Wednesday, May 12, 2010

Nurita Mohammed, Presiden Direktur Oxygen Communications

Mendapatkan Keseimbangan Hidup Melalui Berbagi dengan Anak Yatim

Bagi Nurita, menyisihkan sebagian hartanya untuk anak-anak yatim dan janda-janda miskin mampu menimbulkan perasaan bahagia di hati dan keseimbangan dalam hidupnya. Inilah yang membuat dirinya tak segan-segan mengulurkan tangan hanya untuk meringankan beban hidup sesama. Lalu apa saja yang dilakukan oleh ibu tiga anak ini dalam menerapkan jiwa sosial yang dimilikinya?

Rumah itu memang terlihat cukup besar. Namun, seperti halnya rumah-rumah lain di sekitarnya, rumah tersebut nampak sepi. Hanya ada seorang petugas satpam yang berjaga di dekat pagar rumah. Saat Realita memasuki rumah, ternyata si empunya rumah yang hendak ditemui, belum berada di rumahnya. Tak ayal, Realita harus menunggu di salah satu ruangan di dalam rumah. Tak lama kemudian sebuah mobil sedan masuk ke dalam garasi di dalam rumah. Seorang wanita berambut sebahu keluar dari pintu mobil dan langsung menghampiri Realita. Dengan senyum yang tersungging di wajahnya, ia menyapa dengan ramah. Wanita yang bernama lengkap Nurita Mohammed ini langsung duduk santai dan memulai perbincangan pada Jumat (24/8) sore yang cerah itu.

Sebagai seorang pengusaha, Ita-panggilan akrab Nurita-memang dapat dibilang cukup sukses. Terbukti dari beberapa bidang bisnis yang kini dilakoninya. Meski terbilang sukses, tak dinyana Ita tidak melupakan kewajibannya untuk berbagi terhadap sesama. Kebiasaan untuk berbagi terhadap sesama tersebut ternyata berasal dari didikan orang tuanya. Didikan itulah yang membentuk kepribadian dan sifat Ita saat ini.

Ita sendiri merupakan anak ketiga dari lima bersaudara pasangan (alm) H. AR. Effendi dan Hj. Ida Saodah (67). Ia lahir di Jakarta pada 21 Maret 1967. Meski lahir di Jakarta, Ita juga ternyata memiliki darah Sunda dari ibundanya yang merupakan mojang Kuningan, Jawa Barat. Ita kecil dibesarkan di ibukota Jakarta, tepatnya di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Ia tumbuh seperti anak-anak perempuan lainnya yang tinggal di kota besar. Ita bersekolah di SD dan SMP Negeri yang letaknya tak jauh dari rumah. Selepas menamatkan pendidikan SMP, Ita kemudian melanjutkan pendidikannya di SMA YMIK, Manggarai Selatan, Jakarta.

Sukses Merintis Usaha. Setelah menyelesaikan bangku sekolahnya, Ita sempat bingung hendak melanjutkan pendidikannya kemana. Namun, akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan ke Akademi Sekretaris di Jakarta. Tak puas dengan pendidikannya, ia lalu memilih untuk mempelajari Business Management di salah satu universitas di Inggris. Sekembalinya ke tanah air tahun 1998, Ita lalu merintis usaha di bidang advertisement dan public relations dengan mendirikan Oxygen Communications bersama dengan seorang pria yang saat ini menjadi suaminya, yakni Saleem Mohammed (54). Kini, setelah 8 tahun berdiri, perusahaannya tersebut mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Meski begitu, diakui Ita, dalam dua tahun terakhir ini bisnis yang digelutinya tersebut mengalami penurunan. “Ya bidang bisnis lain juga mengalami penurunan,” kilah wanita yang menyukai masakan India ini.

Tak hanya mengelola Oxygen, Ita juga ternyata memiliki bisnis lainnya yang masih berukuran kecil. Ia kerap memproduksi tas-tas wanita dan menjualnya di salah satu toko miliknya di Tanah Abang. Meski begitu, diakui Ita, bisnisnya tersebut masih berjalan stagnan. Pasalnya, bisnis tas wanita itu hanya akan laku terjual dan mampu meraup untung banyak bila menjelang lebaran. “Di hari lain, lakunya cuma sedikit,” aku Ita. Meski demikian, ia bertekad akan tetap melanjutkan bisnis tersebut karena mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.

Pengajian Bulanan. Sukses dalam merintis usaha, tak membuat Ita melupakan nasib orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Tak heran, ia selalu berusaha untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk dibagikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Salah satu caranya adalah dengan mengadakan pengajian di rumahnya sebulan sekali. “Pengajian itu biasanya diikuti oleh ibu-ibu dan janda-janda miskin,” aku Ita. Dalam kesempatan pengajian yang sudah diadakan sejak tiga tahun yang lalu itu, Ita selalu menyediakan keperluan pengajian berupa konsumsi makanan dan minuman beserta transportasi para anggota pengajian. Selain itu, ia selalu memberikan angpaw bagi setiap anggota pengajian setelah menyelesaikan pengajian. Uniknya, ia selalu menyewa dua bus metromini untuk mengangkut para anggota pengajian dari rumah mereka masing-masing menuju rumah Ita.

Tak hanya itu saja, bila menjelang bulan Ramadhan dan Lebaran tiba, istri dari pria berkewarganegaraan Inggris tersebut juga kerap membagikan baju muslimah bagi para anggota pengajian. “Ya hitung-hitung memberikan mereka baju lebaran,” ujarnya sembari tersenyum bahagia. Tak puas dengan hanya memberikan baju muslimah saja, Ita juga memberikan bingkisan Lebaran yang berisikan berbagai macam kebutuhan rumah tangga. “Saya juga yang ikut membungkus paket itu,” kenang Ita. Paket-paket lebaran tersebut kemudian dibagikan kepada sekitar 50 orang anggota pengajian yang sering mengikuti pengajian dzikir ala Ita.

Para anggota pengajian itu sendiri kebanyakan memang menyandang status janda yang hidupnya serba kekurangan. Ita menjaring para ibu-ibu tersebut dari lingkungan sekitar rumah sang ibu di daerah Pasar Minggu. “Ibu saya yang menggagas ide itu,” ujar Ita. Dari sang ibu pulalah, Ita didorong untuk lebih banyak berkecimpung di dalam kegiatan sosial. Bahkan ada suatu kebiasaan dalam keluarganya yang mengharuskan seluruh anggota keluarga menyisihkan sebagian pendapatannya untuk dikumpulkan dan kemudian diberikan kepada warga kurang mampu. “Jadi kita sekeluarga tuh selalu menyisihkan uang buat dibagikan kepada orang kurang mampu,” tutur Ita. Kebiasaan tersebut dilakukan Ita sekeluarga sejak ia masih kecil dan masih dilakukan hingga saat ini.

Beasiswa Pendidikan. Selain aktif berbagi melalui pengajian yang kerap ia adakan sebulan sekali, Ita juga memberikan beasiswa kepada anak-anak dari para ibu dan janda miskin yang menjadi anggota pengajiannya. “Saya membiayai iuran sekolah dari anak-anak yang berprestasi,” ungkap Ita. Puluhan anak-anak tersebut secara rutin dibiayai sekolahnya. Setiap bulan, Ita merogoh koceknya lebih dari Rp 10 juta untuk membiayai anak-anak tersebut. Sedangkan untuk pengajian, Ita mengeluarkan uang sekitar Rp 3 juta setiap kali diadakan pengajian. Biaya-biaya tersebut digunakan untuk biaya konsumsi, transportasi, dan sumbangan bagi masing-masing anggota pengajian.

Memiliki kepedulian sosial yang tinggi memang diakui Ita berasal dari didikan orang tua di waktu ia masih kanak-kanak. “Jangan pernah merasa miskin dan takut miskin,” ujar Ita sembari menirukan omongan kedua orang tuanya tersebut. Dari kalimat sederhana namun bermakna itulah, ia tidak pernah takut akan kehilangan hartanya bila ia banyak memberi terhadap sesama. Sebaliknya, Ita percaya bahwa semakin banyak ia memberi, maka semakin banyak pula rezeki yang akan diberikan oleh Tuhan. “Saya percaya Tuhan akan melipatgandakan rezeki saya,” tegasnya.

Bahagia Bila Orang Lain Bahagia. Didikan orang tua terhadap dirinya ternyata ia tularkan kembali kepada ketiga anaknya saat ini. Pernikahan Ita dengan Saleem Mohammed sendiri menghadirkan tiga buah hati, yakni Jason (17), Dhea (9) dan Rene’ (3). Ketiganya kini tengah mengenyam pendidikan di kota Birmingham, Inggris. Keputusan untuk bersekolah di Inggris memang merupakan kemauan dari masing-masing anak. Tak pelak, Ita tak mampu mencegah keinginan dari tiga buah hatinya tersebut. Alhasil, Ita pun harus selalu setia mendampingi ketiga anaknya itu. “Saya memang akan tinggal di Inggris,” aku Ita. “Saya hanya akan menjadi ibu rumah tangga saja di sana (Inggris, red),” lanjutnya. Meski demikian, beberapa bisnisnya yang berada di Jakarta akan tetap dilanjutkannya walaupun jarak jauh. Bahkan untuk menyalurkan kepedulian sosial yang dimilikinya, Ita bertekad untuk tetap melakukannya meski sudah tinggal di Inggris. Baginya memberi terhadap sesama menimbulkan kepuasan tersendiri.

Selain itu, berbagi terhadap sesama yang kurang beruntung, menurut Ita, akan menimbulkan keseimbangan dalam hidup. “Keseimbangan dalam keluarga, karir, dan sosial,” tuturnya. Menurut Ita, semua manusia justru menginginkan keseimbangan dalam hidupnya. Keseimbangan tersebut diraih melalu kegiatan sosial yang dilakukan. “Melihat orang bahagia, saya juga bahagia,” ujarnya menutup pembicaraan. Fajar

Side Bar 1…

Menularkan Kepedulian Sosial Terhadap Anak Buah di Kantor

Tak hanya dalam kehidupan pribadi saja, Ita juga kerap menularkan jiwa sosialnya kepada para staf bawahannya di dalam perusahaan. Salah satu caranya adalah dengan menggelar berbagai macam acara yang digelar bekerjasama dengan beberapa yayasan sosial. “Karena 90% hidup saya diabdikan untuk dunia advertising dan PR, jiwa sosial saya juga tidak jauh-jauh dari situ,” tutur Ita. Hal tersebut terbukti dengan kegiatan advertising dan public relations yang dilakukan Ita bersama Oxygen. Kegiatan-kegiatan itu merupakan hasil kerjasama dengan beberapa yayasan. Ita sempat membantu advertising dan publikasi dari Yayasan Asa Bangsa dalam menggelar konser musik yang bertujuan untuk menggalang dana bagi para korban narkoba yang merupakan binaan dari pihak yayasan. Konser musik tersebut menggelar pertunjukan permainan alat musik harpa dari lima pemain harpa kelas dunia, termasuk salah satunya adalah Maya Hasan dari Indonesia.

Untuk berpartisipasi dalam kegiatan konser musik itu, Ita bersama para stafnya berjuang keras membuat iklan baik di media cetak maupun berupa leaflet dan pamflet bahkan konferensi pers sebagai cara untuk menyebarluaskan pertunjukan amal tersebut. Selain itu, konser lainnya yang bersifat sosial adalah konser Flamengo Night. Pertunjukan tersebut menampilkan para penari flamengo yang didatangkan dari luar negeri. Dana hasil penjualan tiket konser itulah yang digunakan untuk disumbangkan bagi warga kurang mampu atau daerah yang terkena musibah. Tak cukup sampai di situ saja, Ita juga bekerjasama dengan Yayasan Asma Indonesia dalam rangka memperingati hari asma dunia pada bulan Juni lalu, serta bekerjasama dengan perkumpulan Pesona Kain Indonesia (mengadakan pameran kain-kain tradisional buatan Indonesia) dan Komnas Anak. Khusus untuk Komnas Anak, Ita beserta para stafnya terjun langsung membantu penyaluran sumbangan bagi anak-anak korban tsunami Aceh dan gempa Yogyakarta.

Uniknya, semua kegiatan advertising dan publikasi yang dilakukan Ita bersama para staf Oxygen tersebut bersifat non profit, artinya Ita tidak memungut biaya dari kegiatan yang dilakukannya itu. Berbeda halnya bila Ita menerima proyek iklan dari perusahaan swasta lain yang ingin mempromosikan produk atau kegiatannya. “Untuk kegiatan sosial yang sifatnya mempromosikan penggalangan dana sumbangan, kami tidak dibayar,” tutur Ita. Bahkan tak jarang pula, Ita dan para stafnya seringkali mengeluarkan biaya sendiri meski hanya dalam nominal sedikit.

Selain menerima proyek non profit, Oxygen, perusahaan yang didirikan Ita memberikan langsung bantuan berupa uang dan barang kepada yayasan sosial. Salah satu contohnya adalah sumbangan yang diberikan kepada salah satu yayasan yatim piatu milik pemerintah di daerah Pasar Rebo, Jakarta Timur. Meski ia tidak hadir untuk memberikan sumbangan, Ita tetap saja mengeluarkan lembaran uangnya untuk disumbangkan kepada yayasan tersebut. Fajar

Side Bar 2…

Bersama WNI Lainnya di Inggris, Mengirimkan Satu Kontainer Bantuan ke Indonesia

Sebagai seorang istri dari pria berkewarganegaraan Inggris, tentu membuat Ita memiliki dua daerah yang menjadi langganannya untuk tinggal. Selain di Jakarta, Ita juga kerap mengunjungi daerah kelahiran sang suami di Inggris, tepatnya di kota Birmingham. Bahkan ketiga anaknya pun memilih untuk mengenyam pendidikan di kota tersebut. Tak pelak, Ita juga harus selalu setia mendampingi ketiga anaknya dengan ikut tinggal bersama mereka di Birmingham. Meski begitu, selama usia pernikahan Ita dan sang suami berjalan, ia seringkali mengunjungi kota Birmingham. Selain karena ia juga memiliki bisnis di kota itu, Ita juga memiliki banyak relasi dengan warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Inggris.

Kedekatan hubungan antara Ita dengan WNI lainnya di Inggris tersebut ternyata menghasilkan hubungan persaudaraan yang cukup tinggi. Tak hanya sesama WNI di Inggris, tapi juga antara WNI dengan warga kurang mampu di tanah air. Hal itu terbukti dengan kepedulian sosial yang dimiliki Ita bersama WNI lainnya di Inggris. Secara rutin, WNI di Negara pimpinan Ratu Elizabeth itu selalu mengirimkan satu kontainer besar yang berisikan barang-barang bekas yang masih layak pakai untuk disumbangkan kepada warga kurang mampu di tanah air. “Kami mengirimkannya setiap bulan September,” ungkap wanita yang memiliki hobi memasak ini. Pengiriman sumbangan tersebut bermula dari kebiasaan WNI di Inggris yang sebagian besar adalah mahasiswa, yang selalu mengirimkan barang-barangnya kembali ke Indonesia. Namun, beberapa tahun lalu bersamaan dengan musibah tsunami di Aceh, mereka kemudian memutuskan untuk memberikan sebagian besar barang-barang layak pakai tersebut ke Aceh.

Kegiatan itu lalu berlanjut hingga saat ini. Daerah sasaran sumbangan barang-barang bekas dan uang tunai tersebut selalu berpindah-pindah sesuai dengan hasil kesepakatan bersama. Untuk tahun lalu saja, Ita mengaku bahwa kiriman sumbangan barang-barang bekas yang masih layak pakai diberikan kepada santri-santri di salah satu madrasah yang berada di daerah Puncak, Bogor. Biasanya jumlah barang-barang bekas yang masih layak pakai dan disumbangkan berjumlah sekitar setengah dari isi kontainer. “Sebagiannya lagi adalah barang-barang mahasiswa yang sudah lulus di Inggris yang dikirim ke rumah masing-masing,” ujar Ita. Untuk bulan September ini, Ita mengaku belum mengetahui pasti kemana sumbangan tersebut akan dikirimkan. Namun, ia meyakinkan bahwa sekitar tanggal 3 September ini kontainer sumbangan itu akan dikirim dari Inggris menuju Indonesia. Diakuinya pula, barang-barang tersebut meliputi buku-buku bacaan berbahasa Inggris, pakaian, mainan, dan peralatan rumah tangga lainnya. Ita berharap dengan dikirimkannya barang-barang itu, dapat berguna bagi sebagian masyarakat yang membutuhkan. Fajar

Side Bar 3…

Melestarikan Budaya Indonesia dengan Membawa Spa Tradisional Bali ke Inggris

Tak hanya melulu materi, bentuk kepedulian sosial Ita juga tergambar dari rencana yang akan dilakukannya ke depan. Rencana bisnisnya adalah dengan membuat spa tradisional khas Indonesia ke daratan Inggris. Dengan begitu, Ita berusaha memperkenalkan Spa atau perawatan tubuh secara tradisional Indonesia kepada masyarakat Eropa khususnya warga Inggris.

Keputusan itu berawal ketika Ita bepergian ke pulau Dewata yang suasananya mulai sepi setelah kejadian bom Bali 1 dan 2. “Saya prihatin dengan kondisi Bali yang sangat sepi pengunjungnya,” kenang Ita. Diakuinya pula, kondisi Bali yang sepi tersebut mengakibatkan bisnis-bisnis yang ada di pulau tersebut menjadi lesu. Alhasil, ide pun muncul di benak Ita untuk memperkenalkan spa tradisional Bali kepada dunia internasional. Dengan sepinya pulau Bali, maka spa tradisional yang ada di Bali menjadi sepi pengunjung.

Akhirnya, Ita memutuskan untuk membuat bisnis spa di Birmingham, Inggris. “Saya berencana untuk membuat spa tradisional di Birmingham,” tegasnya. Tak hanya mencari keuntungan semata, Ita juga sangat miris ketika melihat bisnis-bisnis spa tradisional Indonesia yang kini banyak bertebaran di luar negeri justru menggunakan merek luar negeri. “Jadi justru mereka nggak memperkenalkan budaya Indonesia,” imbuhnya. Sehingga, Ita berencana akan membuka bisnis perawatan tubuh spa dengan menggunakan ramuan tradisional Bali dan tentu saja diakuinya memakai merek khas Indonesia. Tak pelak, bisnis tersebut menurutnya pula, akan melestarikan budaya tanah air di kancah internasional.

Saat ini, Ita masih mempersiapkan segala macam keperluan untuk mendirikan spa. Salah satunya adalah rencananya untuk mengambil pendidikan tentang aroma therapy di salah satu universitas di Inggris. “Untuk memperdalam pengetahuan saya tentang bisnis spa,” ungkapnya singkat. Meski sudah pasti akan membuat bisnis spa di Birmingham, ia mengaku belum menentukan nama yang tepat untuk digunakan sebagai brand-nya di negeri Ratu Elizabeth tersebut. “Masih rahasialah namanya,” ungkapnya sembari tersenyum. Fajar

No comments: