Memiliki Tiga Bakat Sekaligus di Usia Belia
Kendati usianya masih relatif muda, Ericka Citra Sejati justru tak melulu menghabiskan waktunya di sekolah dan bersenang-senang layaknya anak-anak seusianya. Ia justru menekuni tiga bidang berbeda yang sangat disukainya. Menulis, melukis, dan fotografi, menjadikan ia sebagai anak yang berprestasi. Tak puas hanya menggelar pameran lukisan dan hasil fotonya, Ericka pun meluncurkan buku yang berisikan hasil karyanya di tiga bidang tersebut. Lalu bagaimana kisah anak kedua dari dua bersaudara ini?
Hanya yang Ada Untukmu
Jenuh itu ada
Jangan kau Tanya
Aku pernah merasakannya
Jenuh itu dirimu
Saat semuanya harus diselesaikan kali ini
Saat semua harusnya tak bisa diulang
Dan memang, hati aku akan membuatnya takkan diulang
Takkan ada dirimu, takkan ada kita
Setia itu buta
Saat cinta bagimu hanya sebatas cinta
Entah mengapa, bagimu itu hal yang indah
Tapi bagiku itu biasa
Karena semua sebatas hanya
(Ericka Citra Sejati)
Salah satu puisi di atas merupakan karya seorang anak remaja yang baru saja merasakan senangnya lulus dari bangku SMA. Puisi yang kemudian dibukukan dalam buku bertajuk Kutunggu di Pintu Langit tersebut memiliki keunikan tersendiri. Pasalnya, buku itu tak hanya berisikan kumpulan puisi dan cerpen semata, melainkan hasil lukisan dan foto karya Ericka Citra Sejati.
Tak ada yang berbeda dari sosok anak remaja yang baru lulus dari SMAN 5 Bandung ini. Tawa dan canda selalu menjadi penghias hari-harinya. Gadis yang kerap disapa Ericka ini selalu menjadi pusat perhatian dari teman-temannya. Tawanya kerap membuat suasana menjadi lebih ramai. Namun, tak disangka di balik keceriaannya sebagai anak remaja, Ericka menyimpan bakat terpendam yang kini membuatnya menjadi salah seorang anak berprestasi dari kota kembang, Bandung. Tak hanya satu bakat saja, melainkan tiga bakat sekaligus yang kemudian dibukukan dalam satu judul buku.
Saat ditemui di sebuah kafe di kota Bandung, Ericka masih menikmati masa liburnya bersama kedua sahabatnya. Pada masa liburan sekolah menjelang mengenyam bangku kuliah, Ericka lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Selain itu, ia juga masih berkarya membuat puluhan cerita pendek dan puisi, selain melukis dan memburu objek foto yang disenanginya. Sembari duduk santai dan menyeruput minuman dingin di tengah panasnya kota Bandung pada Rabu (1/6) siang lalu, Ericka berbagi kisah tentang hobi dan kesehariannya sebagai anak remaja.
Terlahir dengan nama lengkap Ericka Citra Sejati, ia tumbuh di dalam keluarga yang cukup disiplin, terutama didikan yang berasal dari sang ayah. Ayahnya, Eddy Kurnia (51) seringkali memberikan dorongan dan motivasi bagi Ericka agar mampu berprestasi di berbagai bidang. Sedangkan sang ibu, Atje Waliah (50) lebih mengandalkan kelembutan dan kasih sayang dalam mendidik kedua anaknya. “Mama lebih lembut mendidik saya,” ujar Ericka kepada realita. Sang ayah sendiri bekerja sebagai salah satu karyawan PT Telkom, Bandung. Sedangkan ibunya lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah sebagai ibu rumah tangga.
Melukis Alam. Ericka lahir dan dibesarkan di kota Bandung. Ia bersekolah di SD Taruna Bhakti, Bandung. Selepas SD, Ericka melanjutkan ke SMP yang sama. Pada saat duduk di bangku kelas 2 SMP, bakat Ericka mulai diperlihatkannya. Hobi menggambarnya ternyata diketahui sang ayah yang kemudian mendorongnya untuk ikut kursus melukis di Sanggar Lukis Barli-milik pelukis senior (Alm.) Barli di kawasan Sertasari, Bandung. Alhasil, bakatnya memegang kuas pun semakin terasah dengan baik. Kesenangan Ericka melukis sebenarnya sudah terlihat sejak masih duduk di kelas 3 SD, dan terus berkembang hingga saat ini. “Melukis tuh kadang-kadang tergantung mood sih,” aku Ericka. Layaknya seorang anak, Ericka terkadang malas datang ke tempat kursus. Sesekali, mood-nya kembali bagus dan sangat antusias untuk menggoreskan kuas di atas kanvas. Kendati demikian, Ericka tetap memperlihatkan bakatnya yang sangat luar biasa di bidang melukis.
Lukisan semasa kanak-kanaknya kerap dipajang oleh kedua orangtuanya di tiap dinding rumah. Kebanyakan dari lukisan karyanya bertemakan tentang alam. Salah satu karyanya adalah sebuah pohon besar yang di pucuknya terdapat lima burung tengah bertengger. Warna burung-burung yang lugu dan naïf, justru menawarkan kejujuran dalam setiap goresan yang membentuk gambar burung tersebut. Ada juga lukisan bebek terbang yang cukup menarik. Hampir semua karya lukisan Ericka selalu dipajang di dinding rumahnya di kawasan Lembang, Bandung.
Menulis Puisi dan Cerpen. Sejalan dengan bakatnya melukis, Ericka juga sangat suka menulis puisi. Sejak kelas 3 SD, ia sudah mulai membuat rangkaian kata nan indah untuk dijadikan puisi. Setiapkali, ayah, ibu, atau kakaknya berulang tahun, Ericka selalu menghadiahi mereka puisi. Kumpulan puisi tersebut semakin lama semakin banyak. Sang ayah pun mendorongnya untuk mengirimkan ke berbagai media cetak agar dimuat. Selain puisi, Ericka juga kerap menulis cerita-cerita pendek yang sebagian besar bertemakan tentang keluarga dan kasih sayang terhadap orang terdekat serta lingkungan.
Selepas lulus SMP, Ericka meneruskan pendidikannya ke SMAN 5, Bandung. Saat duduk di bangku SMA itulah, ia giat menghasilkan puluhan puisi dan cerpen. “Biasanya inspirasi didapat dari lingkungan, atau pengalaman sendiri,” ungkap gadis kelahiran 22 Agustus 1991 ini sembari tersenyum. Bila teman-temannya curhat, maka pikiran Ericka sudah melayang dan dengan mudahnya inspirasi menulis pun didapat. “Biasanya sih diperluas lagi ceritanya,” ujar Ericka. “Pokoknya inspirasi datang sendiri secara spontan,” lanjutnya menjelaskan.
Pengalaman pribadinya pun kerap menjadi bahan untuk tulisan puisi dan cerpennya. “Pokoknya tentang keluarga dan kasih sayang deh,” ungkap Ericka tersipu malu. “Apa lagi kalau sedang sakit hati, biasanya lancar membuat puisi atau cerpen,” lanjutnya singkat. Sekitar tahun 2007, puisi-puisi Ericka ternyata berhasil dimuat di harian umum Suara Karya. Sejak saat itu pula, kumpulan puisinya tersebut banyak dibaca oleh para pembaca dan mengundang pujian. Terlebih lagi, setelah Ericka menampilkan kumpulan puisinya tersebut di blog internet. Banyak pengguna internet penyuka puisi selalu berkunjung ke blog-nya hanya untuk meluangkan waktu membaca puisi dan cerpen karya Ericka.
Ayah Pemberi Motivasi. Tak hanya itu saja, berkat dorongan dan bantuan sang ayah pula, Ericka mampu menyelenggarakan pameran lukisan tunggal atas nama dirinya sendiri pada awal tahun 2008 lalu. “Ngapain sih kamu bikin karya tapi nggak bisa dinikmati orang lain,” ujar sang ayah kala itu yang kemudian menjadi dorongan bagi Ericka. Dari sekitar empat puluhan lukisan yang dipamerkannya, Ericka mengaku bahwa setengah dari jumlah lukisannya tersebut laku terjual. Dengan kisaran harga dari Rp 4 juta hingga Rp 10 juta, Ericka berhasil meraup untung. Kendati begitu, materi bukanlah tujuan yang hendak dicapainya. Rasa bangga dan penghargaan terhadap karyanya membuat ia merasa bahagia.
Kesuksesan pada pameran perdananya itu kembali berlanjut pada pertengahan tahun 2008, saat Ericka menyelenggarakan pameran lukisan dan fotografi hasil karyanya. “Waktu itu tidak dijual, tapi sekadar dipamerkan saja,” aku gadis berkacamata ini. Banyaknya perhatian terhadap kemampuan Ericka, membuat sang ayah termotivasi membantu anak bungsunya itu agar membukukan kumpulan puisi, cerpen, foto, dan lukisannya. Sang ayah pula yang kemudian membantu mencarikan penerbit yang ingin menerbitkan buku anak bungsunya tersebut.
Berkat usaha dan kerja keras Ericka bersama sang ayah, akhirnya sebuah penerbit bersedia untuk menerbitkan buku yang mengompilasikan puisi, cerpen, foto, dan lukisan karya Ericka. Perasaan senang bercampur haru dirasakan Ericka. Puisi-puisi dan cerpen yang sudah dibuatnya sejak kanak-kanak lantas dikumpulkan dan dipilah untuk dimuat dalam buku. Semua urusan tentang buku, diserahkan kepada sang ayah. Ericka sendiri kebanyakan disibukkan dengan persiapan menghadapi Ujian Nasional (UN) beberapa waktu lalu.
Buku dan Pameran Tunggal. Setelah memastikan dirinya lulus UN, barulah pada bulan Juni kemarin, Ericka meluncurkan buku perdananya. Buku yang terbilang unik, karena tak hanya berisikan tentang puisi dan cerpen, melainkan campuran dengan foto-foto dan lukisan karya Ericka sendiri. Dengan mengambil judul Kutunggu di Pintu Langit, ia berharap dapat memotivasi setiap orang yang membacanya agar mampu meraih prestasi seperti dirinya dengan dibarengi dukungan dari keluarga dan kasih sayang orang-orang terdekat.
Ericka mengaku bahwa bakatnya menulis ternyata diturunkan dari sang ayah yang juga memiliki hobi sama. Sang kakak, Reza Akbar (23) juga berbakat di bidang seni, khususnya musik. Kepiawaian Ericka menggambar dan melukis, membuat dirinya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di jurusan arsitektur, Universitas Parahyangan, Bandung. Meski memiliki hobi menulis, melukis, dan fotografi, Ericka bukanlah tipe anak gadis yang tertutup. Ia senang berkumpul bersama teman-temannya seperti anak-anak muda lainnya. Prestasi belajarnya di sekolah juga terbilang biasa. Selama ini, Ericka mampu membagi waktu antara sekolah dan hobinya. Di luar sekolah, ia juga kerap berkegiatan bersama teman-temannya di sebuah perkumpulan pencinta fotografi di Bandung.
Menerbitkan sebuah buku, bukanlah menjadi perjalanan akhir dari bakat Ericka. “Saya berharap ada keberlanjutan nantinya,” harap Ericka. Ia berharap nantinya akan ada pameran tunggal lukisan dan hasil fotonya. “Kalau soal menerbitkan buku lagi, ya lihat nanti deh,” ujar Ericka tersenyum. Fajar
Side Bar 1…
Beli Kamera Digital dari Hasil Pameran Lukisan
Selama menyenangi dunia fotografi, Ericka hanya menggunakan kamera pinjaman dari salah seorang sepupunya. Sama seperti lukisannya, Ericka lebih banyak memilih pemandangan alam sebagai objek fotonya. Salah satu pengalaman menarik tentang ketekunannya di bidang fotografi adalah ketika munculnya keinginan Ericka untuk mengabadikan peristiwa terbitnya matahari di danau Cileunca, Bandung yang harus dicapai dengan berkendara mobil selama 1,5 jam dari rumahnya di kawasan Lembang, Bandung. Sekitar pukul 3.30 dini hari, Ericka sudah bersiap-siap berangkat menuju danau Cileunca.
Dengan hanya ditemani oleh adik sepupu dan keponakan kecil beserta supir, Ericka menikmati perjalanan yang cukup jauh pada dini hari tersebut. Dengan berbekal kamera foto digital layaknya seorang fotografer profesional, Ericka sangat antusias untuk mengabadikan fenomena alam yang mungkin untuk sebagian orang dianggap sebagai peristiwa biasa setiap pagi menjelang. Sesampainya di pinggir danau, Ericka dengan sabarnya menunggu detik demi detik peristiwa terbitnya matahari. Sejurus kemudian, saat matahari mulai mengintip di kejauhan, Ericka langsung dengan sigap memegang kamera dan mulai mengabadikan matahari yang muai menampakkan wajahnya dari kejauhan.
Berkat keinginannya yang kuat, Ericka berhasil mendapatkan angle yang tepat. Hasil foto tersebut diberi nama “Hening Cileunca” dan ikut dipamerkan dalam pameran foto tunggal pada pertengahan 2008 lalu. Siapa sangka, perangkat kamera beserta lensa yang digunakan untuk menangkap objek foto menarik merupakan barang pinjaman dari salah seorang sepupunya. Kendati demikian, kondisi tersebut tak mengikis semangatnya untuk mendalami dunia fotografi yang dianggapnya sangat menarik.
“Kalau fotografi sih memang nggak terlalu difasilitasi oleh orangtua,” ungkap Ericka. Bahkan, sebelum menggunakan kamera pinjaman tersebut, ia masih menggunakan kamera digital pocket biasa. Beruntung, setelah mengadakan pameran lukisan tunggal pada awal tahun 2008 lalu, Ericka memperoleh pundi-pundi uang hasil penjualan lukisan yang laku terjual.
“Ya lumayan deh penjualannya,” ujar Ericka tanpa menyebutkan angka keuntungannya. Dari sebagian uang hasil penjualan itulah, Ericka memutuskan untuk membeli kamera berikut peralatan lensanya. “Senang lah karena benar-benar uang hasil sendiri,” tutur Ericka. Fajar
Side Bar 2…
Mayang, Teman Ericka
“Cerpennya bisa bikin saya menangis”
Awalnya, ia merasa terkejut dengan bakat Ericka yang mampu meluncurkan buku karyanya sendiri. Terlebih lagi, buku tersebut berisikan tiga bidang yang digeluti oleh Ericka. Pasalnya, selama ia berteman dengan Ericka sejak kelas 2 SMA, ia sangat mengetahui karakter sifat Ericka yang periang dan kerap berteriak kegirangan layaknya anak-anak remaja. “Saya juga kaget ternyata Ericka bisa menulis puisi atau cerpen dengan serius,” ungkapnya.
“Saya kenal Ericka yang biasanya norak dan ramai, ternyata setelah membuat sebuah karya, bisa bikin orang menangis,” tuturnya. Semasa sekolah, ia biasanya diperlihatkan hasil cerpen atau puisi yang telah dibuat Ericka. “Susah kalau baca hasil karyanya, soalnya tulisannya susah dibaca,” candanya. Menurutnya, Ericka merupakan sosok anak yang ramai dan kerap bercanda dengan teman-temannya. “Ramai dan suka teriak-teriak,” ujarnya singkat.
Sepengetahuannya, beberapa teman-temannya memang kerap curhat kepada Ericka. Setelah curhat, biasanya Ericka memperlihatkan cerpen yang sebagian besar alur ceritanya hampir sama dengan apa yang dicurhatkan oleh temannya tersebut. “Tapi kadang ada yang memang sesuai dengan ceritanya (Ericka, red) sendiri,” tuturnya. Diakuinya, cerpen-cerpen hasil Ericka kerap membuat dirinya menangis dan terharu setelah membacanya. Salah satunya adalah cerpen yang berjudul Dia Sudah Pergi. Berbagai karya berupa puisi dan cerpen itulah yang kini membuat ia merasa bangga menjadi teman Ericka. “Saya bangga dan senang ternyata dia bisa sukses menerbitkan buku,” ujar Mayang mengakhiri perbincangan. Fajar
Biodata
Nama lengkap : Ericka Citra Sejati
Tempat/ tanggal lahir : Bandung, 22 Agustus 1991
Nama orangtua : Eddy Kurnia dan Atje Waliah
Nama kakak : Reza Akbar
Pendidikan
SD Taruna Bakti, Bandung (1997-2003)
SMP Taruna Bakti, Bandung (2003-2006)
SMAN 5, Bandung (2006-2009)
Pengalaman Berkarya
Menulis puisi yang sudah diterbitkan di harian umum Suara Karya (2007-sekarang)
Pameran lukisan tunggal di Hotel Preanger, Bandung (29 Februari-8 Maret 2008)
Pameran bersama “Should I Hate Architecture?” Fakultas Arsitektur, Universitas Parahyangan, Bandung (21 April-23 April 2008)
Pameran lukisan dan fotografi tunggal di Chillout, Bandung (14 Juni-14 Juli 2008)
Pembicara seminar “Satu hari tentang fotografi, Improve Your Skill Photography” (19 Maret 2009)
No comments:
Post a Comment