Thursday, March 25, 2010

Kartini Fahmi Idris, Istri Menteri Perindustrian Fahmi Idris

Istri Pejabat yang Menghabiskan Waktunya untuk Menolong Sesama

Terjun langsung mengemasi barang-barang sumbangan sudah menjadi kegiatan rutin Kartini Fahmi Idris saat ini. Meski istri seorang menteri, tidak lantas membuat Kartini canggung untuk berbaur dengan masyarakat miskin. Di usianya yang memasuki kepala enam, Kartini justru lebih memperbanyak aktivitas sosialnya. Kini, beberapa yayasan tengah dipimpinnya. Lalu apa sebenarnya motivasi Kartini Fahmi Idris untuk aktif di berbagai kegiatan sosial?

.Kerjalah untuk kebahagiaan beribu-ribu orang…

.bekerjalah untuk kepentingan yang abadi….

Dua penggal kalimat yang diambil dari surat Raden Ajeng Kartini kepada Ny Van Kol di Belanda pada 21 Juli 1902 rupanya menjadi pendorong bagi Kartini-Kartini masa kini untuk lebih berkarya lagi. Tak terkecuali bagi Kartini Fahmi Idris, istri dari Menteri Perindustrian, Fahmi Idris. Memiliki nama yang sama dengan pejuang emansipasi wanita tempo dulu ternyata juga dapat memberikan dorongan atau motivasi tersendiri bagi wanita berkerudung ini. Penggalan kalimat dari surat RA Kartini tersebut sepertinya mampu menggambarkan apa yang kini tengah dilakukan oleh Kartini Fahmi Idris.

Kartini tak akan pernah mati. Ungkapan tersebut ada betulnya juga. Pasalnya, selain karena banyaknya wanita yang mampu mencapai pucuk pimpinan di berbagai organisasi bahkan Indonesia pun pernah memiliki presiden wanita, ada juga sosok wanita yang memiliki jiwa Kartini. Adalah Kartini Fahmi Idris yang juga memiliki jiwa yang sama dengan RA Kartini, yakni jiwa peduli terhadap sesama. Jika dahulu Kartini memperjuangkan hak wanita agar sama posisinya dengan kaum pria, maka berbeda halnya dengan Kartini Fahmi Idris. Ia tidak hanya memperjuangkan hak wanita saja, tapi juga membantu masyarakat kurang mampu melalui beberapa yayasan sosial yang ia pimpin.

Berawal dari Pengajian. Selasa (17/4) sore itu menjadi kesempatan Realita untuk bertemu dengan Kartini Fahmi Idris. Di sela-sela kesibukannya mengurusi yayasan, Kartini Fahmi Idris ternyata dapat meluangkan waktu untuk bertemu dengan Realita. Pada petang hari beberapa waktu lalu, langit Jakarta semakin gelap. Penatnya sinar matahari pun digantikan dengan lembutnya sinar rembulan. Kelembutan sinar rembulan yang memancar di langit Jakarta juga dimiliki oleh wanita yang satu ini. Kelembutannya dalam menggalang kegiatan sosial kini mampu membantu ratusan orang yang kurang mampu. Aura keibuan juga terpancar ketika Realita berhasil bertemu dengan Kartini Fahmi Idris di kediamannya di bilangan Mampang, Jakarta Selatan. Dengan kerudung putih yang dikenakannya, Kartini tampak seperti ibu rumah tangga biasa pada umumnya. Namun di balik penampilannya tersebut, Kartini menyimpan banyak pengalaman dalam bergelut di bidang sosial. Mulai dari korban bencana tsunami Aceh dan Pangandaran hingga bencana banjir yang melanda Jakarta beberapa waktu lalu, telah ia datangi hanya untuk menunjukkan kepedulian sosial yang ia miliki. Di kediamannya yang asri, Kartini pun memulai ceritanya kepada Realita tentang awal mula ia bergelut di bidang sosial.

Kartini Fahmi Idris mengaku ia tidak mendadak bergelut dalam melakukan kegiatan sosial, hanya setelah ia menjadi istri pejabat. Dan ini bisa dimengerti, karena Ibu dua anak ini dibesarkan dari keluarga yang memiliki jiwa sosial yang tinggi. Sehingga, semenjak kecil, ia diajarkan untuk selalu saling berbagi dengan masyarakat kurang mampu. “Saya memang sangat senang untuk bersama-sama melakukan kegiatan yang sifatnya sosial,” aku Kartini. Tak pelak, kebiasaan tersebut berlanjut hingga saat ini. Bahkan kepedulian sosialnya terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Meski begitu, Kartini mulai fokus untuk giat dalam kegiatan sosial sejak tahun 1989, yakni ketika ia mendirikan kelompok pengajian Istiqomah. Pengajian tersebut beranggotakan sekitar 30 orang yang merupakan rekan-rekan Kartini. Diakui Kartini, selain memang sebagai kelompok ibadah, kelompok pengajian Istiqomah yang rutin mengadakan pengajian seminggu sekali ini juga dijadikan sebagai sarana untuk bersosialisasi antar anggotanya. Kemudian timbullah pemikiran dari Kartini yang menginginkan Istiqomah tidak hanya sekadar sarana untuk beribadah saja, tapi sekaligus sebagai ladang amal bagi para anggotanya. Berawal dari pemikiran itulah, akhirnya Kartini bersama anggota-anggota Istiqomah lainnya giat melakukan aksi sosial di berbagai bidang.

Miliki Dua Desa Binaan. Selain rutin memberikan bantuan sembako pada saat bulan Ramadhan dan hewan kurban pada Idul Adha, kelompok pengajian Istiqomah juga memiliki dua desa binaan yang menjadi sasaran berbagai macam kegiatan dari Istiqomah. “Kami memiliki dua desa binaan, yakni Desa Sempora dan Desa Curug di Cimanggis,” ujar Kartini. Kedua desa yang diakui Kartini sebagai desa minus tersebut menjadi desa binaan sejak tujuh tahun yang lalu. Dengan serba ketertinggalan yang dimilikinya, Kartini beserta anggota Istiqomah lainnya merasa harus berbuat sesuatu terhadap kedua desa tersebut. Secara rutin, Kartini melalui kelompok pengajian Istiqomah memberikan bantuan sembako dan bantuan lainnya setiap bulan Ramadhan tiba. Selain itu, Pengajian Istiqomah juga membeli sebidang tanah di dua desa tersebut untuk dibangun menjadi gedung serbaguna. “Di gedung itu kita mengadakan pengajian bagi warga desa,” ungkap Kartini yang juga menjabat sebagai ketua Kelompok pengajian Istiqomah ini. Untuk biaya pembangunan dua gedung serbaguna di kedua desa tersebut, Kartini harus merogoh kocek sekitar Rp 100 juta. Dana itu berasal dari kocek pribadi dan patungan dari para anggotanya.

Aksi sosial Kartini kemudian berlanjut. Masih berada di dua desa di wilayah Cimanggis, Istiqomah lalu mengadakan kursus Bahasa Inggris dan Matematika bagi anak-anak SD dan SMP. Dua mata pelajaran tersebut sengaja diberikan pengajaran ekstra karena di dua desa itu, Bahasa Inggris dan Matematikalah yang sulit untuk dimengerti bagi anak-anak SD dan SMP. Tak hanya itu, anak-anak sekolah di dua desa itu juga rencananya akan diperkenalkan dengan komputer sebagai salah satu kegiatan di luar pelajaran sekolah selain kegiatan pencak silat yang sudah ada. Di samping pengajaran tiga bidang yang bersifat gratis, anak-anak SD sampai SMU dari dua desa tersebut diberikan bantuan pendidikan setiap bulannya. Setiap anak mendapatkan bantuan pendidikan sebesar Rp 100 ribu per bulan. Hingga saat ini, 180 anak telah merasakan bantuan pendidikan tersebut. Total dana yang harus dikeluarkan oleh Istiqomah setiap bulan, seperti yang diakui Kartini berkisar Rp 5 juta. Biaya tersebut dipergunakan untuk membiayai kursus, bantuan pendidikan serta kegiatan pengajian. “Bapak (Fahmi Idris-Red) juga ikut menjadi donator utama menyumbang Rp 3 juta, tinggal kita yang mencari sisanya Rp 2 juta,” tutur nenek dari 5 cucu ini. Dalam hal pengumpulan dana dari para anggota kelompok pengajian Istiqomah, Kartini mengaku mereka hanya menyumbang dana secara sukarela. “Tidak ada semacam iuran tiap bulannya,” kilah Kartini yang menganggap beramal itu adalah sebuah pilihan.

Forum Keluarga Visi 21. Dalam perjalanan waktu, Istiqomah kemudian berkembang baik dari segi komunitasnya maupun ragam kegiatannya. Salah satu kegiatan yang merupakan hasil pemikiran dari para anggotanya adalah dengan terbentuknya Forum Keluarga Visi 21 pada tahun 2000. Angka 21 yang dipakai pada nama tersebut memiliki arti abad 21. “Latar belakang kita mendirikan forum itu adalah, adanya permasalahan yang dialami oleh anak muda sekarang,” jelas Kartini. Kekhawatiran wanita lulusan Psikologi Universitas Indonesia ini timbul ketika ia melihat adanya gaya hidup pergaulan bebas di antara anak-anak muda khususnya pada jenjang universitas. Kegiatan dari forum tersebut adalah dengan memberikan penyuluhan kepada para mahasiswa tentang pergaulan yang baik dan benar. “Kita sering berkunjung ke kampus-kampus,” kenang Kartini.

Kegiatan penyuluhan itu ternyata harus dilakukan dengan susah payah. “Banyak yang nggak mau ikut, padahal kita tidak memungut biaya,” Ungkap Kartini. Namun demikian, Kartini tetaplah berusaha untuk mengadakan penyuluhan agar permasalahan sosial yang kini banyak terjadi di masyarakat dapat berkurang. “Saya tidak memikirkan efektif atau tidak, yang penting kami berusaha untuk memberikan arah positif bagi mereka,” ujar wanita berkacamata ini. Tidak hanya penyuluhan bagi kaum muda yang belum menikah, Kartini juga seringkali mengadakan penyuluhan bagi pasangan yang sudah menikah. Hal tersebut dilakukannya untuk memberikan solusi kepada pasangan-pasangan tersebut terhadap masalah yang biasa dihadapi oleh keluarga Indonesia. Di dalam penyuluhan itu, Kartini mengajak serta pemuka agama dan psikolog untuk memberikan materi kepada para anggotanya. Setelah kegiatan mampu menyelesaikan pelatihan dan penyuluhan pada Forum Keluarga Visi 21, para pesertanya akan diberikan sertifikat. Kemudian para alumnus tersebut kerap mengadakan kajian tentang keluarga dan permasalahannya sebulan sekali. Kegiatan Forum Keluarga Visi 21 ini diilhami dari Negara tetangga, Malaysia. “Kalau di negara Malaysia, bagi pasangan yang berencana menikah akan diberikan pelatihan selama enam bulan,” tutur Kartini. Dengan meniru apa yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia, Kartini mencoba untuk memberikan pendidikan dan pelatihan terhadap pasangan belum menikah agar mendapatkan pengetahuan yang cukup dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Bedanya, bila di Malaysia calon peserta harus membayar biaya 500 dolar Singapura, Kartini justru tidak memungut biaya sama sekali.

Yayasan Hasan Basri. Selain menjadi ketua kelompok pengajian Istiqomah, Kartini juga tengah memimpin sebuah yayasan yang merupakan sebuah penghargaan bagi sang ayah tercinta dan diberi nama sesuai dengan nama sang ayah, yakni Yayasan Hasan Basri. Yayasan tersebut didirikan pada tahun 2003 oleh Kartini Fahmi Idris beserta anggota keluarga Hasan Basri lainnya. Berbagai fasilitas dan kegiatan sosial diadakan oleh yayasan yang berkantor di daerah Muaratewa, Kalimantan Tengah ini. Kecamatan Muaratewa dipilih karena (alm.) Hasan Basri sendiri terlahir di daerah tersebut. Kartini menyediakan poliklinik Siti Fatimah (nama ibu kandung Hasan Basri-Red) yang memberikan segala macam pengobatan gratis. Selain itu, Yayasan Hasan Basri juga memberikan bantuan kesejahteraan bagi masyarakat kurang mampu dan anak-anaknya. Untuk anak-anak yang masih bersekolah, mereka diberikan bantuan setiap orangnya sebesar Rp 100.000 per bulan. Dana yang dipergunakan berasal dari Kartini dan anggota keluarga lainnya. Mereka secara kolektif mengumpulkan uang hanya untuk diberikan kepada yang berhak. Kartini juga memberikan makan siang gratis bagi anak-anak panti asuhan rutin setiap hari jumat. Melalui yayasan Hasan Basri pula, Kartini kerap memberikan beasiswa bagi anak-anak terpilih untuk dapat melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Saat ini, ada 40 anak yang diberikan kesempatan untuk dapat merasakan pendidikan perkuliahan. Salah satu universitas tempat mereka mengikuti kuliah adalah Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah (UIN).

Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB). Selain dua organisasi yang dipimpin oleh Kartini tersebut, ia juga ikut aktif di dalam organisasi SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu). Awalnya didirikan oleh Ibu Negara, Ani Yudhoyono. Kartini sendiri menjabat sebagai koordinator bidang sosial. Tak heran, ia lebih banyak bergelut dengan aksi-aksi sosial yang dilakukan oleh SIKIB. Perkumpulan istri-istri menteri Kabinet Indonesia Bersatu ini didirikan tepat dua hari setelah bencana tsunami melanda Aceh. Setelah terjadinya bencana yang meluluhlantakkan kota serambi Mekkah tersebut, Ani Yudhoyono memutuskan untuk mendirikan SIKIB agar dapat memberikan berbagai macam bantuan ke Aceh. Sejak saat itulah, SIKIB berjalan dan banyak memberikan bantuan ke beberapa lokasi bencana hingga sekarang. Selain Aceh, daerah Pangandaran juga telah merasakan bantuan yang diberikan oleh SIKIB. “Kita memberikan bantuan sembako dan pakaian ke Pangandaran,” kenang anak ketiga dari 4 bersaudara ini. Selain Pangandaran dan Aceh, beberapa waktu lalu SIKIB juga memberikan banyak bantuan bagi korban banjir di wilayah ibukota. Dana yang dipergunakan berasal dari hasil kumpulan para istri menteri dan sumbangan dari pihak luar. “Waktu bencana banjir itu, kami menerima Rp 500 juta dari Singapura dan Rp 250 juta hasil dari patungan istri-istri menteri,” tutur Kartini yang mengaku selalu menyisihkan 10% dari pendapatannya untuk beramal ini. Dana tersebut digunakan untuk membeli berbagai paket bantuan yang isinya adalah buku-buku, seragam sekolah bagi anak-anak korban banjir. Kartini tidak segan-segan untuk terjun langsung membuat paket-paket bantuan tersebut. “Saya ikutan bikin juga,” ungkap Kartini. Kegiatan terakhir yang dilakukan adalah kunjungan ke daerah Bekasi bersama istri dari MS Kaban. Waktu itu Kartini mengunjungi sekolah-sekolah di Bekasi yang terkena banjir. Kartini juga mengajak serta artis-artis ibukota dalam kunjungan tersebut. Fajar

Side bar 1

Diberi Nama Kartini Agar Meniru Sikap Kartini.

Kartini Fahmi Idris terlahir dari pasangan Hasan Basri dan Nurhani. Kartini merupakan anak perempuan satu-satunya, ketiga saudara kandung lainnya adalah laki-laki. Ia lahir pada 20 April 1947, sehari sebelum hari Kartini biasanya dirayakan. Meski tidak lahir bertepatan dengan Hari kartini, orang tuanya tetap memberi nama Kartini dengan harapan ia dapat meniru sikap Kartini di masa lampau. Tak percuma kedua orang tuanya memberi nama Kartini. Pasalnya, kini Kartini mampu meneruskan cita-cita dan jiwa Kartini sesungguhnya melalui beberapa yayasan yang dipimpinnya. Sebenarnya, Kartini merupakan seorang psikolog. Ia mengambil studi psikologi di Universitas Indonesia. Tidak lama setelah menamatkan studinya, Kartini menikah dengan Fahmi Idris dan dianugerahi dua anak perempuan, Fahira (lahir 20 Maret 1968) dan Fahriva (lahir 11 Oktober 1972). Dari dua anaknya tersebut, Kartini juga mendapatkan 5 cucu yang kerap mengunjunginya setiap akhir pekan.

Kartini kecil dididik dengan ajaran agama yang cukup kuat, terutama dari sang ayah, Hasan Basri. Mantan ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) itu juga mengajarkan kepada Kartini tentang bagaimana berbagi terhadap sesama. Ibundanya, Nurhani merupakan seorang aktivis pergerakan. Tak heran, kini Kartini getol melakukan aksi sosial sebagai hasil didikan kedua orang tuanya. Beruntung Kartini mendapatkan suami seperti Fahmi Idris. Pasalnya, sang suami ikut mendukung segala bentuk kegiatan yang dilakukan Kartini. “Bapak (Fahmi Idris-Red) juga punya banyak anak asuh,” aku psikolog yang sempat bertugas di RSCM ini. Ternyata tak hanya Kartini saja yang melakukan aksi sosial. Fahmi Idris pun memiliki jiwa yang tak berbeda jauh dengan sang istri.

Pasangan Kartini dan Fahmi Idris juga ikut mendidik kedua anaknya dengan jiwa dan didikan sosial. Sehingga kedua putrinya juga tak berbeda jauh dengan apa yang dilakukan oleh Kartini. “Fahira itu juga aksi sosialnya banyak,” tutur Kartini. “Saya mendidik anak dengan memberikan contoh-contoh,” lanjut pemilik nama lengkap Kartini Merdeka ini. Meski disibukkan dengan berbagai acara sosial, Kartini tetap saja dapat meluangkan waktu bersama keluarga. Hampir setiap akhir pekan, Kartini selalu saja dikunjungi oleh kedua puteri dan kelima cucunya. Tak pelak, suasana rumah pun menjadi ramai dengan anak-anak. Itulah yang kini membuat hati Kartini selalu berbahagia menatap sisa hidupnya. Selain berkumpul dengan keluarga, Kartini pun dapat meluangkan waktunya untuk menyalurkan hobi. Hobi yang paling disukainya adalah berkebun. Saat ini, kartini memiliki lahan kebun di taman Cibodas seluas satu hektar. Lahan tersebut ditanami oleh berbagai macam tanaman. Sebulan sekali, ia selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi kebunnya tersebut. Berbagai kegiatan itulah yang menggambarkan Kartini sebagai sosok ‘Kartini’ yang berjiwa sosial.

Side Bar 2

Sakit Punggungnya Sembuh Gara-gara Sering Melakukan Kunjungan Sosial

Banyaknya kegiatan sosial yang dilakukan Kartini memang cukup menguras tenaga dan waktunya. Namun, ternyata ada pengalaman unik yang pernah dialami oleh wanita setengah baya ini. Seharusnya, dengan usianya yang sudah menginjak 60 tahun, Kartini sudah tidak mampu lagi untuk mengikuti banyak kegiatan. Terlebih lagi kegiatan kunjungan ke luar kota yang membutuhkan stamina dan kesehatan yang kuat. Tetapi, Kartini mampu melakukannya dengan baik. Bahkan untuk mengunjungi daerah-daerah bencana, Kartini masih memiliki sisa kekuatan di usia senjanya, kekuatan untuk membantu orang lain yang membutuhkan.

Dengan melakukan aksi sosial dan berbagai kegiatan sosial lainnya, Kartini bukanlah merasa kehabisan tenaga. Namun, justru sebaliknya, penyakit sakit punggung yang dideritanya selama beberapa tahun dapat sembuh total tanpa harus berobat ke dokter. “Saya merasa punggung saya tidak sakit lagi,” ungkap Kartini. Sakit punggungnya tersebut diderita sejak awal tahun 2000. Akan tetapi, lambat laun ia tidak pernah lagi merasakan sakit pada punggungnya seiring dengan banyaknya kegiatan yang ia lakukan. “Dulu saya tidak bisa duduk atau berdiri lama-lama,” kenang Kartini. Setiap kali duduk atau berdiri lama, Kartini merasakan sakit yang sangat luar biasa pada punggungnya. Alhasil, jika sakit sudah terasa Kartini hanya dapat tidur dan beristirahat untuk menghilangkan rasa sakitnya tersebut. Sebab musabab sakit pada punggungnya itu karena Kartini pernah terkilir di bagian punggungnya. “Dulu seperti terpelintir gitu,” ujar Kartini yang menyisihkan sebagian uang pada ulang tahunnya untuk yayasan.

Seiring dengan berjalannya waktu dan banyaknya kegiatan yang digeluti Kartini, sakit di punggungnya semakin lama semakin berkurang. Hingga kini, sakitnya itu sudah tidak kambuh lagi. Padahal Kartini kerap duduk atau berdiri lama bila tengah melakukan kunjungan ataupun memberikan bantuan kepada pihak yang membutuhkan. “Mungkin karena banyak bergerak dan hati pun ikut senang pada saat memberikan bantuan,” tutur Kartini. Sembuhnya penyakit tersebut dianggapnya sebagai berkah, berkah atas segala bentuk pengorbanan dan jiwa sosial yang telah ia lakukan. Fajar

Side Bar 2

Sempat Memberikan Penyuluhan Bagi Tenaga Kerja di Hongkong

Ketika Fahmi Idris masih menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kartini juga getol melakukan aksi sosial. Bedanya, ia lebih fokus terhadap kondisi tenaga kerja Indonesia khususnya tenaga kerja wanita yang berada di perantauan. Untuk itu, Kartini mendirikan Forum Peningkatan Martabat Tenaga Kerja. “Waktu itu pemikirannya, tenaga kerja harus dibekali dengan pengetahuan dan penyuluhan yang bermanfaat,” ujar Kartini. Kala itu, Kartini melihat kondisi yang dialami oleh Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang kurang baik. TKW di Hongkong diakui Kartini memiliki penghasilan yang cukup besar. Akibatnya gaya hidup mereka pun semakin berlebihan. Tak hanya itu, dia juga melihat bahwa ada banyak penyimpangan yang dilakukan oleh TKW di negeri seberang khususnya Hongkong. Salah satunya adalah terjadinya hubungan sesama jenis. “Kita buat penyuluhan bagaimana menggunakan uang penghasilan mereka dengan benar,” ujar kartini.

Melalui penyuluhan itu pula, Kartini ingin menyadarkan para TKW tersebut tentang tujuan awal mereka bekerja di luar negeri. Kartini juga mengajari para TKW itu bagaimana mengatur uang hasil mereka bekerja. Selain itu, untuk menjaga keamanan para TKW tersebut bekerja, Kartini beserta anggota forum mengajarkan pelatihan bela diri. “Kita mendatangkan perguruan Bangau Putih dari Bogor,” ujar Kartini. Seperti diakui Kartini, para TKW ini diberikan pelatihan bela diri 4 jurus dasar untuk mencegah kejadian yang tidak diinginkan selama bekerja di luar negeri. Segala macam bentuk pelatihan dan penyuluhan tersebut dilakukan di salah satu taman di Hongkong. Taman itu biasanya memang digunakan oleh para TKW untuk sekadar berkumpul dan bercengkerama dengan TKW lainnya. Tak ketinggalan, Kartini juga mengirimkan psikolog dan pemuka agama ke Hongkong untuk mengajarkan bagaimana melakukan ibadah di sela-sela pekerjaan mereka.

Setelah sang suami tak lagi menjabat sebagai menakertrans, Kartini tidak mengurusi Forum tersebut. Meski begitu, Kartini tetap memantau kegiatan Forum itu. Kini, setelah Fahmi Idris menjabat sebagai Menteri Perindustrian, Kartini menjabat sebagai ketua Yayasan Perempuan Peduli Bangsa. “Kita mengajarkan tentang bagaimana menjadi seorang perempuan dan ibu yang baik,” tutur wanita yang memiliki hobi membaca buku ini. Kartini sendiri baru diangkat pada tahun ini. Ia akan menjabat sebagai ketua selama kurun waktu lima tahun ke depan. Sedangkan Yayasan Perempuan Peduli Bangsa sudah berdiri sejak 5 tahun yang lalu. Fajar

No comments: