Meski sang Suami Meninggal, Lolos dari Maut Bersama Buah Hatinya
Sungguh merupakan suatu pertolongan Allah tatkala seseorang dapat terselamatkan dari sebuah kecelakaan tragis yang bisa saja merenggut nyawanya. Hal itulah yang pernah dialami Bay Rochliawati. Bahkan dari kecelakaan itu pula, ia harus merelakan kepergian sang suami tercinta. Tak hanya itu saja, Bay juga berusaha merangkai kembali puing-puing kehidupannya yang hancur akibat kepergian sang suami. Lalu bagaimana kisah hidup wanita berkerudung ini?
Panas terik menyengat pada siang hari Minggu (25/5) itu. Gumpalan awan tak mampu menutupi sinar matahari yang ketika itu terlihat sempurna di langit yang berwarna kebiruan. Peluh keringat tak terasa mengucur di dahi seiring dengan putaran jarum jam. Putaran jam yang selalu menggambarkan berputarnya roda kehidupan. Kehidupan yang tak selamanya diisi dengan kebahagiaan. Selalu saja ada kesedihan yang muncul tatkala kebahagiaan itu mencapai titik jenuhnya. Begitu pula yang terjadi pada kehidupan sosok wanita bernama lengkap Bay Rochliawati ini. Kepedihan yang teramat dalam sempat menggelayut dalam relung hatinya ketika sang suami pergi meninggalkan untuk selamanya akibat kecelakaan mobil yang cukup tragis. Di sisi lain, keberuntungan masih berpihak Bay, karena ia dan anak semata wayangnya masih dapat lolos dari maut. Entah disebut sebagai keberuntungan atau tidak, namun yang pasti kecelakaan tersebut diakui Bay sebagai sebuah mukjizat dalam perjalanan hidupnya.
Ditemui di rumahnya yang cukup sederhana, raut wajah Bay masih saja menampakkan beban yang sangat berat. Beban hidup yang harus dipikulnya sendiri tanpa kehadiran pasangan hidup yang menemani. Kini, Bay bersama anak laki-laki satunya harus berjuang keras bangkit dari keterpurukan yang sempat hinggap di dalam hidupnya. Menjadi ibu rumah tangga sekaligus kepala keluarga merupakan suatu hal yang cukup berat bagi seorang Bay. Pasalnya, ia sudah terlanjur mengandalkan sang suami sebagai tulang punggung keluarga. Kendati demikian, pertolongan Allah mampu mengangkatnya dari jurang keterpurukan dan membimbingnya menuju kehidupan yang lebih baik. Pertolongan yang sama saat Bay nyaris terenggut nyawanya akibat kecelakaan mobil yang sangat tragis. “Saya merasa bahwa saya dan Gani dilindungi Allah dan malaikat-Nya,” ujar Bay membuka pembicaraan.
Anak Bandar Kelapa. Bay Rochliawati merupakan perempuan keturunan Banten yang lahir dan dibesarkan di Jakarta. Ia berasal dari keluarga besar yang memiliki kesederhanaan dalam kesehariannya. Bay adalah anak kedua dari 12 bersaudara pasangan H. Ahmad Tohir (80) dan (Almh.) Hj. Sutiah. Sang ayah berprofesi sebagai seorang bandar buah kelapa di Jakarta. “Dia menjual buah kelapa ke pasar-pasar di Jakarta,” kenang Bay. Meski hanya sebagai seorang bandar besar, Ahmad Tohir sangat memperhatikan pendidikan semua anaknya. Tak heran, ia mampu menyekolahkan kedua belas anaknya hingga tamat SMA, termasuk Bay sendiri. Hal itulah yang membuat Bay bangga terhadap ayahnya tersebut.
Daerah Tebet merupakan tempat dimana Bay lahir dan dibesarkan selama kanak-kanak. Ia mengenyam pendidikan SD Negeri di daerah Manggarai, Jakarta Selatan. Selepas menamatkan pendidikan SD, Bay lantas melanjutkan pendidikannya di SMPN 3 Manggarai dan SMEAN 2, Jakarta. Ia menamatkan pendidikan SMEA pada tahun 1980. Bay tak langsung melanjutkan pendidikannya ke bangku kuliah karena ia lebih memilih untuk mencari pekerjaan terlebih dahulu. Dengan begitu, ia mendapatkan penghasilan yang nantinya untuk membiayai kuliahnya kelak. “Saya mau membiayai kuliah saya sendiri,” begitu niatnya kala itu.
Dengan berbekal ijazah SMEA-nya, Bay kemudian mencari pekerjaan yang memang cocok dengan latar pendidikan yang dimilikinya. Beruntung bagi dirinya, karena ia tidak mengalami kesulitan berarti ketika mencari pekerjaan. Bay sempat bekerja di sebuah perusahaan swasta di bidang forwarding. Sekitar tahun 1989, dari hasil gajinya sebagai seorang karyawan, Bay akhirnya mampu melanjutkan ke bangku kuliah. Ia mengambil jurusan manajemen keuangan di sebuah universitas swasta di Jakarta. Sekitar tahun 1990, Bay kemudian mendapatkan pekerjaan baru di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang fastfood. Di perusahaan tersebut, karir Bay meningkat. “Si pemilik menyukai cara kerja saya,” aku Bay dengan bangganya.
Karir Merangkak Naik. Tak heran, karir Bay di perusahaan yang bernama Eatertainment itu merangkak naik seiring dengan prestasi kerja yang ditunjukkannya. Bahkan tak jarang pula, ia mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan di luar negeri. “Saya pernah mengikuti pelatihan di Amerika,” ungkap Bay sembari tersenyum bangga. Tak hanya di negeri Paman Sam saja, Bay juga sempat mengikuti pelatihan serupa di Korea Selatan. Dengan berbekal pelatihan dan kepercayaan dari sang pemilik, Bay pernah akan diangkat sebagai General Manager di restoran pizza yang baru didirikan bernama Papa Ron's Pizza. Namun kesempatan tersebut gagal diraihnya karena ada beberapa halangan yang menghambat.
Senada dengan kesuksesan dalam karir Bay, perjalanan cintanya juga telah mendapatkan darmaga terakhir dalam suatu lembaga pernikahan. Pria yang beruntung itu bernama Abubakar. Meski keduanya memiliki perbedaan usia sekitar 16 tahun, tak mampu menghalangi keinginan mereka untuk membangun sebuah keluarga bersama. Setelah empat tahun menunggu kehadiran seorang anak, akhirnya pada tahun 1997, lahirlah Nur Ali Syahgani yang memberi warna tersendiri dalam kehidupan rumah tangga pasangan ini. Sungguh merupakan diakui Bay sebagai kehidupan yang sempurna kala itu. Ia memiliki suami dan anak yang selalu memberikan kasih sayang dan dukungan yang tak terhingga besarnya.
Tepat beberapa tahun setelah menikah, ternyata sang suami tak mengijinkan Bay untuk kembali bekerja. Ia ingin agar istri tercintanya tersebut lebih banyak berkonsentrasi dengan urusan rumah tangga. Sedangkan Abubakarlah yang mencari penghasilan dengan bekerja di sebuah perusahaan pengiriman barang di Jakarta. Kendati waktunya lebih banyak dihabiskan di rumah, Bay justru tetap diperbolehkan untuk membuka bisnis kecil-kecilan. Salah satunya adalah dengan membuka usaha katering. “Saya dari dulu memang suka memasak, makanya saya memutuskan untuk membuka katering,” tutur Bay.
Kehidupan Bay bersama keluarga memang diakui harmonis dan membahagiakan. Hingga sebuah musibah pun terjadi merusak segala macam mimpi yang tengah dibangun Bay bersama suami dan anak semata wayangnya. Kejadian itu terjadi pada tanggal 17 November 2007 lalu. “Waktu itu kita mau berangkat halal-bihalal ke Bandung,” kenang Bay. Bersama dengan para tetangga di sekitar rumahnya, mereka mengadakan acara silaturahmi di kota kembang. Namun, Bay dan suami memutuskan untuk membawa mobil pribadi sendiri karena akan mengunjungi salah satu sanak saudaranya. Sedangkan tetangga lainnya memakai sebuah bus yang memang telah disediakan sebelumnya.
Kecelakaan Tragis. Ternyata keputusan yang diambil Bay dan keluarga berbuah kepahitan yang menyisakan kepedihan teramat dalam. Setelah sampai di Bandung dan silaturahmi ke rumah sanak saudara, pada sore harinya ketiganya hendak menuju ke hotel sekaligus mencari rumah makan. “Saat itu, anak saya lapar jadi kita berencana mencari tempat makan yang enak,” ungkap Bay. Saat melewati ruas jalan tol Pasir Koja KM 131, tiba-tiba terdengar letusan ban pecah. Mobil Suzuki APV keluaran tahun 2006 yang disetiri Bay langsung oleng. Kendaraan yang baru dibeli setahun sebelumnya itu pun langsung tak dapat dikendalikan karena kondisi jalan yang juga sedang licin akibat hujan yang sebelumnya mengguyur kota Bandung.
Rasa panik langsung melanda Bay, Abubakar dan anak laki-lakinya. “Saya waktu itu pasrah,” ujarnya singkat. Ketakutan masih nampak pada raut wajah Bay saat menceritakan kejadian tersebut. Segala macam doa dan bacaan dilafadzkan Bay saat kendaraan tak dapat dikendalikan. Kendati Bay berusaha untuk mengendalikan laju kendaraan yang kala itu tidak terlalu kencang, mobil APV yang dibeli tunai itu tetap oleng. Bahkan sempat terguling beberapa kali hingga akhirnya jatuh ke tebing yang cukup curam di pinggir jalan tol. Tak hanya terguling dan jatuh ke tebing, mobil itu menabrak sebuah pohon tak jauh dari tepi jalan. Alhasil, mobilnya remuk tak karuan. Bentuknya sudah tak dapat dikenali lagi sebagai sebuah kendaraan.
Setelah mobil menabrak pohon, Bay masih tersadar dan melihat keadaan sekitar. Tapi, ia sudah terperangkap dalam bangkai mobil karena terjepit oleh beberapa bagian mobil yang hancur. Kemudian ia langsung melihat ke arah samping kiri, tempat sang suami duduk. Betapa kagetnya Bay ketika melihat wajah Abubakar berlumuran darah. “Mukanya juga lebam-lebam,” aku Bay. Sesaat kemudian, terdengar suara Gani (11) dari kursi belakang yang kesakitan. Beruntung, Gani tidak terjepit sehingga mampu keluar dari rerongsokan mobilnya. Bay pun menyuruh Gani untuk segera meminta pertolongan dengan cara melambaikan tangan tepat di tepi jalan. Gani langsung mematuhi dan berjalan ke tepi jalan meski tangannya terasa kesakitan. Tak beberapa lama setelahnya, Bay langsung pingsan dan tak sadarkan diri.
Kepergian Suami. Bay baru siuman setelah berada di rumah sakit di kota Bandung. Di dalam ruang rawat, ternyata Gani juga mendapatkan perawatan tepat di samping Bay. Ia lantas menanyakan kondisi sang suami kepada perawat. Abubakar juga dirawat di rumah sakit yang sama tapi di ruang yang berbeda. Saat dirawat di Bandung, Bay sempat berkomunikasi dengan sang suami via telepon meski hanya dua kali. Itupun dilakukan ketika Abubakar tersadar hanya beberapa menit saat koma. Kondisi Bay sendiri cukup mengkhawatirkan. Tulang punggungnya remuk dan beberapa luka memar juga dialaminya. Tak hanya itu saja, salah satu ginjalnya juga pecah akibat benturan yang sangat keras pada saat terjadinya kecelakaan. “Tangan dan kaki saya juga patah,” ujar Bay lesu. Sedangkan Gani hanya mengalami patah tulang di tangan sebelah kiri. Sang suami justru mengalami akibat yang paling parah ketimbang istri dan anaknya. Abubakar mengalami beberapa luka di organ dalamnya.
Karena kondisi Abubakar yang semakin kritis, ia lantas dipindahkan ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta untuk mendapatkan perawatan dan operasi untuk mengobati luka-luka yang dideritanya. Sedangkan Bay masih dirawat di rumah sakit Kawaluyan, Bandung bersama anaknya. “Saya dirawat di rumah sakit sekitar 2 minggu,” kenang Bay. Abubakar sendiri di Jakarta menjalani operasi untuk penyembuhan. Di hari yang sama setelah Bay menjalani operasi penanaman pen untuk menggantikan fungsi tulang belakangnya yang telah remuk, ia mendapatkan kabar buruk dari Jakarta. Kondisi kritis sang suami ternyata berujung kematian. Abubakar tak mampu lagi bertahan dengan kondisi lukanya yang bertambah parah.
Bagaikan hujan di siang bolong yang cerah, kabar kematian sang suami seakan-akan meruntuhkan semangatnya untuk bertahan hidup. Bay bahkan sempat tak percaya dengan berita duka tersebut. Ia pun tak mampu menahan air mata yang mengucur deras seiring dengan kepergian sang suami. “Saya nggak menyangka kepergian suami saya,” ujar Bay sembari menangis tersedu-sedu. Kehidupan keluarganya yang bahagia terhenti begitu saja setelah musibah kecelakaan mobil terjadi. Tak ada lagi gelak tawa yang mewarnai keluarganya.
Kendati demikian, Bay tetap berusaha berjuang untuk hidup demi anak satu-satunya. Ia merasa tak mungkin menyerah hanya karena kepergian orang yang sangat dicintainya. Bay justru merasa harus berusaha sekuatnya untuk melanjutkan perjuangan sang suami. Selama 4 bulan, ia tak melakukan kegiatan apapun. Selain karena masih harus memakai penyangga leher dan gips di tangan dan kaki, kondisi tubuhnya pun menuntut Bay lebih banyak istirahat. Terlebih lagi penanaman pen permanen di punggungnya yang membutuhkan penyesuaian. Jika tulang punggungnya yang remuk hingga ke tulang ekor dan sum-sumnya bocor, maka akibatnya akan lebih parah. “Saya bisa saja lumpuh untuk selamanya,” ujar Bay singkat. Tapi, Allah masih memberikan pertolongan kepada Bay sehingga kemungkinan terburuk itu pun tak terjadi. “Selama 4 bulan setelah kecelakaan, saya masih terpuruk,” aku Bay. Bahkan, ia pernah memiliki uang hanya Rp 2000 untuk segala macam keperluan rumah tangga. Akhirnya, ia sempat memutuskan untuk menjual ponselnya untuk biaya hidup. Kepergian sang suami sebagai tulang punggung dalam keluarga memang banyak berakibat buruk terhadap kondisi ekonomi keluarganya. Apalagi, anak semata wayangnya masih mengenyam pendidikan sekolah yang menyedot cukup banyak biaya. Belum lagi pengeluaran harian yang biasa dipenuhi oleh sang suami. Beruntung baginya, banyak sanak saudara yang membantu Bay bangkit dari keterpurukan.
Kembali Bangkit. Dari kecelakaan yang dialaminya, banyak hikmah yang dapat diambil Bay. Baginya, kecelakaan tersebut dijadikan sebagai cobaan yang mampu memberikan hal-hal positif di dalam kehidupannya. Sehingga musibah kecelakaan itu juga dijadikannya sebagai tonggak dalam membangun puing-puing kehancuran keluarga selepas kepergian sang suami. Setelah empat bulan tak melakukan kegiatan sama sekali, Bay kemudian berusaha mencari pekerjaan untuk kembali melanjutkan kehidupannya. Beruntung, mantan atasannya di perusahaan lama lantas menolong dan menerimanya sebagai karyawan kembali. Tak hanya karyawan biasa, dengan berbekal track record-nya yang cukup bagus, Bay langsung menempati posisi kosong sebagai manajer salah satu cabang Papa Ron's Pizza. “Bosnya, Ron Muller sangat baik kepada saya,” ujar Bay sambil terharu.
Rasa trauma kini berusaha dihilangkan Bay. “Saya sudah mulai menyetir mobil lagi,” aku Bay. Demi anak satu-satunya, Nur Ali Syahgani, Bay berjuang untuk berperan sebagai seorang kepala keluarga sekaligus ibu rumah tangga. Dari sisi pribadi, Bay pun mengaku bahwa ia lebih banyak mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Ibadah shalat wajib dan sunnah tak pernah ia tinggalkan. Bahkan dari bibirnya tak pernah berhenti lafadz surat Al-Quran sebagai tanda puji dan syukur kepada Allah. Selain itu, untuk mendoakan sang suami yang kini sudah berada di dunia berbeda, Bay juga tak pernah berhenti mengirimkan doa. Fajar
Side Bar 1...
Mendapatkan Firasat Buruk Sebelum Kecelakaan
Siapa sangka sebelum terjadinya kecelakaan, Bay sempat mendapatkan beberapa firasat buruk tentang kepergian sang suami. “Suami saya selalu membicarakan soal kematian dengan saya,” kenang Bay. Awalnya, ia memang merasakan keanehan dengan pokok pembicaraan Abubakar yang selalu menjurus kepada kematian. “Bagaimana ya nanti nasib kamu dan anak kita kalau saya meninggal?” ujar Bay sembari menirukan omongan Abubakar ketika masih hidup. “Nanti di mana ya saya dimakamkan kalau nanti meninggal?” lanjutnya.
Kebiasaan aneh itu kerap dilakukannya sejak sebulan sebelum terjadinya kecelakaan. Obrolan tentang kematian tersebut sering dilakukannya setiap kali ada kesempatan berkumpul di dalam rumah. Tak hanya itu saja, dua hari sebelum terjadinya kecelakaan, Abubakar pernah mengalami mimpi yang tak kalah anehnya. “Dia cerita ke saya pernah mimpi menyembelih tiga orang,” kenang Bay. “Saya ingin mati di samping kamu,” lanjut Bay menirukan omongan almarhum suaminya. Barulah setelah mengalami kecelakaan, Bay menyadari bahwa mimpi tersebut merupakan sebuah pertanda buruk bagi dirinya dan keluarga. Selain itu, sepanjang perjalanan halal bihalal di kota Bandung, Abubakar terlihat lebih banyak berdiam diri ketimbang biasanya. Tak heran, Bay selalu menanyakan kenapa suaminya tersebut lebih banyak diam. Tapi, Abubakar memang tak mau terus terang dengan sikapnya itu.
Selain firasat buruk, Bay juga mengalami suatu hal yang menarik. Di Bandung, sang suami sempat membelikan segelas es doger untuk Bay. Kejadian yang sama saat kali pertama kedua sejoli ini bertemu dan saling tertarik satu sama lain. Mungkin bagi sebagian orang minuman es doger terlihat biasa, namun bagi Bay es doger merupakan suatu hal yang sangat istimewa karena akan selalu mengingatkan ia tentang sosok suami yang kini telah pergi meninggalkan dirinya. Fajar
No comments:
Post a Comment