Dengan Modal Awal Rp 200 Ribu, Raup Omset Rp 30 Juta Per Bulan
Sejak masih gadis, Syarifah Khalida bercita-cita ingin memiliki toko kue sendiri. Akhirnya, setelah menikah dan memiliki satu anak, ia memberanikan diri untuk berjualan kue meski pada awalnya tak bisa membuat kue. Dengan modal awal Rp 200 ribu, kini Syarifah Khalida mampu menangguk omset Rp 30 juta per bulan dari bisnis kue yang dijalaninya. Lalu bagaimana kisah ibu satu anak yang menyebut dirinya sebagai tukang kue ini?
Suasana sebuah rumah di kawasan Tebet Timur Dalam, Jakarta Selatan itu nampak sedikit berantakan. Di teras rumah, sebuah oven berukuran besar berdiri tegak seakan-akan menyambut setiap tamu yang berdatangan. Tak ada papan nama di depan rumah yang menunjukkan sang pemilik rumah tersebut berjualan kue. Kendati begitu, hampir setiap orang di daerah Tebet Timur sudah mengenal bahwa Ida-panggilan akrabnya-merupakan seorang penjual kue yang handal.
Ida bukanlah seorang pemilik toko kue besar yang terletak di tepi jalan dan siap menarik calon pembeli melalui berbagai kue lezat di display tokonya. Meski demikian, ia justru patut berbangga hati dengan usaha kuenya yang mampu mendatangkan omset lebih dari Rp 1 juta per hari. Pasalnya, Ida berjualan di dunia maya alias internet. “Dulu, modal saya cuma Rp 200 ribu,” ungkap Ida memulai pembicaraan dengan realita pada Rabu (2/12) lalu.
Pada awalnya, Ida mengaku tak bisa membuat risol atau kue sama sekali. Namun, keinginan mendirikan toko kue sebenarnya sudah terpendam sejak lama. Suatu hari pada pertengahan tahun 2007, Ida tak sengaja melihat sebuah toko kue saat hendak pergi bekerja. Kala itu, ia memang masih bekerja sebagai seorang guru Taman Kanak-kanak (TK). “Dari dulu, saya memang bermimpi punya toko kue,” aku Ida dengan bersemangat. Ida lantas memberanikan diri untuk mendatangi sebuah toko kue kecil tak jauh dari stasiun, tempat ia biasanya menggunakan kereta untuk berangkat kerja. Ia bertanya kepada pemilik toko, tentang keinginannya untuk menitipkan kue-kue buatannya di toko tersebut. “Padahal kemampuan saya membuat kue itu nol,” ujar wanita kelahiran 22 Juni 1980 ini.
Belajar Membuat Kue. Pada malam harinya, Ida pun mengutarakan keinginannya untuk berjualan kue. Sang suami, Agung Nugroho (36) kemudian menyarankan istrinya tersebut untuk berjualan di internet. Untuk mewujudkan keinginannya itu, Ida kemudian berusaha keras untuk belajar membuat penganan risol. Sebagai seorang pemula, Ida berkali-kali menemui kegagalan dalam memasak risol. Namun, berkat kerja kerasnya, ia berhasil membuat risol dan mencoba menawarkan ke beberapa keluarga dekatnya. Ternyata, risol buatannya tersebut dinilai enak oleh keluarga dekat dan teman-temannya. Bermodalkan keahlian yang tak seberapa itulah, Ida pun mulai menawarkan produknya di blog pribadinya.
Beruntung bagi Ida, ada salah seorang temannya di dunia maya memesan risol sebanyak 55 buah dengan harga Rp 3 ribu per buah. Sempat dirasuki rasa tak percaya karena ada pesanan yang datang kepadanya, Ida pun bersemangat untuk memasak risol. Semalaman, dari jam 9 malam hingga jam 4 pagi, ia memasak risol. “Karena belum terbiasa, jadi terkadang kulitnya itu sering terlalu tebal atau robek saat digoreng,” kenang wanita yang menghabiskan masa remajanya di Bandung ini. Pagi harinya, pesanan 55 buah risol dengan isi telur dan smoked beef itu pun dikirim kepada pelanggan pertamanya tersebut. Tak disangka, ternyata temannya itu sangat menyukai rasa risol buatannya. Bahkan seminggu kemudian, ia kembali memesan risol sebanyak 100 buah.
Risol Kribo. Seorang diri, Ida kembali memasak risol untuk pesanan keduanya. Seiring berjalannya waktu, pesanan risol bernama 'risol kribo' ini semakin bertambah banyak. Tak puas hanya berjualan penganan risol, Ida memutuskan untuk mulai memproduksi makanan lainnya. “Saya memutuskan untuk membuat cake,” ujar Ida singkat. Lagi-lagi, keterbatasan kemampuan memasaknya, ia pun ikut dalam kursus membuat sekaligus menghias cake. Setelah merasa percaya diri karena telah dibekali pengetahuan dasar dalam membuat cake, akhirnya Ida kembali mempromosikannya di blog internet.
Pesanan cake akhirnya datang juga. Salah satu teman Ida memesan cake untuk perayaan ulang tahun anaknya. Kue yang berukuran 40 cm x 40 cm tersebut dikerjakan Ida dari jam 6 sore hingga jam 6 pagi. Whip cream yang dilumuri di permukaan kue kerapkali tidak rata, sehingga Ida harus mengulangnya berkali-kali. Setelah dirasa cukup baik, pada pagi harinya kue tersebut diantarkan kepada sang pelanggan. Kabar tentang enaknya penganan dan cake buatan Ida kemudian tersebar luas di internet. Alhasil, pesanan pun semakin bertambah banyak. Dengan sedikit demi sedikit keuntungan, Ida mulai membeli segala macam peralatan memasak kue yang lengkap. Pasalnya, peralatan yang lama sudah tak mampu lagi melayani pesanan yang makin lama makin bertambah.
Ida lantas mengubah caranya berpromosi. Media promosi yang pada awalnya melalui blog pribadi, kemudian dipindahkan ke web yang dikhususkan untuk berjualan kue. Web bernama www.kotakkue.com dipilih karena menurut Ida, mudah diingat dan kue-kue yang dipesan biasanya dikirimkan dengan menggunakan kotak. Kotak Kue pun dipilih sebagai merek toko kue online miliknya. Sang suami sangat membantu dalam mendesain www.kotakkue.com. Tiga bulan sejak Januari 2008 saat web tersebut diluncurkan, pesanan semakin bertambah banyak. Akibatnya, Ida semakin disibukkan dengan membuat kue pesanan. Meski dibantu oleh dua orang karyawannya dan ditambah dua orang lagi bila dibutuhkan, Ida mengaku merasa kerepotan dengan pesanan yang semakin menggila. “Saya semakin kewalahan menerima pesanan yang bertambah banyak,” ujar ibu dari Nadiv Rafi Nugroho (3) ini.
Setelah mempertimbangkan dengan matang, Ida kemudian memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai guru TK dan memilih untuk menseriusi usaha kuenya. “Setelah setahun memulai bisnis kue ini, saya resign dari pekerjaan,” cerita anak pertama dari empat bersaudara ini. Wanita lulusan IKIP Bandung (sekarang UPI, red) ini pun secara total mengurusi bisnis kuenya. Berbagai produk makanan baru mulai ditambah dan ditawarkan di internet. Mulai dari risol kribo, lumpur keju, cupcake chocochip, fruit pie, hingga cake berukuran besar yang dapat dimodifikasi sesuai pesanan dan selera si pemesan. Harganya pun bervariasi, mulai dari Rp 3.500 hingga ratusan ribu rupiah untuk cake dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menarik. Semakin rumit dan menarik cake yang dibuat, maka semakin mahal harga yang dikenakan terhadap cake tersebut. Yang membedakan Kotak Kue dengan toko kue lainnya, adalah cake buatan Ida dapat dimodifikasi sesuai dengan pesanan sang pelanggan.
Meski berjualan di dunia maya, Ida mengaku tak mengalami kesulitan yang cukup besar dalam menawarkan produk makanannya. Pasalnya, bila ada calon pembeli yang ingin mencicipi rasa dari kue buatannya, ia mempersilakan calon pembeli tersebut untuk datang ke rumahnya. Tak hanya itu saja, para calon pembeli juga dapat memesan sesuai selera masing-masing melalui saluran telepon. “Biasanya sih ada orang yang tak percaya dengan toko online,” ungkap Ida. “Tapi toko online itu adalah bisnis kepercayaan,” lanjutnya tegas. Sejauh ini, ia pun mengaku tak pernah ada masalah besar dalam menjalankan toko kue online miliknya tersebut.
Omset Lebih dari Rp 30 Juta per Bulan. Kini, rata-rata pesanan cake dalam sehari sekitar 3 atau 4 buah cake berukuran besar. Selain itu, pesanan risol kribo dan penganan lainnya juga tak pernah berhenti datang. Alhasil, Ida pun menangguk keuntungan dari bisnis kuenya itu. Dalam sebulan, ia mampu mencatatkan omset minimal Rp 30 juta per bulan. Dengan dibantu dua karyawan yang digaji sekitar Rp 600 ribu ditambah bonus bulanan, Ida menjalani roda bisnis kuenya tersebut. Ida merasa dengan berbisnis kue ini, ia dapat meluangkan waktu lebih banyak di rumah sembari membuat kue pesanan. Rafi, anak semata wayangnya pun mendapatkan perhatian yang lebih banyak ketimbang sebelumnya, saat Ida masih bekerja. Terlebih lagi, apa yang dilakoni Ida ini sangat didukung oleh Agung Nugroho, suami yang menikahinya sejak tahun 2005. Bahkan, tak jarang berbagai macam ide muncul dari sang suami.
Dari perjalanan bisnis kue miliknya ini, Ida juga dapat mengambil banyak pelajaran. “Bisnis itu nggak perlu modal besar,” ujar wanita yang numpang lahir di Solo ini. Menurutnya, berbisnis dapat dimulai dengan peralatan yang sudah ada. Dengan modal minim ditambah dengan keahilan, Ida yakin semua orang dapat berbisnis dengan mudah, termasuk ibu-ibu di rumah. “Jangan pernah takut untuk memulai dan mencoba,” ujar Ida. “Kalau nggak pernah mencoba, kita nggak akan pernah tahu kita bisa atau nggak,” lanjutnya menjelaskan. Ida sendiri memiliki keinginan untuk mendirikan toko kue. Namun, keinginan tersebut dirasa masih jauh berada di depan. Pasalnya, ia mengaku dengan membuka toko kue online, justru memberikan banyak keuntungan. Ida tak perlu mengeluarkan uang untuk menyewa atau membeli bangunan dan membuat banyak contoh kue sebagai pajangan di toko.
“Kalau sekarang kan, hanya sesuai dengan pesanan,” ujar Ida sembari tersenyum. Selain berbisnis kue, ternyata Ida juga sempat ditawari oleh sebuah perusahaan penerbit untuk menerbitkan sebuah buku tentang cara membuat dan menghias cake. Akan tetapi, Ida masih belum memiliki banyak waktu untuk merealisasikan seperti apa yang dilakukan sang suami, yang telah menerbitkan buku berjudul Ocehan Si Mbot, Gilanya Orang Kantoran. “Nanti dulu deh kalau untuk menerbitkan buku, saya masih kewalahan dalam menerima pesanan,” tutur mantan guru TK Discovery Centre ini. Fajar