Mampu Kembangkan Perusahaan dan Meraup Untung dengan Bertumpu pada Profesional Muda
Sebagai seorang pengusaha muda, Emil memang cukup sukses menghantarkan perusahaannya ke tingkat yang lebih tinggi. Padahal, ia sempat mengalami keterpurukan saat menjadi budak narkoba. Namun, Emil justru berhasil bangkit dari kecanduan terhadap barang haram tersebut. Lalu bagaimana kisah anak sulung Tanri Abeng ini?
Rumah bernomor 19 di daerah Simprug Golf, Jakarta Selatan itu nampak luas. Suasana sejuk sangat terasa setelah memasuki halaman rumah tersebut. Pasalnya, sebuah pohon besar menghiasi halaman rumah mantan pejabat di pemerintahan orde baru ini. Setelah memasuki ruangan di dalam rumah, ternyata tak hanya sejuk saja, suasana bertambah sunyi bak tak berpenghuni. Hari Minggu memang dimanfaatkan oleh sebagian besar keluarga Abeng yang menempati rumah itu untuk beristirahat. Tak terkecuali, bagi Emil Abeng.
Keseharian Emil sebagai presiden direktur sebuah grup perusahaan bernama Tason Holdings, memang cukup melelahkan. Terlebih lagi, banyak bidang yang kini digeluti oleh perusahaan tersebut. Pikiran Emil pun terbagi-bagi agar mampu mengembangkan perusahaan, dan pada akhirnya tidak tergilas akibat persaingan di dunia bisnis yang semakin ketat. Setelah menunggu beberapa lama di sebuah ruangan, sosok pria bertubuh gempal menghampiri Realita. Wajahnya menampakkan kelelahan. Kendati begitu, sifat ramahnya masih saja terlihat dari senyum di raut mukanya. Dialah Emil Abeng, pengusaha yang berumur relatif muda dan telah meraih pucuk pimpinan tertinggi dalam sebuah perusahaan besar.
Anak Mandiri. Dibesarkan di dalam keluarga yang liberal memang membentuk pribadi Emil. Sebagian besar usianya ternyata dihabiskan di negeri seberang. Ia lahir di Makasar, pada 20 Agustus 1969 dari pasangan Tanri Abeng (66) dan Farida Nasution (64). Emil merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Sedari kecil, Emil diajarkan untuk hidup mandiri. Tak heran, ketika ia tinggal di Amerika pada usia mudanya, Emil sama sekali tak mengalami kesulitan karena sudah dibekali dengan kemandirian yang ditularkan dari kedua orang tuanya. “Keluarga Tanri Abeng adalah keluarga yang profesional,” ujar Emil bangga.
“Umur tujuh tahun, saya sudah dibawa ke Amerika,” kenang Emil. Uniknya, di usianya yang masih kanak-kanak tersebut, ia sudah dititipkan ke orang tua angkat di Amerika karena sang ayah sibuk dengan pekerjaannya di negeri Paman Sam itu. Setelah setahun tinggal di Amerika, Emil pun ikut pindah ke Singapura seiring dengan kepindahan tugas sang ayah di negeri singa tersebut. Empat tahun, dihabiskan Emil di Singapura. Setelah itu, Emil kembali ke Indonesia dan melanjutkan pendidikan SMP-nya karena sang ayah juga berpindah tugas ke Pulau Bintan.
Merintis Perusahaan Keluarga. Setelah menamatkan pendidikan SMP, Emil ternyata dikirim kembali ke Florida, Amerika untuk melanjutkan SMA dan kuliah. Sehingga kemandirian sudah melekat dalam diri Emil. “Saya sudah belajar hidup mandiri di negeri orang,” aku pria yang lihai bermain gitar ini. Di Amerika, ia sudah belajar mencari penghasilan sendiri dengan memotong rumput halaman rumah orang lain atau mencuci mobil orang. Untuk jasanya tersebut, ia dibayar 15 dollar Amerika per minggu. Selepas lulus SMA, Emil melanjutkan pendidikan di kampus bekas sang ayah. “Kita nggak pernah meminta uang kepada orang tua, kita harus cari duit sendiri,” ujar Emil tentang masa mudanya.
Setelah menamatkan pendidikannya, Emil tak lantas mengurusi perusahaan sang ayah. Ia justru sempat melanglangbuana dengan bekerja di perusahaan lainnya untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman. Setelah puas bekerja di perusahaan lain sekaligus menimba ilmu, barulah ia memutuskan untuk mengembangkan perusahaan peninggalan sang ayah, PT Tason Putra Mandiri yang kemudian berkembang menjadi grup perusahaan bernama Tason (singkatan dari Tason and Sons) Holdings.
Berkat kerjasama Emil dengan sang adik pula, ia mampu membangun sebuah perusahaan keluarga dengan baik. “Yang tadinya kepemilikan keluarga di mana-mana, kita satukan kembali dalam sebuah grup perusahaan,” kenang Emil. Melalui sebuah perusahaan bernama Tason Holdings inilah, Emil mencoba untuk mengangkat bisnis dalam keluarga menjadi sebuah kesatuan. Sejak tahun 2004, Emil dan sang adik memegang kendali perusahaan Tason Holdings. Awalnya beberapa anak perusahaan merugi. Namun seiring berjalannya waktu dan kemampuan Emil beserta sang adik, perusahaan-perusahaan tersebut mampu meraup untung. Selain itu, para pemegang saham pun terkena cipratan keuntungan dengan mendapatkan deviden dari laba yang dihasilkan.
Pesatnya Kemajuan Perusahaan. Khusus untuk bidang energi, persaingan antar perusahaan memang diakui Emil terbilang sangat ketat. Kendati begitu, dalam kurun waktu 4 tahun, Emil dan Edwin telah mampu mengembangkan perusahaan dengan tetap bersaing dan memperoleh beberapa proyek di bidang energi yang sangat menguntungkan. “Kita punya dua power plan, proyek gas, proyek tambang selama 4 tahun, sedangkan perusahaan distribusi dan perkebunan baru mendapat untung sekitar puluhan tahun dikelola,” tutur Emil dengan bangga. “Ini berkat kinerja para anak-anak muda di dalam perusahaan,” lanjutnya singkat. Dari segi jumlah karyawan pun meningkat tajam, yang awalnya hanya kisaran 1000 karyawan, kini bertambah menjadi 2000 karyawan. “Padahal tren jumlah karyawan di perusahaan-perusahaan sekarang kan berkurang,” ujar pria yang hobi bermusik ini. “Kebanggan saya, Alhamdulillah kita masih bisa eksis dan mempekerjakan karyawan dalam jumlah yang cukup banyak meski kita perusahaan baru,” ungkap Emil.
Sebenarnya bibit perusahaan sudah ditanam oleh sang ayah, Tanri Abeng sejak puluhan tahun lalu. Namun, kala itu perusahaan-perusahaan tersebut masih belum dikelola secara profesional dan tersebar di tubuh perusahaan lain tanpa embel-embel perusahaan keluarga. “Kita bersyukur, bisa mengkonsolidasikan perusahaan-perusahaan itu menjadi satu kesatuan,” kilah Emil.
Kini, Emil menjabat sebagai seorang presiden direktur di Tason Holdings yang membawahi beberapa perusahaan. Sang adik, yakni Edwin Abeng ikut serta bersamanya di dalam perusahaan sebagai komisaris. Perusahaan-perusahaan tersebut bergerak di berbagai bidang, perkebunan, distribusi, dan energi. Meski perusahaannya merupakan perusahaan keluarga, Emil justru mengaku banyak menyerahkan kepengurusan manajemen perusahaan kepada para profesional muda.
Disokong Anak Muda. “Kebanyakan profesional yang kita pakai itu di bawah umur 40 tahun,” aku Emil. Kendati banyak yang berusia muda, ia mengaku bahwa pengalaman yang mereka miliki cukuplah mumpuni untuk berkarya di perusahaan. “Bukannya kita sombong dengan banyak yang muda, tapi mereka memiliki kemampuan dan pengalaman,” ujar Emil. Dengan begitu pula, konflik keluarga dalam tubuh perusahaan dapat dihindarkan. “Karena 90 persen diserahkan kepada para profesional muda,” kata Emil.
Walaupun Emil mengaku bahwa perusahaan yang dipimpinnya merupakan perusahaan baru yang diisi dengan para profesional muda, tapi ia yakin ke depannya akan mampu berkembang pesat dengan didukung para profesional muda yang berkompeten. “Di Singapura dan Malaysia saja, banyak CEO yang di bawah 40 tahun,” ujarnya. “Kita harus banyak memberikan kesempatan bagi orang-orang muda,” lanjut Emil dengan bersemangat.
Kendati disibukkan dengan aktivitasnya mengurusi perusahaan, Emil tetap saja mampu meluangkan waktu bersama keluarga. Bahkan keluarga bagi Emil, merupakan hal terpenting dalam kemajuan karir dan bisnisnya. Waktu luang bersama istri, Raya Suklina (37) dan kedua anaknya, yakni Nabila (11), Dina (10) selalu menjadi prioritas utama bagi Emil. “Saya tidak kuat bila terlalu lama jauh dengan anak-anak,” ungkap Emil.
Karir dan bisnis Emil memang terbilang cukup sukses. Kendati begitu, ia tak berhenti sampai di situ saja. Masih banyak target-target bisnis tertentu yang ingin dicapainya. Sehingga pada akhirnya akan membantu sekitar 2000 karyawan yang ditanggungnya. “Kesuksesan saya bukan karena saya sendiri, tapi karena tim,” tutur Emil. “Tapi kegagalan yang saya alami, adalah karena kegagalan saya sebagai pemimpin,” ujar Emil sembari menutup pembicaraan. Fajar
Side Bar 1…
Mampu Bangkit dari Keterpurukan Akibat Narkoba
Perjalanan hidup dan karir Emil Abeng ternyata tak semudah membalikkan tangan. Kegemarannya bermain musik di sebuah band menjadi pintu awal perkenalannya dengan narkoba. “Padahal bukan karena saya bermusik, saya jadi mengenal narkoba,” ujar Emil singkat. Saat itu, ia juga mengaku bahwa ia hanya sekadar coba-coba merasakan narkoba. Perkenalan dengan narkoba pada tahun 2004 itulah yang kemudian menjerumuskan Emil menjalani hukuman penjara. “Saya beruntung, saya baru coba-coba,” ungkap Emil. Selama sekitar 3 bulan, Emil harus merasakan dinginnya tinggal di dalam bui LP Cipinang. “Hikmahnya ya nggak enak tinggal di dalam penjara,” canda Emil sembari tertawa lebar.
Merasakan hukuman penjara, memberikan banyak pelajaran hidup bagi Emil. Salah satunya adalah menganggap bahwa hidup sangatlah berharga dan jangan sampai disia-siakan begitu saja. Caranya untuk menghargai hidup adalah dengan berkarya dan memberikan manfaat bagi banyak orang. Tak terkecuali dengan memimpin sebuah grup perusahaan yang mampu menghidupi hajat orang banyak, yakni para karyawannya. “Saya tak hanya bertanggung jawab terhadap karyawan saja, melainkan anggota keluarga mereka,” tutur Emil.
Sempat terjerumusnya Emil dalam lubang hitam pun, memberikan pelajaran kepada Emil betapa keluarga sangat menyayangi dirinya. “Keluarga tetap mendukung dan sayang kepada saya,” ujar Emil. Kini, perkenalannya dengan narkoba dianggap sebagai masa lalu yang merupakan bagian dari hidup yang harus dialaminya. “Hikmahnya adalah saya jadi lebih cinta keluarga saya,” ujar Emil. Fajar
No comments:
Post a Comment