Nyaris Putus Kuliah karena Beasiswanya Selesai
Bagi Anton, perjalanan hidup yang dijalaninya adalah serangkaian cobaan sekaligus ibadah. Tak terkecuali ketika ia menjalani kuliah di luar negeri tatkala Anton tak lagi menerima beasiswa. Tak pelak, ia pun harus memutar otaknya agar bisa mencari pekerjaan dan menyelesaikan kuliahnya tersebut. Tak hanya itu saja, masih ada beberapa cobaan yang sempat mendera hidupnya. Namun, selama berusaha mendekat kepada Sang Pencipta, Anton berhasil melewatinya. Lalu bagaimana perjalanan hidupnya yang lain?
Suasana di gedung kantor Departemen Pertanian memang sangatlah rindang. Terlihat dari banyaknya pohon berukuran besar yang menghiasi halaman gedung tersebut. Tak heran, udara sejuk sangat terasa tatkala memasuki kawasan Departemen Pertanian. Tepat di depan gedung, terlihat stand-stand penjual berbagai macam tanaman. Para penjual tanaman itu memang tengah mengikuti acara rutin yang diadakan oleh pihak Departemen Pertanian dalam rangka memfasilitasi para pedagang tanaman untuk berjualan. Selain juga untuk memasyarakatkan hasil pertanian dalam negeri yang perlu ditingkatkan kembali.
Suasana sejuk juga terasa di dalam ruangan sang Menteri Pertanian, Anton Apriantono. Boleh jadi ini merupakan dampak dari pepohonan yang tumbuh di sekitar gedung yang membuat kesejukan masih terasa meski sudah berada di dalam ruangan. Setelah menunggu beberapa lama, Realita pun diperkenankan masuk ke dalam ruang kerja menteri yang mengurusi bidang pertanian yang sempat menjadi andalan Indonesia beberapa tahun lalu ini. Meski sudah beraktivitas seharian, Anton masih terlihat segar. Sebagai seorang menteri, penampilannya terbilang sederhana.
Ciri khas kacamata yang selalu dikenakannya dan perawakannya yang masih seperti seorang pengajar di sebuah universitas memang tak bisa dilepaskan begitu saja. Sembari duduk santai di sebuah sofa, Anton lantas bercerita mengenai perjalanan hidupnya hingga mampu menjabat menteri di Kabinet Indonesia Bersatu. “Perjalanan hidup saya sih cukup sederhana saja,” ujar Anton memulai pembicaraan. “Semua berjalan seperti garis tangan takdir dari yang Maha Kuasa,” lanjutnya dengan tersenyum.
Keluarga Sederhana. Anton terlahir dari pasangan (Alm) Sumardi dan (Almh) Rum Syarah. Ia berasal dari keluarga besar. Anton adalah anak keempat dari delapan bersaudara yang lahir di Serang pada 5 Oktober 1959. Memiliki keluarga yang cukup besar, memang memberikan suatu kesulitan tersendiri bagi Anton dan saudara kandungnya yang lain. Terutama soal biaya pendidikan yang belum tentu mampu ditanggung oleh kedua orang tuanya. Namun, beruntung bagi Anton yang memiliki kedua orang tua yang sangat gigih dalam memperjuangkan kepentingan kedelapan anaknya. Tak heran, Anton mampu mengenyam pendidikan hingga jenjang yang tinggi.
Anton kecil dibesarkan di kota Serang, Banten. Setelah mengenyam pendidikan di SD Negeri 3 Serang, ia lantas melanjutkan pendidikannya ke SMPN 2 Serang dan SMAN 1 Serang. Kecintaannya di dunia penelitian khususnya di bidang pertanian membawa Anton untuk melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor (IPB). Ia pun menguji kemandiriannya dengan tinggal di Bogor seorang diri sejak tahun 1978. “Saya kost di Bogor,” kenang Anton sembari tersenyum mengenang masa-masa kuliahnya. Saat menjalani perkuliahannya di Bogor, cobaan memang sempat mendera Anton. Lagi-lagi soal biaya yang terbilang cukup terbatas dari kedua orang tua. Pasalnya, sang ayah sudah tak lagi bekerja karena usianya yang memang telah memasuki masa pensiun dari TNI Angkatan Udara.
Diakui Anton, kedua orang tuanya lebih banyak mendidik dengan memberikan contoh. Dari sang ayah, Anton belajar berbagai macam hal. “Ayah saya seorang pekerja keras dan pantang menyerah,” kenang Anton. Ia juga mengaku bahwa keluarganya bukanlah keluarga yang berada. “Keluarga saya adalah keluarga yang sederhana dan cukup prihatin,” ujar Anton. “Bahkan untuk sekolah saja masih bingung, bisa lanjut atau nggak nantinya,” lanjut pria penyuka olahraga ini. Tak heran memang, mengingat pekerjaan sang ayah yang merupakan seorang prajurit TNI berpangkat rendah. “Ayah saya cuma peltu, pembantu letnan satu,” canda Anton.
Beruntung kala itu, ibunda tercintanya terpilih sebagai salah satu anggota DPRD Serang periode tahun 1977-1982. Tak pelak, biaya kuliahnya di Institut Pertanian Bogor mampu ditanggung berkat pendapatan sang ibu sebagai wakil rakyat di Serang. “Saya bersyukur karena saya masih bisa melanjutkan kuliah,” ungkap Anton. Ia juga merasakan adanya pertolongan dari Allah, tatkala menghadapi kesulitan dalam mencari dana untuk membiayai perkuliahannya. Keadaan keluarga yang sangat sederhana memang merupakan cobaan tersendiri bagi Anton agar mampu melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Berkat kecerdasannya di bangku sekolah, akhirnya Anton berhasil diterima melalui jalur Perintis 2 (PMDK, Penelusuran Minat dan Kemampuan, red). Berkat kecerdasannya pula, Anton mampu menjadi asisten dosen mata kuliah Kimia Dasar dan memperoleh beasiswa dari beberapa institusi. “Ya lumayanlah dapat upah juga dengan menjadi asisten dosen,” ungkap Anton.
Dosen dan Peneliti. Setelah merampungkan sarjananya di IPB, dengan biaya sendiri Anton kembali melanjutkan ke jenjang S2 Ilmu Pangan di kampus yang sama. Saat itu, ia juga telah resmi menjadi dosen di IPB. Kecerdasan otaknya juga membawa Anton memutuskan untuk mengambil jenjang S3 Kimia Pangan di Universitas Reading, Inggris dengan berbekal beasiswa yang diperolehnya. Beasiswa tersebut ternyata hanya berlaku untuk 3 tahun pendidikan. Sedangkan kala itu, selama 3 tahun berada di Inggris, kuliahnya belumlah selesai. Alhasil, setelah 3 tahun dibiayai oleh beasiswa, Anton pun menghadapi kesulitan kembali. “Saya bingung harus bagaimana,” ujarnya sembari tersenyum mengenang masa-masa tersebut.
Meski tinggal di asrama, Anton tetaplah harus membayar segala macam biaya. Akibatnya, Anton terpaksa harus menumpang di tempat tinggal salah satu rekannya selama 3 bulan terakhir di masa pendidikannya di sana. Padahal sebelumnya, kamar asramanya kerap ditumpangi oleh teman-teman mahasiswa lainnya yang juga kehabisan biaya untuk melanjutkan pendidikannya di negeri Ratu Elizabeth tersebut. Sedangkan untuk biaya hidup di Inggris, Anton mengambil pekerjaan sampingan sebagai tenaga pengajar di sekolah Indonesia yang ada di Inggris. “Waktu itu saya digaji 50 poundsterling per hari,” aku Anton yang selalu meluangkan waktu sebulan sekali untuk memancing di laut ini.
Dengan penghasilannya tersebut, Anton berhasil meraih gelar S3 meski dengan segala macam kesulitan yang dihadapinya. Kejadian yang terjadi pada tahun 1992 itu memang dianggap sebagai salah satu kesulitan atau cobaan yang kerap hinggap dalam hidupnya. “Tapi saya tak pernah menganggap berbagai kesulitan sebagai kesulitan yang susah untuk dihadapi,” tutur Anton.
Anton sendiri mengaku adanya ketidaksengajaan saat ia akan diangkat sebagai seorang menteri. Tak diduga, sosoknya ternyata diminati oleh salah satu partai untuk dicalonkan sebagai salah seorang pembantu presiden. Terlebih lagi latar belakangnya yang sangat mumpuni di bidang pertanian. Meski kala itu presiden terpilih, SBY memanggilnya ke Cikeas sebagai pertanda akan diangkat sebagai menteri, Anton tetap tidak merasa optimis namanya akan dicantumkan dalam daftar menteri Kabinet Indonesia Bersatu. Namun, setelah namanya dipastikan sebagai salah satu menteri yang mengisi pos Departemen Pertanian, Anton menganggapnya sebagai sebuah amanah yang harus dijaga dan dilaksanakan dengan sebaik mungkin.
Sejak kanak-kanak, Anton sama sekali tidak memiliki keinginan untuk menjadi seorang menteri. Ada profesi lainnya yang justru sangat diidamkan Anton kecil. “Saya ingin menjadi pengajar atau peneliti yang dikenal di tingkat dunia,” ungkap Anton yang murah senyum ini. Bahkan ia juga memiliki obsesi menjadi seorang ilmuwan yang dapat dikenal di dunia atas karya penemuannya. Dalam rentang waktu perjalanan hidup Anton, menjadi seorang pengajar memang sudah tercapai. Ia sempat menjadi seorang dosen di bekas kampusnya, Institut Pertanian Bogor (IPB). Saat menjadi dosen itulah keinginan untuk menjadi peneliti handal semakin menggebu-gebu.
Jalani Dua Peran. Selain waktu dan perhatiannya dicurahkan kepada dunia pertanian yang sangat dicintainya, keluarga juga mendapatkan perhatian lebih dari Anton. Pernikahannya dengan Rossi (48) pada tahun 1984, telah menghadirkan seorang anak bernama Sisi (17) yang kini masih duduk di bangku kelas 2 SMA. “Dalam keluarga pun pasti ada cobaan dan ada pasang surutnya, namun saya selalu berusaha untuk menghadapinya dengan mengembalikan kepada Allah,” ujar Anton tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Dalam hal mendidik anak pun, ia tak pernah memaksakan kehendak. Anton lebih banyak memberikan kebebasan yang bertanggung jawab bagi anak gadisnya tersebut. Namun, tetap saja didikan agama juga menjadi salah satu faktor penting yang diajarkan kepada anaknya itu. Anton berharap anaknya kelak mampu memberikan prestasi yang membanggakan sebagaimana yang ia lakukan ketika masa muda dengan menonjolkan prestasi pendidikan yang cukup baik.
Kini, menjelang berakhirnya masa jabatan sebagai Menteri Pertanian di Kabinet Indonesia Bersatu, Anton mengaku bahwa pekerjaannya belumlah selesai dengan sempurna. “Saya masih belum membersihkan secara total praktek korupsi di Departemen Pertanian, tapi setidaknya sudah berkurang banyak,” tutur Anton yang menyukai olahraga badminton ini. Selain itu, ia juga tak berharap banyak nantinya akan dipilih lagi sebagai seorang menteri. “Saya bukanlah orang yang sangat berambisi,” aku Anton. Selama menjabat, Anton memang telah menjalankan berbagai macam program di bidang pertanian. Menurutnya, untuk mengubah pertanian Indonesia dan meningkatkannya harus dimulai dari setiap orang yang terkait di dunia pertanian. “Yang pertama dan paling penting adalah attitude,” ujar Anton. Baginya, sikap haruslah menunjukkan yang terbaik bagi perkembangan bangsa dan negara. “Dan bila kita mau selamat, ya harus mengikuti aturan Allah,” lanjutnya.
“Bagi saya, dengan memberikan manfaat ke banyak orang, saya akan merasa sukses,” tutur Anton. Kendati begitu, bila ia sudah tak lagi dipercaya untuk mengisi pos Menteri Pertanian, tentunya ia akan kembali lagi menjadi seorang tenaga pengajar yang memang sudah menjadi cita-citanya sedari kecil. Tak hanya itu saja, Anton juga berencana akan menggapai impiannya sebagai seorang ilmuwan handal di negeri ini. “Sambil tak lupa selalu mendekat kepada Allah,” ujar Anton menutup pembicaraan. Fajar
Side Bar 1…
Sempat Sakit Hati sebagai Seorang Peneliti
Jiwa tantangan memang telah mengalir dalam darah Anton. Sedari muda, ia mengaku memang sudah mencari tantangan tersendiri dalam berbagai kegiatan. “Saya dulu sering mendaki gunung,” kenang Anton. Karena dengan mendaki gunung, Anton mendapatkan tantangan dalam menaklukan rute pendakian yang sangat sulit sekalipun. Tantangan pulalah yang dicari ayah satu anak ini dalam hidupnya. Termasuk salah satunya adalah di bidang pekerjaan yang tengah digeluti Anton. Jabatan Menteri Pertanian selain dianggap sebagai amanah yang diemban, ia juga menganggap sebagai sebuah tantangan yang juga harus ditaklukkannya.
“Saya senang berpetualang,” ungkap Anton singkat. Menurutnya, dengan berpetualang, ia mampu belajar banyak hal. “Saya juga bisa belajar secara otodidak dalam hidup ini,” lanjutnya. Sebagai salah satu contoh adalah ketika ia menjadi seorang dosen dan peneliti yang memiliki tantangan dalam menemukan berbagai macam hasil penelitian baru yang belum ditemukan sebelumnya. Profesi sebagai peneliti di kampusnya pun tak luput dari cobaan yang mendera. Termasuk ketika hasil penelitiannya dianggap kurang baik oleh pihak lain. Sehingga dana yang sebelumnya dikucurkan oleh pihak tersebut untuk kegiatan penelitian dihentikan begitu saja. Tak pelak, hal tersebut tentunya membuat Anton merasa tak kuat menerima keputusan itu. “Bagi saya itu, saya sebagai peneliti sangat menyakitkan,” ujar Anton. Padahal, keputusan pemberhentian pemberian dana itu terjadi di akhir-akhir penelitian.
Kendati demikian, Anton menganggap kejadian itu sebagai kerikil-kerikil yang harus dilalui dalam hidupnya. Tak hanya itu saja, ia juga mampu mendapatkan motivasi besar dari kejadian tersebut untuk berbuat lebih baik lagi. Bahkan ia berusaha sekuat mungkin untuk menjalani kegiatan penelitian agar dapat menghasilkan sesuatu yang baik bagi dunia pertanian dalam negeri. “Saya dididik tak pernah takut menghadapi tantangan,” ujar Anton. “Saya berani menghadapi tantangan karena bantuan dari semua orang,” tandasnya. Fajar
Side Bar 2…
Berkeliling Masjid dengan Sepeda Butut
Menyandang julukan ‘Anak Masjid’ memang pantas bagi seorang Anton. Pasalnya, masa mudanya memang banyak dihabiskan di Masjid dalam berbagai kegiatan keagamaan yang diikuti Anton. “Dari kecil saya memang lekat dengan Masjid,” kenang Anton. Hal tersebut memang tak lepas dari didikan kedua orang tuanya yang lebih banyak menitikberatkan kepada hubungan ke-Tuhan-an. Bahkan setiap bulan Ramadhan tiba, Anton selalu menyempatkan diri untuk menginap di Masjid dekat rumah. “Atas kemauan sendiri,” ujar Anton beralasan. Bahkan ketika Anton masih duduk di bangku SD, ia sering menyeberang ke kampung sebelah hanya untuk beribadah di Masjid di kampung tersebut. Kebiasaan tersebut dilakukannya karena memang kala itu, di kampungnya belum memiliki Masjid. “Saya berani mengumandangkan adzan padahal waktu itu saya masih kecil,” kenang Anton. Tak hanya satu Masjid saja, dengan sepeda bututnya, Anton juga menyambangi kampung lainnya untuk beribadah di Masjid di kampung tersebut.
Setelah Masjid dibangun di kampungnya, Anton lebih sering berkunjung ke Masjid itu. Bahkan ketika bulan Ramadhan tiba, ia selalu i’tikaf dan mengaji di Masjid tersebut setiap malam. “Mau sahur baru pulang,” ujar Anton. Kebiasaannya berlanjut ketika ia merantau di kota Hujan, Bogor. Tak hanya itu saja, Anton juga sempat menjabat sebagai Ketua DKM di Masjid lingkungan kampus. Melalui kegiatan pengajian itulah, ia berkenalan dengan banyak rekan-rekan yang kini telah membawanya memegang jabatan menteri.
Meski Anton banyak menghabiskan waktu untuk beribadah dan mendekat kepada Sang Pencipta, ia juga tak pernah melepaskan pendidikannya. Hal itulah yang menjadikannya sebagai anak cerdas dan mampu memperlihatkan prestasi pendidikan yang cukup baik. Terbukti, ketika SMA, Anton selalu menyabet rangking pertama dalam setiap pelajaran. “Prinsipnya hidup ini adalah ibadah untuk mencari ridha Allah,” ungkap Anton berfilosofi. “Jadi kalau kita berpegang pada prinsip itu, sebesar apa pun masalah dan cobaan, kita akan mampu melewatinya,” pungkasnya. Fajar
1 comment:
http://www.mylifejourneystory.com/2017/10/kesederhanaan-sosok-anton-apriyantono.html
Post a Comment