Mengakui Mirza Ghulam Ahmad Sebagai Nabi, Setelah Nabi Muhammad SAW
Meski Dituduh Sesat, Aktivitas Ahmadiyah di Indonesia Masih Tetap Berjalan
Memiliki nabi baru setelah nabi terakhir, Muhammad SAW memang dinilai sebagai aliran sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal itu pula berlaku terhadap aliran Ahmadiyah. Aliran ini memiliki sosok nabi yang bernama Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, seorang pria asli India. Tak pelak, aliran minoritas muslim yang memiliki 500 ribu jamaah di Indonesia ini pun dinilai sesat oleh MUI. Lalu seperti apa ajarannya? Benarkah ajaran Ahmadiyah sesat?
Mungkin bagi sebagian orang, alairan Ahmadiyah sudah terdengar tak asing lagi. Seperti halnya kelompok Muhammadiyah dan NU, Ahmadiyah tumbuh subur di berbagai pelosok daerah di tanah air. Tercatat sekitar 500 ribu orang menjadi jemaah Ahmadiyah. Beberapa pemikiran Ahmadiyah memang berbeda dengan ajaran Islam pada umumnya. Meski begitu, kaum Ahmadi (sebutan jemaah Ahmadiyah, red) memiliki keyakinan tersendiri dan menganggap bahwa ajaran yang mereka anut adalah benar adanya. Perbedaan inilah yang mengakibatkan polemik di tengah-tengah masyarakat. Akan tetapi, kegiatan ibadah dan eksistensi dari kaum Ahmadi justru masih tetap berkibar di berbagai daerah. Tak terkecuali di ibukota Jakarta.
Aliran Ahmadiyah pertama kali diperkenalkan oleh sosok pria yang berasal dari negeri India, bernama Hazrat Mirza Ghulam Ahmad. Pria berjenggot lebat ini terlahir dengan nama asli Ghulam Ahmad. Ia lahir di kota Punjab, India pada 13 Februari 1835. Ghulam Ahmad lahir di sebuah desa bernama Qadiyan. Ia berasal dari keluarga yang berkecukupan. Sang ayah yang bernama Mirza Ghulam Murtada berprofesi sebagai seorang dokter atau tabib. Ibunya bernama Ciraagh Bibi. Ketika dilahirkan, ia sebenarnya terlahir kembar. Namun kembarannya meninggal pada saat dilahirkan. Ghulam tumbuh dan besar menjadi sosok pemuda yang taat beragama. Ia dikabarkan selalu menghabiskan waktunya di Masjid untuk mempelajari Al-Qur’an. Padahal kebiasaan itu tidak terlalu disukai oleh sang ayah, yang justru menginginkan anaknya tersebut menjadi seorang pengacara.
Hadirnya Nabi Baru dari India. Ada dua versi cerita yang bertolakbelakang dalam menggambarkan kehidupan Ghulam Ahmad. Versi jemaah Ahmadiyah mengatakan bahwa Ghulam Ahmad merupakan sosok pria yang tekun dalam mempelajari agama Islam, meski ia kerap berdiskusi dengan pihak-pihak lain yang berasal dari non muslim. Setelah ayahnya wafat pada tahun 1876, Ghulam Ahmad tidak memperdulikan harta peninggalan sang ayah. Ia justru lebih memfokuskan diri untuk memperdalam ajaran agama Islam dan membela Islam dari serangan berbagai golongan. Ghulam Ahmad kerap membuat artikel mengenai Islam dan ia juga menuturkan kehebatan Islam serta keunggulan Al-Qur’an. Artikel-artikel tersebut diterbitkannya pada tahun 1880. Di dalam buku-buku yang diterbitkannya, Ghulam Ahmad mendakwahkan dirinya sendiri sebagai mujaddid atau pembaharu agama.
Pengakuan tersebut diakui Ghulam berdasarkan atas ilham-ilham yang didapatnya dari Allah. Sekitar tahun 1883, banyak umat muslim yang berkeinginan untuk menjadi muridnya. Namun, baru ada tahun 1888, ia bisa membai’at (janji setia) 40 pengikutnya di Ludhiana, India. Sejak saat itulah, gerakan Ahmadiyah muncul untuk pertama kalinya. Sebagai pemikir dan pimpinan umat Ahmadiyah, Ghulam Ahmad tak hanya menulis artikel di media massa, ia juga menulis banyak buku. Di antaranya adalah Surma Chasma Arya (Cela bagi Kaum Arya) tahun 1887 M., Shahna-I-Haq (Batalion Kebenaran, 1887), Sabz Ishtihar (Selebaran Hijau, 1888) dan Sitara-e-Qaisharah (Bintang Sang Ratu). Tahun 1891 ia menulis buku Fath Islam (Kemenangan Islam), Tauzih-e-Maram (Penjelasan Maksud), Izalah Auham (Memperbaiki Beberapa Kesalahpahaman), Mubahisa Ludhiana (Debat Ludhiana), dan Mubahisa Delhi (Debat Delhi).
Pada tahun yang sama, ia menerima wahyu yang menyatakan bahwa Nabi Isa telah wafat, sedangkan Al-Masih yang dijanjikan kedatangannya di akhir zaman oleh Nabi Muhammad SAW, dia sendirilah orangnya yakni Mirza Ghulam Ahmad. Sejak saat itu, pengikutnya semakin lama semakin bertambah. Bahkan hingga ke seluruh dunia.
Menyusul wafatnya Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1908, para Muslim Ahmadi memilih seorang pengganti sebagai Khalifah. Sosok Khalifah merupakan pimpinan kerohanian dan administratif dari Jamaah Islam Ahmadiyah. Pimpinan tertinggi dari Jamaah Ahmadiyah di seluruh dunia pada saat ini (2007) adalah Hadhrat Mirza Masroor Ahmad yang berkedudukan di London, dan terpilih sebagai Khalifah kelima. Ia banyak berkunjung ke berbagai negara dan cermat mengamati budaya dan masyarakat lainnya.
500 Ribu Jamaah di Tanah Air. Berbeda halnya dengan versi pendukung Mirza Ghulam Ahmad, versi penentangnya justru menganggap Ghulam Ahmad sebagai salah seorang pendukung Inggris yang kala itu menduduki tanah India. Untuk meredam perjuangan umat Muslim di India, diduga Ghulam Ahmad dijadikan sebagai seorang pembaharu sekaligus nabi bagi umat Muslim di India. Tak hanya itu saja, kehidupan sosok Ghulam Ahmad juga diduga tidaklah sesuai dengan apa yang didengung-dengungkan kaum Ahmadi. Menurut versi penentang, Ghulam Ahmad hanyalah pegawai penjajah Inggris di India, seperti halnya sang ayah. Tak hanya itu saja, banyak ajaran-ajarannya yang melenceng dari ajaran Al-Qur’an dan Hadits. Bahkan terkadang ucapannya pun seringkali melakukan kesalahan dan tidak sesuai dengan kenyataan.
Di luar konteks pertentangan kedua versi itu, pada kenyataannya kaum Ahmadi di seluruh dunia cukuplah banyak. “Di Indonesia sendiri, sudah mencapai 500 ribu jemaah,” ungkap Lamardy, salah satu pimpinan Ahmadiyah Indonesia. Sedangkan di dunia sudah mencapai 150 juta orang yang tersebar di 174 negara. Ia juga mengaku bahwa ada beberapa perbedaan mendasar antara ajaran Islam pada umumnya dengan ajaran Ahmadiyah. “Kami percaya bahwa Imam Mahdi telah muncul, yakni dengan hadirnya Mirza Ghulam Ahmad,” ujarnya tegas. Selain itu, Nabi Isa yang bila di dalam Islam tidak jadi disalib dan digantikan dengan orang lain menurut kaum Ahmadi adalah sebuah cerita yang tidak masuk akal. Tak hanya itu, Nabi Musa yang mampu membelah laut disangkal oleh kaum Ahmadi. “Itu hanyalah metafora,” ujar Lamardy singkat.
Disambut Pro dan Kontra. Aliran Ahmadiyah pertama kali masuk dan berkembang di Indonesia sejak 1920-an dengan menamakan diri sebagai Anjuman Ahmadiyah Qodiyan Departemen Indonesia, kemudian dinamakan Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang dikenal dengan Ahmadiyah Qadiyan, dan Gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia (GIA) yang dikenal dengan Ahmadiyah Lahore. Sejak keberadaannya di Indonesia, jamaah Ahmadiyah banyak menuai protes. Para ulama Indonesia, baik tradisional maupun modernis terus menentang. Banyak perdebatan resmi terjadi antara Ahmadiyah dan ulama Islam lainnya, dan yang terbesar adalah di Jakarta pada tahun 1933. Tokoh-tokoh seperti Abu Salim dan Cokroaminoto diklaim sebagai pengikut Ahmadiyah. Setelah Indonesia merdeka, konflik antara kelompok Ahmadiyah dan kelompok Islam lainnya makin meruncing. Namun, pada tahun 1953, pemerintah mengesahkan jamaah Ahmadiyah sebagai badan hukum dalam Republik Indonesia. Ini membuka pintu perkembangan Ahmadiyah di Indonesia. Pada tahun 1950-1970 banyak tokoh negara yang akrab dengan Ahmadiyah dan dekat dengan orang-orang Ahmadi.
Keadaan ini berbalik seratus delapan puluh derajat saat tahun 1980, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah adalah aliran yang menyesatkan. Banyak masjid Ahmadiyah dirobohkan oleh massa. Namun periode 1990-an menjadi periode perkembangan pesat Jamaah Ahmadiyah Indonesia. Perkembangan itu menjadi lebih cepat setelah Khalifatul Masih IV, Hadhrat Tahir Ahmad, mencanangkan program Baiat Internasional dan mendirikan Moslem Television Ahmadiyya (MTA). Di Indonesia aliran ini bermarkas di Parung, Bogor, dan memiliki kampus yang dinamakan Kampus Mubarak. Di kampus inilah Jamaah Ahmadiyah mencetak kader mubalig Ahmadiyah. “Ahmadiyah itu lebih dekat ke aliran Sunni,” imbuh Lamardy. Tentang pengakuan kaum Ahmadiyah terhadap Ghulam Ahmad sebagai seorang nabi, ia berpendapat bahwa kriteria seorang nabi ada pada sosok Ghulam Ahmad. Sehingga menurutnya sudah sepantasnyalah sosok pria India itu dijadikan sebagai seorang nabi. Lamardy merunut sejarah para nabi yang biasanya terkait satu sama lain. “Nabi Musa pernah berdoa dan meminta bantuan, lalu dikirimlah Harun menjadi seorang nabi,” ungkap Lamardy. Sehingga orang-orang yang menerima wahyu sudah pantas disebut nabi, seperti yang terjadi pada Ghulam Ahmad.
Mengenai penolakan dari sebagian umat Islam, Lamardy hanya beralasan bahwa berdasarkan sejarah pula bahwa kehadiran nabi memang kerap ditolak oleh kaumnya. “Nabi Isa saja dikejar-kejar mau dibunuh dan disalib,” tutur Lamardy. Belajar dari sejarah itulah, kebanyakan kaum Ahmadi menganggap bahwa penolakan terhadap Ghulam Ahmad merupakan hal biasa yang terjadi pada seorang nabi. Kini yang dilakukan kaum Ahmadi di Indonesia hanyalah melakukan ibadah seperti biasa dan berdakwah. Hadirnya aliran agama atau kepercayaan lainnya juga tak membuat khawatir para pengikut Ahmadiyah. “Kita sudah berusia 120 tahun dan makin besar dari waktu ke waktu,” ujar Lamardy. Menurutnya, dengan usia yang cukup lama itu sudah membuktikan bahwa aliran Ahmadiyah bukanlah aliran sesat sebagaimana aliran lainnya seperti Al-Qiyadah Al-Islamiyah pimpinan Ahmad Moshaddeq yang telah bertaubat beberapa waktu lalu.
Di Indonesia sendiri, Lamardy mengaku bahwa kaum Ahmadi masih memegang teguh Al-Qur’an. Menurutnya, pemahaman dari para ulamalah yang membuat penafsiran terhadap isi Al-Qur’an menjadi salah. “Tafsir Al-Qur’an dari Ahmadiyah yang terbaik,” ujarnya singkat. Sedangkan mengenai kehadiran kitab Tazkirah menurut Lamardy, merupakan kumpulan wahyu yang dikumpulkan dari 84 buku yang pernah diterbitkan oleh Ghulam Ahmad. Itupun, diakui Lamardy dilakukan oleh para muridnya setelah 30 tahun wafatnya Ghulam Ahmad. Menurut Lamardy, di Indonesia, tak lebih dari 500 jamaah yang pernah membaca kumpulan wahyu tersebut. “Kedatangan nabi itu adalah sebuah rahmat,” ujarnya sembari menutup pembicaraan. Fajar
Side Bar…
JH. Lamardy (63), Deputi Eksternal Ahmadiyah
“Allah akan mencekik dan mencincang leher seseorang yang ditunjuk Nabi bila tidak menyebarkan agamanya”
Sebagai salah seorang pimpinan Ahmadiyah, Lamardy (63) memang memiliki peran tersendiri dalam setiap aktivitas kelompok Ahmadiyah. Berbagai kegiatan dakwah diakui Lamardy, kerap dilakukan oleh para jamaah Ahmadiyah. Ia beserta pimpinan lainnya menjadi motor penggerak kaum Ahmadi di tanah air. Lamardy sendiri terlibat di Ahmadiyah karena sudah turun temurun dari pihak keluarganya sendiri. Kedua orang tuanya, yakni (Alm.) Muhammad Husein Lamardy dan (Almh.) Matinar merupakan penganut Ahmadiyah yang taat. Meski begitu, tidak semua anggota keluarga besarnya juga menganut ajaran Ahmadiyah. “Ada juga anggota keluarga yang tidak ikut Ahmadiyah,” aku Lamardy tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. Ia juga mengaku bahwa sifat-sifat Ghulam Ahmad memang seperti seorang nabi. Tak pelak, ia meyakini bahwa Ghulam Ahmad merupakan seorang nabi setelah Nabi Muhammad. Keyakinan Lamardy diakuinya bukanlah hanya ajaran yang diturunkan oleh kedua orang tuanya ataupun turunan dari pendahulunya. Melainkan karena pilihan dan keyakinan dirinya sendiri.
Kini, setelah pensiun dari pegawai personalia salah satu perusahaan swasta software terbesar di dunia, Lamardy lebih banyak berkecimpung di dalam kelompok Ahmadiyah. Sesekali bila ada rapat para pengurus kelompok Ahmadiyah, Lamardy tentunya ikut serta dalam rapat tersebut. “Kegiatan saya ya hanya berdakwah saja,” aku pria paruh baya ini. Selain itu, Lamardy juga kerap menjadi orang terdepan dalam setiap diskusi dengan organisasi lain, termasuk salah satunya adalah MUI. “Saat ini adalah diskusi yang keempat dengan MUI,” ungkap kakek dari beberapa cucu ini. Ia juga mengaku sudah siap untuk berdiskusi panjang dengan setiap pihak yang menyatakan Ahmadiyah sesat. “Coba tunjukkan di mana sesatnya,” ujarnya tegas. “Allah sendiri berjanji akan mencekik dan mencincang-cincang leher seseorang yang ditunjuk nabi bila tidak menyebarkan agamanya,” tutur Lamardy dengan suara lantang. Fajar
No comments:
Post a Comment