menerima beasiswa dari pihak sekolah. Di kota yang terkenal dengan batiknya tersebut, Gufron tinggal di sebuah pesantren bernama Al-Qurani. Karena tinggal di pesantren itulah, ia mendapatkan banyak pelajaran berharga. Gufron banyak belajar bagaimana cara berorganisasi dan bergaul dengan teman-teman seumurannya. “Sejak SMA, saya sudah belajar mandiri,” aku Gufron yang menyarankan para penyandang cacat untuk membuka diri di masyarakat. Dengan bawaannya yang supel, ia mampu bergaul dengan banyak orang. Gufron juga tak merasa minder dengan kekurangan fisik yang dimilikinya. Berkat kecerdasannya, Gufron berhasil membuat bangga kedua orang tuanya dengan melanjutkan kuliah di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Solo. Di kampus itu, ia mengambil jurusan Komunikasi Massa dan lulus lebih cepat ketimbang teman-temannya. Prestasi Gufron pun mampu mengalahkan teman-temannya yang berada satu fakultas dengannya. Gufron menyelesaikan pendidikan sarjananya pada tahun 1990. “Prestasi di akademik itu menambah kepercayaan diri saya,” aku Gufron yang di masa mudanya sempat menjadi wakil ketua pondok pesantren Al-Qurani ini.
Tantangan kemudian hadir dalam kehidupan Gufron setelah menyelesaikan pendidikan sarjananya. “Setelah lulus kuliah, saya langsung berusaha mencari pekerjaan,” kenang Gufron. Namun, usahanya kerap tidak membuahkan hasil. Banyak perusahaan yang menolaknya. Ia pun merasa kekurangan fisik sebagai alasan kenapa perusahaan tidak menerimanya sebagai karyawan. Akhirnya di Solo, Gufron memanfaatkan waktu dengan mengajar agama di pesantren. Singkat cerita, Gufron lalu tergiur untuk mencari pekerjaan di Jakarta. Ia pun memutuskan untuk mengadu nasib di ibukota pada tahun 1994. Di Jakarta, Gufron sempat tinggal di rumah salah satu saudaranya dan kemudian lebih memilih untuk tinggal di sebuah kamar kost yang disewanya. Kegigihannya mencari pekerjaan perlahan-lahan membuahkan hasil. Ia diterima magang selama 6 bulan di majalah Humor. Setelah sempat merasakan bekerja di media publik, Gufron pindah ke sebuah media internal di organisasi Persatuan Penyandang Cacat Indonesia selama 4 bulan.
Karir Meningkat. Gufron yang dikenal sebagai sosok supel dan mudah bergaul, kemudian diajak oleh salah satu temannya yang juga penyandang cacat untuk bekerja sebagai staf administrasi di konsultan hukum pada pertengahan tahun 2005. Sembari bekerja di kantor konsultan hukum tersebut, Gufron juga berusaha untuk mencari pekerjaan lainnya yang sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dimilikinya. Bak gayung bersambut, Gufron mendengar kabar bahwa perusahaan televisi swasta, Indosiar sedang menerima lowongan kerja. Dengan berbekal prestasi akademik dan motivasi yang kuat, akhirnya Gufron berusaha melamar pekerjaan di Indosiar. Setelah mengikuti serangkaian tes, akhirnya Gufron berhasil diterima sebagai staf humas di televisi swasta tersebut. Rasa syukur pun ia panjatkan karena mampu mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Dalam karirnya, Gufron kembali menunjukkan prestasi yang mumpuni. Tak heran, ia diangkat sebagai Kepala Humas sejak tahun 1999. Gufron kini bertanggung jawab terhadap segala macam kegiatan menyangkut hubungan ke luar perusahaan. Selain menekuni karirnya sebagai Kepala Humas, Gufron juga memiliki kegiatan lainnya, yakni mengajar di salah satu universitas swasta di Jakarta. Kegiatan mengajarnya tersebut dilakoni Gufron setelah menyelesaikan pendidikan S2 Manajemen Keuangan dari Universitas Mercubuana, Jakarta tahun lalu. “Saya mengajar di hari Sabtu dan Minggu saja, pas hari libur,” aku ayah satu anak ini.
“Apa yang saya raih sekarang ini bukan semata-mata karena kemampuan pribadi saja melainkan berkat rahmat Allah, doa keluarga dan adanya kesempatan,” tutur Gufron yang berencana melanjutkan pendidikannya ke jenjang S3 ini. “Untuk itu, saya berharap kepada masyarakat luas untuk memberikan kesempatan kepada para penyandang cacat,” lanjutnya sembari menutup pembicaraan. Fajar
No comments:
Post a Comment