Wednesday, December 30, 2009

Fahira Fahmi Idris, Ketua Saudagar Muda Minang

Naik Ojek dan Mobil Tahanan Demi Menolong Korban Gempa

Tak kuasa melihat penderitaan warga Sumatera Barat paska gempa, akhirnya membuat pintu hati Fahira terketuk jua. Terlebih lagi, ia masih memiliki darah Minang dari sang ayah, Fahmi Idris. Bersama rekan-rekannya di organisasi Saudagar Muda Minang, Fahira mengumpulkan berbagai bantuan dari masyarakat untuk disalurkan langsung ke korban gempa. Hari kedua paska gempa pun, Fahira Memberanikan diri untuk berkunjung dan memberi bantuan. Lalu bagaimana kisah ibu satu anak ini?

Gempa berkekuatan 7,9 SR yang mengguncang tanah Minang beberapa waktu lalu memang membuat banyak kerusakan dan korban jiwa. Sebagian besar rumah penduduk hancur rata dengan tanah akibat goncangan yang sangat besar tersebut. Bantuan pun mengalir dari luar Sumatera Barat bagi korban gempa. Salah seorang yang kerap berada di barisan terdepan untuk menjulurkan bantuan adalah Fahira Fahmi Idris.
Bersama rekan-rekannya, Fahira tanpa berpikir panjang langsung memutuskan untuk pergi ke Padang, Sumatera Barat setelah mengetahui terjadi gempa berkekuatan besar. Sebelumnya, sesaat setelah melihat berita bahwa di Padang terjadi gempa, Fahira langsung menghubungi teman-temannya untuk mendirikan posko bantuan bagi gempa Sumbar di kantor sekretariat Saudagar Muda Minang, Jakarta.
Ditemui di kediamannya di daerah Duren Tiga, Jakarta Selatan, Fahira menceritakan tentang perjalanan hidup dan kegiatan di berbagai organisasi, termasuk kegiatannya dalam membantu korban bencana gempa di Sumbar. “Sebagian besar bangunan di sana (Padang, red) hancur,” ungkap Fahira membuka perbincangan pada Rabu (21/10) petang lalu. Fahira yang nampak santai memang tengah menikmati waktu luangnya setelah beberapa hari sebelumnya berada di Padang. “Besok pagi saya juga akan kembali ke Padang,” ujar Fahira. Meski wajahnya terlihat kelelahan, ia masih menunjukkan semangatnya dalam membantu korban gempa.
Terjun langsung ke daerah bencana dan menyalurkan bantuan, bukanlah kali pertama dilakukan Fahira di Padang. Saat gempa di Yogyakarta, dan beberapa bencana lain yang melanda daerah-daerah di tanah air, Fahira sudah aktif tampil untuk terjun langsung memberikan bantuan yang dibutuhkan. Baginya, memberikan bantuan dari kocek sendiri dan menyalurkan bantuan dari para donatur sudah merupakan sebuah kewajiban, setelah melihat nasib para korban yang cukup memprihatinkan.
Darah Minang. Fahira sendiri merupakan anak sulung dari dua bersaudara, pasangan Fahmi Idris dan Kartini Fahmi Idris. Ia lahir di Jakarta pada 20 Maret 1968. Sedari kecil, Fahira mengaku merasakan masa kanak-kanak yang sangat membahagiakan. “Masa kecil saya lalui dengan bahagia,” kenang Fahira. Kedua orangtuanya mendidik Fahira dengan didikan disiplin dan mengedepankan kesederhanaan. “Saya bangga memiliki orangtua yang mengajarkan kesederhanaan,” ujar Fahira.
Fahira kecil sempat bersekolah di SD Argentina, Jakarta selama tiga tahun. Ia lantas pindah saat menginjak kelas 4 SD ke SD Besuki, Jakarta. Fahira kemudian melanjutkan pendidikannya ke SMP Al-Azhar dan SMA Al-Azhar. Darah Minang yang berasal dari sang ayah sangat kental terasa dalam diri Fahira ketimbang darah Banjarmasin dari sang ibu. “Saya saat bersekolah sudah mulai berjualan, jadi saya merasa sebagai orang Minang,” ujar Fahira sembari tertawa lebar. Kala itu, Fahira berjualan kaos dan kartu ucapan saat masih duduk di bangku sekolah. “Waktu itu, keuntungannya lumayan loh,” lanjutnya singkat.
Saat masih duduk di bangku SMP, kepedulian sosial Fahira juga mulai terlihat pada saat meletusnya gunung Galunggung di Jawa Barat pada tahun 1982. Ia bersama anggota PMR (Palang Merah Remaja) di sekolahnya pergi ke daerah di sekitar gunung Galunggung untuk memberikan bantuan bagi warga sekitar. “Jadi sebenarnya kegiatan di Padang, bukanlah kali pertama saya terjun langsung,” aku pemilik yayasan Nabila Zahra yang menaungi sekitar 60 yatim piatu ini.
Lulus SMA tahun 1986, Fahira lantas sempat melanjutkan kuliah di Jurusan Matematika, Universitas Padjadjaran, Bandung. Namun, hanya setahun ia mengenyam bangku kuliah di kota Kembang. Fahira lebih memilih untuk berkuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (UI), Jakarta. Sambil mengenyam bangku kuliah, Fahira mulai merintis bisnis parsel bersama sepuluh teman kuliahnya. Perusahaan parsel bernama Bella Parcel tersebut lantas diubahnya menjadi Nabila Parcel, setelah kepemilikannya diambil alih Fahira secara penuh.
Bisnis Parsel. Sejak saat itu, bisnis parsel dan bunga milik Fahira mulai berkembang pesat. Tak hanya di ibukota saja, ia melebarkan sayap ke berbagai daerah di tanah air. Penjualan pun makin lama makin meningkat. Nama Fahira lantas menjadi sebuah jaminan produk parcel dan bunga yang bermutu melalui perusahaan PT Nabila Parsel Bunga Internasional. Setelah matang di dalam negeri, Fahira juga mulai merambah pasar luar negeri untuk kebutuhan ekspor. Meski sang ayah menjabat sebagai menteri di dua periode, Fahira mengaku sama sekali tak memanfaatkan nama besar sang ayah dalam membangun bisnisnya. “Justru bisnis saya itu sudah saya tekuni jauh sebelum ayah saya menjadi menteri,” aku Fahira yang tak suka berjalan-jalan di mal ini.
Selain sibuk dengan bisnis parselnya yang kian berkembang, Fahira juga mulai aktif di beberapa organisasi sekaligus. Salah satunya adalah di Persatuan Menembak dan Berburu Indonesia (Perbakin). Di organisasi yang kepengurusan dan anggotanya lebih banyak diisi kaum adam tersebut, Fahira menjabat sebagai Ketua Komisi Pembinaan dan Perencanaan Bidang Target dan Bidang Berburu. “Di kepengurusan, saya satu-satunya wanita,” ujar Fahira dengan bangganya. Keikutsertaan Fahira di Perbakin memang bermula dari kesukaannya menembak sedari kecil. Melalui hobi menembak itu pula, Fahira mendirikan Aries Shooting Club, sebuah klub menembak yang memiliki 1800 anggota.
Tak puas aktif di sederet organisasi, Fahira juga disibukkan dengan jabatan Ketua Saudagar Muda Minang, sebuah perkumpulan yang beranggotakan para pengusaha muda asal Sumatera Barat di berbagai daerah. Perkumpulan yang didirikan sejak dua tahun lalu ini didirikan untuk memotivasi kaum muda Minang untuk berwirausaha. “Sekarang keanggotaannya sudah mencapai 5500 orang tersebar tak hanya di Indonesia saja, tapi di luar negeri juga,” tutur wanita yang sempat dinobatkan sebagai The Most Favorite Inspiring Woman tahun 2005 versi sebuah media ini.
Melalui perkumpulan Saudagar Muda Minang ini pula, Fahira membangun rasa kepedulian sosial para anggotanya dan masyarakat lain, untuk mau menyumbangkan bantuan bagi korban bencana gempa di Sumatera Barat. “Sebenarnya saya bisa saja memberikan dana sumbangan melalui dompet peduli, tapi saya lebih memilih terjun langsung supaya menemui sasaran korban gempa,” tutur Fahira. “Sebenarnya mengurus bantuan untuk korban gempa ini merupakan sesuatu yang tidak direncanakan sebelumnya,” lanjutnya. Posko yang dibangun Fahira bersama rekan-rekan Saudagar Muda Minang setengah jam setelah terjadi gempa di kantor sekretariatnya di Jalan Kebon Kacang, Jakarta, langsung mendapatkan sambutan yang baik dari para donatur yang ingin menyumbangkan bantuan.
Membantu Korban Gempa. Barulah hari kedua paska gempa, Fahira beserta rombongan memutuskan untuk pergi ke Padang. Pada hari itu, ia berhasil mengumpulkan selimut, susu, tenda, dan pakaian layak pakai berjumlah ribuan untuk dibagikan kepada korban bencana gempa Sumatera Barat. “Saya melihat di lapangan, bahwa masyarakat belum mampu me-manage bantuan karena masih menumpuknya bantuan di beberapa titik, dan belum terdistribusi dengan baik,” papar Fahira. Tanpa berpikir panjang, Fahira bersama rekan-rekannya yang relatif berusia muda terjun langsung mensurvei daerah bencana yang belum mendapatkan bantuan. Dengan data tersebut, Fahira lantas menyalurkan sendiri bantuan yang didapatnya dari berbagai sumber ke daerah-daerah terpencil.
“Saya merasakan kesedihan yang amat luar biasa,” ujar Fahira yang memegang prinsip hidup keikhlasan ini. Kesedihan tersebut dirasakannya sambil membayangkan bagaimana kesulitan yang dihadapi para korban gempa. Beruntung bagi dirinya, karena sanak keluarga yang masih tinggal di Padang, selamat dari bencana. Menurutnya, bencana gempa yang terjadi di Sumatera Barat dan beberapa daerah lainnya di Indonesia memang merupakan sebuah teguran dari Sang Pencipta. “Kita sebagai bangsa Indonesia, wajib untuk memikirkan saudara-saudara kita yang sedang dalam kesulitan,” papar Fahira mengambil pelajaran dari bencana gempa yang kerap terjadi di dalam negeri.
Dari kocek sendiri, Fahira memang telah menghabiskan sejumlah dana untuk membantu para korban bencana. “Dengan membantu orang, ya prinsipnya kalau kita mendapatkan kesulitan maka kita juga akan dibantu oleh orang lain,” tutur Fahira sembari berfilosofi. Meski kerap meninggalkan anak semata wayangnya, Nala (14) untuk memantau bantuan di Padang, Fahira tetap bisa membagi waktunya bersama anaknya tersebut.
Single Parent. Kesuksesan dalam berbisnis dan berkegiatan di berbagai organisasi ternyata tak diikuti kesuksesan dalam berumah tangga. Pernikahan Fahira yang telah dijalaninya selama beberapa tahun harus berujung dengan perceraian. “Pada intinya sih sudah tidak ada kecocokkan,” aku Fahira. Sejak tahun 2003, Fahira pun resmi menyandang status janda dan single parent bagi anak semata wayangnya, Nala (14). “Saya sempat tak mau keluar rumah selepas bercerai karena gamang menyandang status sendiri,” aku Fahira. Seiring berjalannya waktu, ia mulai belajar ikhlas dan sabar menghadapi segala permasalahan. Dengan begitu, meski merasakan adanya kekurangan, ia berusaha bangkit dan merasakan adanya kelebihan yang dapat bermanfaat bagi orang lain.
Menjadi single parent memang sempat membuat Fahira tenggelam dalam kesedihan. Terlebih lagi, melihat perkembangan anaknya yang memasuki masa remaja dan membutuhkan figur ayah. “Kesedihan itu tertutupi dengan banyaknya kegiatan,” ungkap Fahira. Kini, ia lebih banyak memfokuskan perhatian terhadap perkembangan anaknya tersebut. “Saya merasa figur ayah digantikan oleh ayah saya,” ujar Fahira. Sebagai seorang ibu, ia mendidik anak dengan mengedepankan kesabaran karena mulai berkembangnya sang anak yang memasuki masa remaja.
Ke depannya, Fahira ingin memberikan pendidikan yang baik bagi anaknya. Sedangkan untuk bisnisnya, ia menginginkan adanya perkembangan yang cukup berarti. “Saya ingin memantau terus perbaikan kondisi paska gempa di Sumbar,” ujar Fahira. Soal kesendiriannya, ia tak berani menargetkan akan menikah kembali dengan sosok pria untuk membangun rumah tangga. “Saya ingin fokus ke anak dulu,” ujar Fahira. “Jodoh itu kita kan nggak tahu ya,” lanjutnya mengakhiri perbincangan. Fajar

Side Bar 1…

Belajar Menembak dari Sang Ayah

Siapa sangka, hobi menembak yang digeluti Fahira selama bertahun-tahun karena ‘tertular’ dari sang ayah. Saat masih remaja, Fahira seringkali menemani ayahnya, Fahmi Idris menyalurkan hobinya menembak. Saat Fahira mencoba untuk menarik pelatuk senjata milik sang ayah tersebut, ternyata kemampuan menembaknya cukup baik. Sejak saat itu pun, Fahira mulai menyukai hobi menembak. “Saya tak pernah terpikir menggeluti hobi menembak,” ujar pemilik koleksi 3 senjata api ini. Ia mulai serius menggeluti hobi menembak sejak tahun 2004.
Pengalaman belajar menembak bersama sang ayah pun semakin lengkap dengan senjata api pemberian dari ayahnya. Senjata laras panjang khusus berburu Mausser Whincester 243 seharga Rp 50 juta buatan Jerman tersebut menjadi senjata kesukaannya saat berburu babi hutan. “Orang yang ingin ikut olahraga menembak itu harus melalui psikotes dan tes keterampilan,” papar Fahira.
Bagi Fahira, ada kesenangan tersendiri saat membidik sasaran dan menarik pelatuk senjata. “Saya dapat melatih konsentrasi dan ketenangan saat menembak,” aku Fahira. Menurutnya, menembak dan berburu sesuai dengan jiwanya yang sangat suka berpetualang. “Menembak itu bagus untuk relaksasi,” ujarnya singkat. Ia menyisihkan waktu dalam seminggu, untuk melakukan dua kali latihan menembak di lapangan tembak Senayan dan Kelapa Dua, Jakarta. Selain itu, Fahira juga kerap bepergian ke luar kota untuk berburu. “Saya sangat suka berburu babi hutan,” ungkap Fahira. Ia bercerita, di beberapa daerah transmigran di Sumatera dan Kalimantan, kerap diganggu babi hutan.
Populasi babi hutan yang meningkat akan merusak lahan pertanian dari warga di pedalaman daerah tersebut. “Jadi kita membantu membasmi babi hutan sekaligus menyeimbangkan populasinya,” ujar Fahira. Selepas berburu babi hutan, para petani biasanya menghadiahkan berbagai hasil ladang mereka kepada Fahira dan teman-teman berburunya. “Jadi seperti Robin Hood,” ujar Fahira sambil tertawa. Fajar

Side Bar 2…

Naik Ojek Motor dan Mobil Tahanan Polisi di Daerah Bencana

Akibat dari rusaknya jalur transportasi ke lokasi bencana di daerah Pariaman, Sumatera Barat, Fahira harus merasakan pengalaman unik yang tak mungkin bisa dilupakan begitu saja. Untuk mencapai daerah bencana, ia harus dibonceng sepeda motor. Dengan menaiki motor tersebut, Fahira melewati jalan kecil dan pematang sawah. Meski jalur perjalanan yang cukup sulit dilewati, tak menyurutkan semangat Fahira dalam menyalurkan bantuan bagi korban bencana. Di tengah terik panas matahari dan ancaman gempa susulan yang sewaktu-waktu mengancam, akhirnya sampai juga Fahira di sebuah desa yang tertimpa gempa di daerah Pariaman.
Kondisi bangunan rumah yang hampir seluruhnya hancur menjadi penyambut kedatangan Fahira. Sungguh miris keadaan warga di desa tersebut. “Daerah-daerahnya itu nggak selalu bisa dilalui dengan mobil biasa,” kenang Fahira. Bahkan, ia sempat menumpang mobil tahanan polisi untuk membawa barang-barang bantuan bagi korban bencana di daerah terpencil. Baginya, pengalaman-pengalaman unik tersebut dilaluinya dengan ikhlas dan sabar demi membantu sesama yang mengalami kesulitan. Selain menumpang ojek motor dan mobil polisi, terkadang untuk memasuki sebuah daerah yang terisolir, beberapa rekannya juga harus menaiki motor trailer sembari membawa barang bantuan agar sampai ke tujuan. Fajar
Biodata
Nama Lengkap : Fahira Fahmi Idris
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 20 Maret 1968
Nama anak : Nala (14)
Nama orangtua : Fahmi Idris dan Kartini
Pendidikan
SD Argentina, Jakarta (174-1977)
SD Besuki, Jakarta (1977-1980)
SMP Al-Azhar, Jakarta (1980-1983)
SMA Al-Azhar, Jakarta (1983-1986)
Fakultas Matematika, Universitas Padjadjaran, Bandung (1986-1987)
Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta (1987-1992)
The London School of Flowers, Inggris (1994)
Magister Hukum Bisnis, Universitas Padjadjaran, Bandung (2008-sekarang)
Karir
Pemilik PT. Nabila Parcel Bunga Internasional (1988- sekarang)
Komisaris PT. Golden Spike Energy Indonesia (2002-sekarang)
Komisaris PT. Nigata Santana, Diesel Engine Mfg Indonesia (2005-sekarang)
Organisasi
Asosiasi Pengusaha Parcel Indonesia (APPI) (2005-sekarang)
Ketua Aries Shooting Club (2005-sekarang)
Ketua Komisi Pembinaan dan Perencanaan Bidang Target dan Berburu (2006-sekarang)
Ketua Saudagar Muda MInang (2008-sekarang)

No comments: