Thursday, October 15, 2009

Imam B. Prasodjo (Pengamat Sosial)

Menggugah Nurani Sosial Lewat Nurani Dunia

Ia ternyata tidak hanya pandai berbicara mengenai teori sosial, tetapi Imam Budidarmawan Prasodjo juga getol membangkitkan jiwa so
sialnya melalui sebuah yayasan. Sejak tahun 1999, Imam rela mengorbankan tenaga dan materi untuk Yayasan Nurani Dunia yang ia dirikan untuk membantu anak-anak korban gempa dan korban konflik. Banyak anak kurang mampu dan korban bencana tertolong berkat uluran tangan yang disumbangkan melalui yayasan ini. Bagaimana jiwa sosial itu tumbuh dalam diri Imam Prasodjo?

Jika mau bertanya kepada sebagian besar orang, pasti tak ada yang mau melakukan perjalanan ke daerah-daerah yang terkena bencana atau daerah-daerah konflik. Namun tidak demikian dengan Imam Prasodjo. Ia justru melakukan perjalanan yang sangat berisiko tersebut. Sudah sejumlah daerah dirambahnya untuk membantu para korban bencana. Seperti di Ambon, Papua, Poso dan Aceh tak luput menjadi daerah sasaran “liburan”. Imam bukan ingin mengisi liburan ke daerah-daerah bencana, melainkan melakukan misi sosial yang diembannya bersama Yayasan Nurani Dunia.
Di tengah-tengah konflik antaragama di Poso, Imam dengan tekadnya yang bulat membantu anak-anak yang menjadi korban di daerah tersebut. Antara perpecahan yang berbau SARA di Poso, Imam justru berusaha untuk mendamaikan dan memberikan bantuan kepada para korban konflik, terutama anak-anak putus sekolah karena kerusuhan yang sempat memakan ratusan korban jiwa. Meski begitu, Imam tetap berusaha memberikan bantuan kepada masyarakat korban konflik dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan memberikan beasiswa kepada anak-anak korban konflik Poso agar mereka dapat menikmati bangku sekolah lagi.
Terjunnya Imam Prasodjo ke dalam kegiatan sosial bermula ketika ia dengan rekan-rekannya berdiskusi mengenai keadaan politik di Indonesia pada masa kejatuhan Presiden Soeharto. “Waktu itu, kita berdiskusi tentang masa depan Indonesia setelah kejatuhan Soeharto,” kenang pria yang mengaku selalu menyisihkan minimal 2,5 persen dari pendapatannya untuk disumbangkan kepada anak-anak kurang mampu.
Dikatakan Imam, ternyata masyarakat Indonesia mengalami kesulitan ekonomi setelah turunnya Soeharto dari takhta kepresidenan. Akibatnya, banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Terlebih lagi, banyaknya kerusuhan serta konflik antarmasyarakat Indonesia juga telah memperparah keadaan ekonomi masyarakat.
Konflik yang terjadi di beberapa daerah seperti Poso, Ambon, Papua, dan Aceh akhirnya menjadi perhatian tersendiri bagi Imam Prasodjo. Sosiolog UI ini tak hanya mengumbar teori-teori sosial saja, akan tetapi, ia juga mengaplikasikan kegiatan sosial di masyarakat khususnya bagi masyarakat korban konflik atau pun bencana.
Tergugah Melihat Korban Konflik. Sekitar tahun 1999, pada saat terjadi kerusuhan di kawasan Timur Indonesia, Imam langsung mengadakan kunjungan ke beberapa daerah. Salah satunya adalah Maluku Utara. Kerusuhan yang melibatkan beberapa suku yang berseteru tersebut memang mengakibatkan banyak korban yang luka dan tewas. Tak hanya itu, anak-anak yang tak berdosa pun ikut menjadi korban akibat konflik itu. Saat itulah Imam merasa tergugah hatinya untuk membantu masyarakat korban konflik khususnya anak-anak dari keluarga yang menjadi korban.
“Dari situ, saya tergugah melihat banyak orang yang terluka, dan trauma,” kenang pria kelahiran 15 Februari 1960 ini. Seperti yang diakuinya pula, sejak itulah Yayasan Nurani Dunia terbentuk dengan komitmen membantu korban-korban bencana dan konflik. “Mayoritas pendirinya adalah kalangan wartawan dan akademisi,” aku Imam. Sejak itu pula, Imam terjun dalam kegiatan sosial bersama rekan-rekannya di Yayasan Nurani Dunia. “Yayasan Nurani Dunia merupakan hasil kerja kolektif,” ujar ayah dari dua anak ini.
Sampai saat ini, banyak kegiatan yang telah diprogramkan oleh Imam bersama Yayasan Nurani Dunia. Di antaranya adalah dalam bentuk kampanye untuk memasyarakatkan kepedulian sosial. Kampanye tersebut dapat terlihat dengan banyaknya standing banner yang dipasang di beberapa tempat umum, yang isinya mengajak masyarakat untuk bersama-sama peduli terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi di lingkungan sekitar.
Selain itu, Imam bersama Yayasan Nurani Dunia juga seringkali memberikan berbagai bantuan kepada daerah-daerah yang terkena bencana dan konflik. Bantuan-bantuan permanen juga diberikan oleh pihak yayasan kepada beberapa daerah. Bantuan permanen ini berupa pembangunan sekolah dan klinik yang juga menjadi kebutuhan dasar bagi masyarakat yang terlibat konflik. Kegiatan Imam beserta yayasan tak hanya berhenti sampai di situ saja. Ia juga merancang program sosial yang mampu membentuk suatu jaringan. Dengan begitu, masyarakat yang sudah dibantu oleh Yayasan Nurani Dunia dapat membentuk suatu jaringan sendiri dan mampu membantu di antara sesamanya. Imam menyebutnya sebagai social entrepreneur atau kewirausahawanan sosial. Masyarakat diharapkan dapat memperluas jaringan sosial tersebut ke kalangan masyarakat lainnya yang belum tersentuh. Salah satu caranya adalah dengan membentuk yayasan sendiri di luar Yayasan Nurani Dunia. “Sehingga kita memfasilitasi mereka untuk melakukan kegiatan sosial,” ujar pria yang pernah pingsan saat wisuda doktornya di Amerika Serikat beberapa tahun lalu ini.
Sering Kesulitan. Imam Prasodjo memang bukanlah seorang pengusaha yang mampu menggelontorkan lembaran uang dengan mudahnya untuk membantu masyarakat kurang mampu. Meski begitu, latar belakangnya sebagai seorang dosen, tidak menjadikan sebuah halangan untuk terjun di dalam kegiatan sosial. “Saya menganggap akademis itu adalah kegiatan elit, karena selalu ngomong policy. Tapi pada saat yang sama, masih ada masyarakat yang membutuhkan makan dan minum dengan bersusah payah,” tutur Imam yang pernah menggelar gerakan borong parcel ini. Tak heran, Imam memutuskan untuk saling membantu antarsesama sebagai salah satu aplikasi dari kegiatan akademisi.
Sepulangnya kuliah dari Amerika Serikat pada tahun 1997, Imam memang bercita-cita menjadi seorang dosen. Cita-citanya tersebut akhirnya tercapai. Bahkan ia kini sering menjadi pembicara di berbagai seminar. Namun, suatu perubahan terjadi ketika ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana kondisi sosial dan politik di negaranya sendiri. Terlebih lagi, pada saat-saat kejatuhan Orde Baru. Di saat itulah, Imam melihat banyaknya orang yang menderita karena terjadi bencana dan konflik.
Dikarenakan ia sendiri tidak memiliki cukup dana untuk dapat membantu para korban tersebut, Imam lalu memilih cara lain untuk dapat peduli terhadap kondisi sosial pada waktu itu. “Nurani Dunia merupakan perjalanan panjang, diskusi, debat dari banyak orang. Saya kan dosen, bukan pengusaha,” tambahnya. Sehingga terbentuklah yayasan yang diberi nama Nurani Dunia pada 19 Mei 1999. Imam berharap dengan terbentuknya Yayasan Nurani Dunia, maka ada wadah yang dapat memfasilitasi kedermawanan dari berbagai kalangan secara sistematis dan berkelanjutan. Imam sendiri tidak hanya aktif di Yayasan Nurani Dunia. Ia juga aktif di beberapa yayasan sosial lainnya, yakni Yayasan Pena Hijau, Yayasan Cahaya Guru, Yayasan Pondok Nurani dan Yayasan Naga Sastra.
Terbiasa Beramal. Dalam keluarga Imam Prasodjo, tidak hanya Imam saja yang bergelut di dalam Nurani Dunia. Isterinya, Gitayana juga turut serta dalam Yayasan Nurani Dunia. Gitayana sendiri menjadi salah satu dewan Pembina Yayasan Nurani Dunia. Sedangkan Imam Prasodjo memegang jabatan sebagai salah satu dewan pengurusnya. Pasangan suami isteri ini memiliki kepedulian sosial yang sangat tinggi. Pasangan yang telah menikah selama puluhan tahun ini telah dianugerahi dua anak, yakni Rauf (21) dan Adilla (20). Tidak ketinggalan, kedua anaknya pun turut membantu kegiatan Yayasan Nurani Dunia. “Mereka juga sering ikut kegiatan Nurani Dunia, sebagai narator di video klip kampanye kepedulian sosial,” aku Imam. Selain itu, Rauf dan Adilla juga pernah ikut serta dengan sang ayah berkunjung ke daerah bencana. “Mereka juga pernah ikut ke Bantul dan Aceh,” kenang Imam. Pria kelahiran Purwokerto ini sudah mengajarkan kepedulian sosial kepada kedua anaknya. Tak heran, Rauf dan Adilla kini juga mendukung kegiatan sang ayah dengan ikut serta di dalam berbagai kegiatan Nurani Dunia.
Imam Prasodjo sendiri dibesarkan di sebuah kampung di Kabupaten Banjarnegara, tepatnya di Desa Mendep, Kecamatan Purwanegara, Jawa Tengah. Ia mengaku bahwa kampung tempatnya dibesarkan, sangat kental dengan aktivitas sosial dan gotong-royong. Pada masa kecilnya, Imam teringat dengan salah seorang Carik (seketaris desa/wakil lurah) desa yang bernama Abu Mashruf. Sang carik kala itu mewajibkan masyarakat di kampungnya untuk bergotong royong setiap Sabtu. “Setiap Sabtu, kita mengangkut batu dan pasir dari sungai,” ujar Imam. Hari Sabtu yang disebut sebagai hari krida menjadi salah satu cara untuk menggalang kerjasama antar warga dengan saling bergotong-royong. Hasil batu dan pasirnya digunakan untuk membangun sekolah dan klinik. Bahkan kantor polisi pun dibangun dari hasil gotong-royong warga.
“Obsesinya waktu itu ingin memajukan desa,” ujar Imam. Tak heran, hingga kini telah berdiri kantor polisi dan sekolah yang berguna bagi masyarakat sekitar. Saat ini, Imam yang juga menjabat sebagai Direktur CERIC (Central for Research on Inter Group Relations and Conflict Resoulution) berencana membangun kembali klinik di kampungnya untuk dijadikan sebagai rumah sakit. Bersama Yayasan Nurani Dunia ini, Imam berharap jaringan sosial bisa terbentuk dan meluas ke berbagai daerah. Fajar

Side Bar 1…..
Relakan Rumah Tinggal Jadi Kantor Yayasan


Di rumah yang terletak di Jln. Proklamasi Nomor 37, Jakarta Pusat itulah seorang pengamat sosial yang sering wira-wiri di layar kaca ini tinggal. Dari tempat itu, lahir pemikiran sosial yang berasal dari pria kelahiran Banjarnegara-Purwokerto ini. Rumah bercat putih itu terlihat biasa saja. Tak ada yang istimewa dari bangunan tersebut. Bahkan rumah yang dijaga Satpam itu tampak seperti rumah kebanyakan di Jln. Proklamasi, Jakarta Pusat.
Meski begitu, di balik bangunan rumah itulah lahir sebuah pemikiran bagaimana membantu antarsesama. Dari rumah itu pulalah, kiriman bantuan bagi korban bencana dan konflik berasal. Ternyata, tepat berada di sebelah rumah tersebut, berdiri bangunan yang cukup besar untuk menyimpan berbagai barang bantuan bagi masyarakat yang membutuhkan.
Rumah itu merupakan tempat tinggal Imam Prasodjo yang juga sekaligus kantor Yayasan Nurani Dunia. Saat Realita berkunjung ke kediaman Imam Prasodjo tersebut, terdapat banyak barang yang menumpuk di salah satu sudut rumah. Tak dinyana, barang-barang berupa tempat tidur rumah sakit serta perangkat komputer bekas itu merupakan barang bantuan yang akan diberikan untuk masyarakat kurang mampu. Sementara di ruang tengah, ada beberapa orang serius bekerja di depan komputer. Entah apa yang sedang mereka pikirkan, tapi yang pasti mereka tengah memikirkan program-program Nurani Dunia selanjutnya. “Ini sebenarnya rumah mertua saya yang saya tinggali, tapi juga buat kantor Nurani Dunia,” ujar mantan anggota KPU ini.
Sejak Nurani Dunia berdiri, Imam Prasodjo memang merelakan rumah kediamannya tersebut digunakan sebagai kantor yayasan. Hal tersebut dilakukan karena ia kekurangan dana untuk menyewa sebuah bangunan kantor. Di tempat itulah, terlihat enam orang tengah bekerja sebagai sukarelawan Nurani Dunia. Fajar

Side Bar 2….
Lebih Memilih Jadi Sukarelawan


Perasaan bimbang ternyata kerap menghampiri Imam Prasodjo. Perasaan tersebut hadir tatkala ia harus berhadapan dengan dua pilihan sulit. Sebagai pembicara di berbagai acara talkshow, Imam memang sering mendapatkan undangan dari berbagai instansi. “Biasanya saya mendapat honor dari undangan seminar itu,” aku Imam. Kalau sudah begitu, ia selalu bimbang. Apakah harus menghadiri undangan yang menyediakan honor atau mengikuti acara sosial Yayasan Nurani Dunia tanpa honor.
Pengalaman itu sempat dialami Imam beberapa minggu lalu. Saat itu Imam harus memilih apakah menghadiri acara seminar yang diadakan oleh salah satu instansi pemerintah atau menghadiri acara pembukaan sekolah di Yogyakarta. Imam akhirnya lebih memilih menghadiri pembangunan sekolah di Yogyakarta, karena baginya terjun di kegiatan sosial lebih penting artinya bagi masyarakat luas. Meski tidak diberi honor, Imam tidak menyesali hal tersebut. Ia memang telah memahami konsekuensi sebagai seorang yang menggeluti aktivitas sosial.
Tak hanya itu, Imam Prasodjo juga tidak jarang menyumbangkan sebagian dari pendapatannya untuk sesama. Tanpa mau menyebutkan jumlahnya, Imam Prasodjo mengaku seringkali merogoh kocek pribadinya untuk kegiatan sosial Yayasan Nurani Dunia. Beberapa waktu lalu misalnya, ia pernah memberikan sebagian honor yang didapatnya kepada salah satu karyawan Nurani Dunia yang tengah membutuhkan uang. Hal-hal kecil seperti itulah yang kini sering dilakukan Imam Prasodjo, sosiolog yang berjiwa sosial. Fajar

Side Bar 3….
Dina Hardiana (Penerima Beasiswa Yayasan Nurani Dunia)
“Mas Imam mengajarkan saya ikut beramal”

Selain memberikan sumbangan kepada anak-anak korban bencana dan korban konflik, Yayasan Nurani Dunia juga kerap memberikan beasiswa kepada para mahasiswa yang tengah kuliah. Adalah Dina Hardiana, salah seorang mahasiswi yang sempat menerima beasiswa dari Yayasan yang dipimpin Imam Prasodjo tersebut. “Waktu itu, saya ikut dalam suatu program beasiswa yang diselenggarakan oleh Nurani Dunia dan bekerjasama dengan Bank Mandiri,” kenang Dina.
Seperti yang diakui Dina, program itu memang khusus diperuntukkan bagi para mahasiswa yang menyukai kegiatan sosial dan berprestasi di bidangnya masing-masing. Tak ayal, ratusan mahasiswa mendaftar untuk ikut serta dalam program yang digagas oleh Imam Prasodjo tersebut. Meski demikian, hanya delapan mahasiswa yang dapat diterima untuk menjadi penerima beasiswa dan ikut serta dalam program Yayasan Nurani Dunia.
Beruntung bagi Dina Hardiana, ia terpilih dari delapan mahasiswa yang diterima menjadi penerima beasiswa Yayasan Nurani Dunia. Setiap bulan, sejak Agustus 2004 hingga Juli 2005, Dina berhak mendapatkan uang tunai sebanyak Rp 500 ribu tiap bulan. Selain itu, kedelapan mahasiswa dari latar belakang pendidikan berbeda itu juga ikut serta dalam program charity yang diadakan Yayasan Nurani Dunia. Dalam program tersebut, delapan mahasiswa yang telah lulus seleksi melakukan kegiatan sosial.
“Kita sempat mengunjungi panti-panti dan memberikan sumbangan bagi kaum tidak mampu,” aku lulusan Fakultas Sejarah Universitas Indonesia ini. Dari Nurani Dunia pula, Dina mendapatkan banyak pelajaran mengenai kegiatan sosial. “Mas Imam mengajarkan bagaimana kita harus berbuat sosial terhadap masyarakat,” ujar Dina. Diakuinya pula, sebagai seseorang yang bertanggungjawab di sebuah yayasan, Imam banyak mengajarkan bagaimana berbuat sosial terhadap lingkungan sekitar. “Mas Imam pernah bilang, Jika kita punya uang, maka bisa disumbang. Tapi jika kita nggak punya apa-apa, kita bisa menyumbangkan pikiran dan menjadi sukarelawan,” ujar Dina meniru perkataan Imam Prasodjo.
Dorongan yang diberikan Imam Prasodjo juga telah membantu para mahasiswa yang mengikuti program achievement Nurani Dunia. “Menurut saya, Mas Imam itu pintar sekali dalam memotivasi orang untuk peduli terhadap sesama,” ujar wanita kelahiran 15 September 1982 ini. “Dia juga mau semua orang terlibat,” tambahnya. Tak hanya itu, Dina juga masih getol mengikuti kegiatan Nurani Dunia, meski Dina sendiri telah bekerja secara profesional di salah satu NGO (Non Government Organization,red) asing di Jakarta. Dina berharap dengan hadirnya Yayasan Nurani Dunia, masyarakat banyak bisa terbantu. Fajar

No comments: