Friday, February 12, 2010

Yan Partawijaya, Division Head Corporate Communications and Public Relations Grup Sinarmas

Alokasikan Dana Pribadi Rp 10 Juta per Bulan untuk Amal

Mengawali karir sebagai penyiar TVRI di era tahun 1980-an dan kini menduduki salah satu jabatan penting di grup perusahaan besar, ternyata tak membuat pria berusia 50 tahun ini melupakan kewajibannya untuk menyisihkan sebagian pendapatannya bagi kalangan kurang mampu. Terbukti, Yan Partawijaya memiliki 3 panti asuhan beserta pesantren yang secara rutin selalu disumbangnya. Diakuinya, ia memang tengah fokus beramal sebagai persiapan menuju kehidupan akhirat.

Pada hari kedua di tahun 2007 itu, Bursa Efek Jakarta (BEJ) kembali menggeliat. Pembukaan pasar saham pun diresmikan oleh SBY. Adalah Yan Partawijaya, salah satu direktur Sinarmas yang turut menghadiri pembukaan tersebut. Sebagai salah seorang eksekutif di salah satu perusahaan yang terdaftar di bursa, sudah sepantasnyalah Yan Partawijaya menghadiri acara pembukaan transaksi di BEJ itu. Pria setengah baya itu memang tampak berada di antara para direktur yang berada di ruang utama BEJ. Hal tersebut memang menjadi salah satu bagian pekerjaan Yan

Partawijaya. Sejak tahun 2000, Yan memang bergabung dengan Sinarmas sebagai Division Head Corporate Communications & Public Relations Sinarmas. Sejak itu pula, Yan bertanggungjawab dalam segala hal mengenai kegiatan humas Sinarmas.

Setelah menghadiri pembukaan pasar saham di BEJ, suami dari Heruma Wiyarti ini kemudian kembali ke kentornya yang berada di daerah Thamrin. Selasa (2/1) siang itu, Yan terlihat ramah menyambut kedatangan Realita yang memang sengaja datang untuk sekadar mengetahui kegiatan filantropis yang telah ia kerjakan. Dengan akrabnya, mantan penyiar radio ini mempersilahkan Realita ke dalam ruangannya yang berada di ujung lorong kantor Sinarmas tersebut. Di ruangan kerjanya yang cukup luas itulah Yan menceritakan mengenai berbagai kegiatan sosial yang sedang dan telah ia lakukan. “Kegiatan sosial saya sebenarnya biasa saja,” ujarnya sembari merendah. Meski sudah menginjak usia 54 tahun, Yan tampak terlihat awet muda. Pria yang sempat wara-wiri di layar kaca beberapa tahun lalu ini terlihat sehat dan masih lantang menceritakan mengenai berbagai kegiatan dirinya setelah tidak lagi menjadi pembawa acara Dunia Dalam Berita di TVRI.

Karir Yan Partawijaya memang terbilang cukup sukses. Pria yang sempat terkenal dengan suara dan kumisnya yang khas ini mengawali karir sebagai seorang penyiar di radio swasta Suara Kejayaan (SK) Jakarta dan merangkap menjadi Kepala Siaran di radio yang dimiliki oleh sang ayah tersebut. Sejak itulah, Yan sudah tidak asing lagi dengan dunia penyiaran. Suaranya sudah akrab dengan para pendengar radio SK. Hampir setiap hari, suara khas Yan menyapa para pendengar radio SK. Kala itu, Yan masih berumur sangat muda. Meskipun begitu, Yan tetap bersemangat untuk menggeluti dunia siaran yang bagi dirinya merupakan dunia yang sangat menarik. “Waktu itu, saya sempat berpikir kalau siaran di radio kan mukanya nggak kelihatan. Makanya saya memutuskan untuk mencoba siaran di TVRI,” kenang pria beranak dua ini. Keputusannya pun terbilang tepat. Sosok Yan Partawijaya kemudian menjadi familiar di masyarakat setelah ia menekuni pekerjaan sebagai pembawa berita di TVRI. Wajahnya selalu menghiasi layar kaca hampir setiap malam. Suaranya yang khas terdengar lantang membawakan setiap berita pada stasiun televisi pertama di Indonesia tersebut.

Aktif di Eka Tjipta Foundation. Perjalanan karir Yan semakin merangkak naik seiring tawaran yang berdatangan kepada dirinya. Ia sempat menjabat beberapa jabatan penting di Bank Duta (kini merger menjadi Bank Danamon-Red), di antaranya adalah Kepala Urusan Promosi dan Hubungan Masyarakat Bank Duta, serta Pemimpin Bank Duta cabang Hotel Indonesia. “Setelah saya cukup lama berkarir di perbankan, barulah saya ditawari untuk masuk ke Sinarmas,” ungkap Yan. Di perusahaan milik Eka Tjipta inilah, Yan Partawijaya berkarir dan mendapatkan pengalaman yang cukup berharga. Karena melalui Sinarmas, Yan dapat menyalurkan aktivitas sosialnya. Berkat kehadiran Eka Tjipta Foundation, Yan dapat menyalurkan jiwa sosialnya dan dapat membantu masyarakat yang kurang mampu ataupun terkena bencana. Meski yayasan tersebut bukanlah milik Yan seorang, ia tetap saja mampu membantu masyarakat yang memang benar-benar membutuhkan pertolongan. “Saya hanya sebagai anggota pengurus di Eka Tjipta Foundation,” aku Yan. Melalui yayasan itu pula, ia dapat menyumbangkan pemikiran-pemikiran bagi kegiatan yayasan.

Kerja nyata Yan Partawijaya di Eka Tjipta Foundation terlihat dari keterlibatannya pada setiap kegiatan sosial yayasan. “Beberapa waktu lalu, saya juga ikut serta pada saat Eka Tjipta Foundation memberikan bantuan kepada korban gempa Yogyakarta,” aku Yan. Di kota yang sempat terkena gempa tersebut Yan bersama pihak yayasan memberikan bantuan bagi pembangunan sekolah yang hancur akibat gempa. Selain karena memang mengemban tugas sebagai salah satu eksekutif di Sinarmas, Yan sendiri memang memiliki jiwa sosial yang cukup tinggi.

Miliki 3 Pesantren Sekaligus. Selain ikut berkecimpung di dalam organisasi Eka Tjipta Foundation, Yan Partawijaya juga seringkali melakukan kegiatan sosial yang berasal dari kocek pribadinya. “Saya kini memiliki 2 pesantren yang berada di Sukabumi,” ujar Yan. Dua pesantren tersebut adalah Pesantren Unwanul Falah dan Pesantren Nurul Ikhlas. “Kalau Nurul Ikhlas itu baru berdiri dan pengurusnya meminta bantuan untuk didirikan sebuah bangunan panti asuhan,” lanjutnya. Keduanya secara rutin menjadi sasaran sumbangan dari kocek pribadi Yan. Bahkan, ia sendiri mengaku bahwa ada sejumlah dana khusus yang sengaja dialokasikan untuk berbagai kegiatan sosial yang sering ia lakukan. “Saya mengalokasikan dana sebesar Rp 10 juta per bulan untuk beramal,” aku Yan. Sejumlah alokasi dana tersebut termasuk jumlah biaya yang disumbangkan kepada 3 pesantren yang secara rutin ia berikan sumbangan. Selain Unwanul Falah dan Nurul Ikhlas, Yan memang memiliki satu pesantren sekaligus panti asuhan di daerah Kuningan, Jawa Barat. Panti asuhan yang diberi nama Nurul Iman tersebut juga tak luput menjadi sasaran sumbangan Yan sebagai salah satu bekal menuju kehidupan akherat yang labih baik.

Bangunan panti asuhan Nurul Ikhlas sendiri dibangun berkat adanya dana yang berasal dari Yan bersama dengan rekan-rekannya. “Waktu itu kita kumpulin dana sumbangan untuk membangun panti asuhan Nurul Ikhlas, akhirnya terkumpul uang Rp 55 juta,” tutur Yan. Setelah bangunan pesantren beserta panti asuhannya berhasil dibangun, Yan pun memutuskan untuk menjadi penyumbang yang rutin memberikan sumbangan dana bagi dua panti asuhan tersebut. “Tapi saya juga bilang kepada pengurusnya, agar tidak terlalu tergantung kepada saya,” ujar Yan. Meski begitu, ia tetap rutin memberikan sumbangan bagi 3 pesantren di Sukabumi dan Kuningan, Jawa Barat.

Untuk masing-masing pesantren dan panti asuhan tersebut, Yan mengaku sumbangan yang diberikannya memang tidaklah besar. “Saya hanya memberikan dana sumbangan sebesar Rp 1 juta per bulan per pesantren,” aku Yan. Sehingga total dana yang dikeluarkan untuk membantu ketiga pesantren itu adalah sebesar Rp 3 juta. Sedangkan sisa dari alokasi dana kegiatan sosial dari kocek pribadinya, biasanya digunakan untuk kegiatan sumbangan yang bersifat insidental. “Seperti Idul Adha kemarin, saya juga menyumbangkan dana untuk kurban ke beberapa tempat,” ujar lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini. Sumbangan yang diberikan oleh Yan bagi 3 pesantren, dimulainya sejak pertengahan tahun 2002. kala itu, ada salah seorang pengurus pesantren di daerah Sukabumi yang meminta bantuan kepadanya. “Waktu itu mereka minta bantuan dana untuk membantu siswa-siswanya,” ungkap Yan. Hati Yan pun tersentuh dan secara sukarela ia memutuskan untuk memberikan bantuan dana bagi 3 pesantren tersebut secara rutin. Hingga saat ini, bantuan tersebut telah berjalan sekitar 4 tahun. Yan mengaku bahwa dari segi jumlah dana yang diberikannnya kepada 3 pesantren tersebut memang terbilang cukup kecil. Meskipun begitu, jumlah dana yang secara rutin ia kirimkan untuk keperluan pesantren cukup membantu kegiatan operasional pesantren.

Hasil Didikan Orang Tua. Jiwa sosial yang dimiliki Yan Partawijaya memang tak lain adalah berasal dari didikan orangtuanya. “Ayah dan Ibu saya memang mengajarkan jiwa sosial kepada anak-anaknya,” kenang Yan. Tak heran, Yan memiliki jiwa sosial yang cukup tinggi untuk membantu antar sesama. Didikan sosial yang ditanamkan oleh kedua orangtua Yan terlihat ketika ia masih kanak-kanak. “Waktu itu Lebaran, kita dikasih uang Rp 1000-an lumayan banyak, dan kita disuruh membagi-bagikan uangnya kepada anak-anak kurang mampu,” kenang pria berkacamata ini. Kebiasaan tersebut selalu dilakukan rutin setiap hari Lebaran. Bahkan Yan mengaku, setiap kali Idul Adha, keluarganya selalu memotong hewan kurban sebagai salah satu kewajiban umat Islam. “Waktu masih sekolah, saya selalu membawa cokelat ke sekolah lalu dibagi-bagikan,” kenang Yan. Didikan sang ayah yang merupakan seorang tentara memang mengajarkan Yan mengenai didikan keras yang disiplin. Tak pelak, Yan terbiasa dengan kehidupan disiplin yang ditanamkan oleh sang ayah yang kala itu berpangkat Kolonel. Selain itu, di masa kecilnya Yan juga kerap membantu ibunda tercinta untuk berjualan kain batik. “Waktu saya kecil, ibu saya kan berjualan kain batik,” ungkap Yan.

Dengan bekal didikan kedua orangtuanya, Yan pun mendidik kedua anaknya dengan didikan yang hampir sama. Ia selalu menanamkan jiwa sosial kepada kedua anaknya. Pernikahan Yan Partawijaya dengan sang isteri, RA Heruma Wiyarti (49) dianugerahi dua putera, yakni RM Arya Wirayodha (22) dan RM Arya Narendra Wijaya (17). Anak pertamanya kini sedang mengenyam bangku kuliah di Asia University, Tokyo, Jepang. Wirayodha mengambil Ilmu Budaya Jepang sebagai jurusan studinya. Sedangkan anak keduanya, yang memiliki keterbatasan fisik (tunarungu dan lumpuh), masih diberikan pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan fisiknya. Meskipun begitu, keduanya menjadi faktor motivasi yang sangat kuat bagi Yan Partawijaya untuk berkarir dan melakukan kegiatan sosial di masyarakat. Persiapan untuk menuju kehidupan akhirat juga tergambarkan dari kegiatan sosial yang ia lakukan. Fajar

Side Bar 1:

Dirikan Musholla Bagi Korban Gempa Yogyakarta

Berkunjung ke daerah bencana memang sempat ia lakukan untuk membantu para korban bencana. Salah satunya adalah berkunjung ke daerah gempa di Yogyakarta. Di kota pelajar itulah, Yan sempat merasakan kesedihan yang cukup mendalam pada saat ia melihat kondisi para korban gempa. “Hati saya sedih melihat kondisi para korban gempa di Yogya,” kenang Yan. Kala itu, kondisi para korban gempa yang cukup memperihatinkan telah membuat hatinya miris. Tak pelak, Yan pun langsung memberikan bantuan kepada para korban.

Pada saat itu, Yan bersama para pengurus Eka Tjipta Foundation memang ditugaskan untuk memberikan bantuan serta membantu mendirikan bangunan sekolah yang sempat hancur akibat gempa. “Waktu itu, Eka Tjipta Foundation memang membantu memperbaiki bangunan sekolah yang hancur,” tutur Yan. “Tapi yayasan hanya membantu bangunan sekolahnya saja, sedangkan saya melihat ada bangunan musholla yang juga hancur akibat gempa,” lanjutnya. Tanpa berpikir panjang, Yan pun langsung memberikan bantuan kepada warga sekitar untuk segera memperbaiki bangunan musholla tersebut. “Saya juga mengajak rekan-rekan saya untuk menyumbangkan dana untuk membangun musholla,” aku Yan. Dana sebesar Rp 21 juta yang dibutuhkan untuk membangun musholla kembali, memang langsung diberikan kepada masyarakat sekitar. Dana tersebut berasal dari gabungan dana kocek pribadi Yan bersama rekan-rekan lainnya.

Mengunjungi korban gempa Yogya hanyalah salah satu kegiatan sosial yang dilakukan Yan. Ada beberapa kegiatan sosial yang bersifat insidentil lainnya yang kerap ia lakukan. Bahkan Yan memiliki rencana untuk membangun sebuah yayasan pribadi yang juga merupakan salah satu pesan dari orangtua dan keluarga besarnya. Dengan begitu, ia berharap jiwa sosial yang ia miliki dapat tersalurkan dengan baik. Fajar

Side Bar 2:

Bersama Alumni FE UI, Yan Membantu Mahasiswa Kurang Mampu

Tak hanya tergerak pada saat melihat anak-anak yatim piatu dan korban bencana, ternyata Yan juga kerap membantu di dalam dunia pendidikan. Ia bersama rekan-rekannya sesama alumni Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia mencanangkan suatu program beasiswa yang membantu para mahasiswa kurang mampu. “Saya bersama Arwin Rasyid (Dirut Telkom-red) bersama-sama menggalang dana untuk membantu mahasiswa FE UI,” aku Yan.

Dengan menjabat wakil ketua alumni FE UI, Yan bersama Arwin Rasyid pun mampu mengumpulkan dana yang cukup besar. “Kami sudah mengumpulkan dana sebesar Rp 3 milyar,” aku Yan. “Bunga dari Rp 3 milyar itulah yang dipakai untuk membantu para mahasiswa kurang mampu,” imbuhnya. Selain itu, ia juga kerap menggalang dana dan mengkoordinir para alumni FE UI yang tersebar di berbagai daerah dan berbagai perusahaan. “Kita sih mengajak para alumni yang sudah sukses untuk membantu adik-adik mahasiswanya,” harap Yan. Selama ini, puluhan mahasiswa telah dibantu oleh ikatan alumni tersebut.

Sebagai salah satu lulusan FE UI, Yan Partawijaya memang bertanggungjawab dalam membantu adik-adik mahasiswanya di kampus. Tak heran, ia dengan sukarela ikut terjun ke organisasi Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (Iluni-FE). Keikutsertaan Yan memang tidak lain adalah berlatarbelakang jiwa sosial yang ada di dalam dirinya. Fajar

Side Bar 3

Mendapatkan Cobaan Saat Mengetahui Anak Keduanya Memiliki Keterbatasan Fisik

Kehidupan karirnya memang sukses. Akan tetapi, di dalam hidupnya, Yan tetap saja pernah mengalami cobaan yang terbilang cukup berat. Putra keduanya yang lahir 17 tahun silam memiliki keter

batasan fisik. “Anak kedua saya memiliki cacat fisik. Dia tidak bisa bicara dan mendengar,” ungkap Yan. Meskipun begitu, Yan cukup berlapang dada dengan menerima kehadiran buah hatinya tersebut.

Arya Narendra Wijaya, sang anak memang terlahir dengan memiliki keterbatasan fisik. Selain ia tuna rungu, ia juga tidak dapat berjalan sebagaimana anak

normal lainnya. Sehingga, Yan selalu menyediakan kursi roda untuk keperluan sang anak. “Walaupun anak kedua saya memiliki keterbatasan fisik, saya tidak pernah membeda-bedakan antara anak pertama dan kedua saya,” tutur mantan pembawa acara Dunia Dalam Berita ini. Ia bahkan mendidik kedua anaknya dengan didikan sosial yang tinggi. Dengan begitu, Yan berharap dapat menularkan jiwa sosialnya kepada kedua buah hati hasil perkawinannya dengan RA Heruma Wiyarti ini.

Walaupun Arya Narendra memiliki keterbatasan fisik, Yan mengaku bahwa ia tidak malu dengan kondisi sang anak tersebut. “Saya selalu mengajak dia kemana-mana,” ujar Yan. Seperti yang diakuinya pula, ia memang merasa pada awalnya mengalami kesulitan dalam hal berkomunikasi dengan sang anak. Oleh karena itu, ia bersama sang istri berusaha untuk belajar bahasa isyarat agar dapat berkomunikasi dengan anak keduanya tersebut. Tak hanya itu, ia juga memasukkan anaknya ke sekolah khusus penyandang cacat agar mendapatkan pendidikan yang sesuai dan baik. Fajar

No comments: