Pernah Menjadi Kuli, dan Loper Koran, Kini Sukses Sebagai Pengusaha Pupuk Beromset Milyaran
Meski sempat tinggal kelas ketika bersekolah dan termasuk anak kurang pintar di kelasnya, Amal Alghozali ternyata mampu mengubahnya sebagai sebuah kesuksesan. Kesuksesan yang belum tentu dapat dicapai oleh semua orang. Kini, ia mampu memimpin sebuah perusahaan yang memproduksi pupuk organik cair yang diminati oleh investor asing. Lalu, bagaimana awal kesuksesan yang diraihnya tersebut?
Kamis (7/2) pagi, sebuah kantor yang menyatu dengan sebuah ruko di daerah Serpong tampak sepi. Tak heran memang, pada hari itu merupakan hari libur nasional memperingati hari raya Imlek. Hanya ada satu orang karyawan yang terlihat di dalam kantor tersebut. Sang pemilik, yakni sosok pria bernama lengkap Alam Alghozali ternyata belum hadir di kantor miliknya itu. Setelah menunggu beberapa lama, seorang pria yang tampak sederhana keluar dari sebuah mobil Toyota Kijang LGX yang berada tepat di depan kantor PT SMS Indopura. Tak hanya tungganya yang sederhana, pakain yang dikena pun juga sederhana. Padahal ia adalah seorang pemilik perusahaan yang memproduksi pupuk organik cair dan kini perusahaannya tersebut tengah diminati oleh investor asing dengan harga yang konon mencapai trilyunan rupiah. Amal tersenyum ketika ia menyadari bahwa Realita telah hadir di hadapannya. Sembari duduk santai, ia lantas berbagi kisah sukses dalam merintis binisnya hingga saat ini.
Dikisahkan Amal, ia bukanlah seorang anak yang lahir dari keluarga yang berkecukupan. Namun justru kondisi yang sederhana itulah yang memotivasi dirinya untuk berkembang dan terus maju menggapai cita-citanya. Amal terlahir dari pasangan (Alm.) Ahmad Dimyati dan Siti Afarah (70) pada tanggal 14 Juli 1966. Ia merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara. Amal lahir di sebuah desa kecil bernama Rejosari, Kecamatan Kebonsari, Madiun. Di kampung saya baru ada listrik itu dua tahun setelah saya lulus SMA,” kenang Amal. Sang ayah hanya berprofesi sebagai seorang guru Aliyah dengan gaji tak seberapa. Ayahnya harus menempuh perjalanan 12 KM dengan sepeda dari rumah ke tempatnya mengajar. Sepulang mengajar, ketika sore menjelang, sang ayah selalu beranjak pergi ke sawah untuk bertani. Lalu ketika malam tiba, Ahmad Dimyati juga mengajar anak-anak mengaji. Salah satu muridnya adalah Dahlan Iskan, pemimpin Grup Jawa Pos. Meski berpenghasilan pas-pasan, ayahnya selalu memprioritaskan sekolah bagi anak-anaknya. “Apapun dilakukannya agar anak-anaknya sekolah,” ungkap Amal tentang sang ayah.
Kuli Angkut Sayuran. Dan berkat tekat ayahnya yang kuat agar anak-ananya bisa sekolah, tak heran bila Amal dapat bersekolah hingga ke jenjang SMA. Meski ia sempat tinggal kelas karena nilai raportnya buruk. “Saya itu lengkap, sudah bodoh, miskin pula,” ujarnya sambil tertawa lebar.
Dalam hal pendidikan, menurut Amal ia pernah bersekolah di sekolah Al-Islam di kota Solo. Pada saat kenaikan kelas dari kelas 2 ke kelas 3, ternyata Amal harus tinggal kelas. Merasa malu karena tidak naik kelas, ia pun pindah ke SMA Muhammadiyah 2 di daerah Ponorogo, Jawa Timur. Setiap hari, Amal menempuh perjalanan naik sepeda sejauh 8 KM lalu dilanjutkan dengan menumpang angkutan umum. Di sekolah tersebut, hampir sebagian besar siswanya adalah siswa ‘buangan’. “Di situ berkumpul semua anak-anak bodoh,” kelakar Amal.
Setamatnya SMA pada tahun 1985, Amal kemudian memutuskan untuk pindah ke Jakarta karena ajakan salah satu tetangga di kampungnya. “Saya ke Jakarta bercampur dengan sayur-sayuran yang mau dikirim ke pasar di Jakarta,” kenang Amal. Pekerjaan pertama yang digelutinya adalah sebagai kuli angkut sayur-sayuran. Keinginannya untuk berkembang membuat ia memutuskan untuk belajar mengetik. Karena ketiadaan biaya, Amal lantas menjadi penjaga di sebuah kursus mengetik. Sehingga di malam hari, ia belajar mengetik dengan sendirinya. Di tempat itu pula, Amal melakukan ‘kenakalan’ dengan menerima order pembuatan ijazah kursus mengetik tanpa harus mengikuti kursusnya. “Waktu itu, setiap order saya dibayar Rp 300 ribu,” aku Amal sembari tersenyum. Berkat pekerjaan tersebut, ia akhirnya mampu melanjutkan ke bangku kuliah di Universitas Muhammadiyah, Jakarta dan mengambil jurusan ilmu politik. Bila pagi hari ia berangkat kuliah, maka pada sore harinya Amal menjajakan koran sebagai seorang loper koran.
Lagi-lagi karena ketiadaan biaya, bangku kuliah kemudian ia tinggalkan. Terlebih lagi ditambah dengan biaya hidup dan kontrakan kamar yang harus ia tanggung, maka ia tak sanggup lagi untuk membayar kuliah. Hingga suatu ketika ia melihat ada lowongan menjadi seorang reporter di surat kabar Kedaulatan Rakyat. Ia pun melamar untuk mengisi lowongan pekerjaan tersebut, dan untungnya meski ia tidak sampi lulus sarjana ia diterima. Sejak tahun 1989 hingga tahun 1992, ia melakoni profesi sebagai seorang wartawan Kedaulatan Rakyat perwakilan Jakarta.
Sebagai wartawan politik yang ulet, Amal pun bisa dekat dengan bebagai kalangan , termasuk dengan Mabk Tutut, Putri Pak Harto. Dan kedekatannya dengan Mabk Tutut tersebut, membuat Amal kemudian berpindah ke stasiun televisi TPI hingga tahun 1997. Dalam karir sebagai seorang jurnalis, ia merasakan masa-masa keemasan ketika bekerja di TPI, ia bukan saja menjadi orang kepercayaan Mbak Tutut, tetapi ia juga cukup dekat dengan Pak Harto yang kala itu menjadi presiden.
Tahun 1997, Amal kemudian berhenti dari pekerjaan sebagai wartawan. Setelah itu, ia memang sempat mengerjakan beberapa bisnis, di antaranya adalah mengurusi surat kabar dan majalah yang dimodali oleh keluarga Cendana. Salah satu majalah yang sempat dipimpinnya adalah majalah Sufi, dan tabloid Syiar bahkan sampai mendirikan perusahaan production house. Namun, entah kenapa setiap bisnis yang dipegangnya selalu berujung dengan kebangkrutan. Bisnis-bisnis media tersebut selalu saja merugi bila diurus oleh Amal. Lantas, ia kemudian diminta oleh keluarga untuk mengurusi sebuah perusahaan yang didirikan oleh saudara-saudara kandungnya. “Awalnya perusahaan ini bergerak di bidang kargo dan kontraktor,” aku Amal yang menunaikan ibadah haji pada tahun 1996 ini. Namun dikarenakan persaingan yang sangat ketat antara perusahaan kontraktor, ia kemudian berhenti terjun di kedua bidang tersebut.
Merintis Usaha. Tak berhenti sampai di situ saja, Amal pun banting stir mengubah bisnisnya menjadi sebuah perusahaan yang memproduksi pupuk organik cair pada tahun 2003. “Pupuk ini kan banyak memberikan dampak positif tidak hanya bagi produsen saja, tapi juga memberikan banyak keuntungan bagi petani kecil,” tutur Amal bersemangat. Pupuk sendiri dipilih karena ada salah satu kerabatnya yang berprofesi sebagai seorang peneliti. Apalagi melihat kebutuhan pupuk dalam negeri yang cukup besar. Kerabat yang bernama Dr. Lukman tersebut ternyata mampu menghasilkan jenis pupuk yang mampu meningkatkan produktivitas hasil panen para petani.
Dikatakan Amal, kerabatnya Dr Lukman, telah mengadakan riset sejak tahun 1985, dan mulai dipasarkan sejak tahun 1998. Sejak saat itulah, Amal memberanikan diri untuk terjun di bisnis pupuk. Dengan bermodalkan uang Rp 40 juta, ia lantas terjun di dunia bisnis pupuk. Modal tersebut selain dari kantongnya, juga dari anggota keluarga lainnya. “Apapun kita gadaikan, mulai dari mobil, truk, mobil bak, untuk perjuangan ini,” aku Amal. Alhasil, dalam menjalankan bisnisnya tersebut ia hanya menggunakan sepeda motor dan angkutan umum. Naik turun angkutan umum sudah biasa ia jalani bila akan berkunjung ke para petani untuk mempromosikan pupuknya dan menjaring distributor di berbagai daerah. Padahal sebelumnya, ia masih menggunakan mobil dan wara-wiri di layar kaca sebagai presenter dan reporter sekaligus.
Petani Kurang Kesempatan. Berbicara mengenai pupuk, selain karena menguntungkan, Amal juga bercita-cita ingin memajukan kondisi para petani di tanah air dengan memproduksi pupuk cair organik. Menurutnya, selama ini petani kurang mendapatkan kesempatan untuk mengubah nasib mereka sendiri karena keterbatasan yang dimilikinya. Terlebih lagi, ia pernah melihat sendiri kondisi sang ayah yang juga berprofesi sebagai seorang petani. “Ya lihat sendiri berapa banyak kita mengimpor beras dan beberapa hasil pertanian dari luar negeri saat ini,” ujar Amal khawatir.
Kini, kesuksesan telah mampu diraih oleh ayah empat anak ini. Kesibukannya mengurusi bisnis pupuknya yang terus berkembang tak lantas membuatnya melupakan keluarga. Pernikahan yang dibinanya sejak tahun 1992 dengan Dr. Hj. Ida Sofiati (40) telah membuahkan empat anak. Mereka adalah Fachrul Iman Alghozali (14), Faqih Akbar Alghozali (12), Fitra Malida Alghozali (11) dan Firdausi Nuzala Alghozali (10). Sang istri juga terlibat di dalam perusahaan mengurusi bidang SDM dan keuangan perusahaan. Waktu bersama keluarga selalu dapat diluangkan meski terkadang Amal harus bepergian ke luar kota untuk mengunjungi para petani pengguna Agrobost.
Sementara itu, pupuk Agrobost buatannya saat ini telah digunakan oleh para petani di berbagai daerah dari Aceh hingga pulau Sulawesi. Luas lahan yang telah dilayani telah mencapai 200 ribu hektar lahan pertanian. Kehebatan pupuknya juga telah menarik minat pihak luar negeri, seperti Cina dan Vietnam. Mereka tertarik untuk membawa teknologi pupuk Agrobost ke negaranya masing-masing untuk diterapkan. “Kalau berhasil, nilai transaksi dengan Vietnam sekitar 57 juta Dolar,” aku Amal.
Dengan keberhasilannya membangun bisnis, ia mengaku bersyukur dengan apa yang didapatnya saat ini. Bahkan ia memiliki target pada tahun 2009, lahan pertanian yang dilayaninya mencapai 1 juta hektar. “Saya optimis akan tercapai dan dipastikan Indonesia tidak akan impor beras, itu ada kontribusi kita,” tutur Amal dengan bersemangat. Fajar
Side Bar 1…
Memasang Gambar Mbak Tutut sebagai Model Iklan Pupuk Cair Organik Miliknya
Ada hal menarik saat Amal mencoba merangkul para petani di berbagai daerah. Ia menggunakan salah satu anggota keluarga Cendana, yakni Siti Hardiyanti Rukmana alias Mbak Tutut sebagai sosok panutan bagi petani. Sebelum hal itu terjadi, Amal melakukan presentasi di depan (Alm.) Pak Harto dan Mbak Tutut mengenai produk pupuk organik cair Agrobost yang diproduksinya pada tahun 2003. Bak gayung bersambut, mereka langsung menyambut baik kehadiran pupuk yang mampu membantu petani untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian yang mereka miliki. “Saya baru menyadari bahwa petani itu butuh tokoh panutan yang bisa ditiru,” ujar Amal. Kendati begitu, tetap saja keampuhan pupuk harus juga dapat diuji di lapangan. Menurut Amal, dengan menggabungkan dua aspek itulah para petani dapat menggunakan pupuk Agrobost. “Jadi, bintang iklannya itu Mbak Tutut,” ungkap Amal sembari tertawa lebar.
“Ternyata pengaruh Mbak Tutut di para petani itu luar biasa,” ujar Amal. “Ini bukan masalah politik atau apa,” kilahnya. Respon dari petani menyambut pupuk dengan kemasan gambar Mbak Tutut ternyata sangatlah positif. Penjualan pun semakin meningkat, terlebih lagi para petani dapat membuktikan sendiri bagaimana hasil kinerja dari pupuk tersebut. “Walaupun petani disuguhi dengan keunggulan pupuk ini, tetap saja mereka membutuhkan tokoh panutan yang memulainya,” tutur Amal.
Hubungan perkenalan antara Amal dengan keluarga Cendana memang telah berlangsung cukup lama. “Saya kenal dengan Mbak Tutut dan keluarga Cendana sejak saya bekerja di stasiun televisi TPI,” kenang Amal yang sempat menjadi kepala pemberitaan di TPI ini. Fajar
Side Bar 2…
Sempat ‘Mengaku-ngaku’ Pabrik Orang Sebagai Pabrik Miliknya
Tahun 2004, bisnis pupuk Amal mulai merangkak naik. Nilai penjualan pun menampakkan peningkatan yang signifikan. Amal juga telah memiliki pabrik pupuk seluas 1,8 hektar di daerah Serpong sejak empat tahun yang lalu.
Dalam membangun bisnisnya, ada kisah menarik yang sempat dialami Amal ketika ia masih belum memiliki lahan pabrik besar. Kala itu, ia masih belum memiliki dana yang cukup untuk membangun pabrik. Padahal ia juga harus mendapatkan pembeli dengan transaksi besar. Untuk mendapatkan kepercayaan para calon pembeli dari daerah, Amal sengaja ‘menyewa’ sebuah lahan pabrik agar dapat diakui sebagai pabrik miliknya. “Saya bayar Rp 3 juta kepada penjaganya agar mengaku bahwa pabrik itu adalah milik saya,” tuturnya sembari tertawa lebar. Padahal sejumlah uang tersebut adalah uang yang seharusnya untuk membayar iuran sekolah anak-anaknya. “Akhirnya anak-anak saya tidak bayar iuran selama 3 bulan,” ujar Amal sambil tersenyum.
Kepada calon pembelinya itu, Amal meyakinkan para calon pembelinya bahwa pupuk buatannya diproduksi dengan teknologi dan proses yang baik di sebuah pabrik yang besar (padahal yang ditunjukan tersebut bukan pabriknya, red). Sehingga para calon pembeli tersebut pun akhirnya merasa yakin untuk membeli pupuk Agrobost. Setelah aksi nekatnya itu, nilai penjualan makin meningkat dan memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan Amal. Alhasil, selang beberapa lama kemudian lahan pabrik yang sebelumnya hanya ‘diaku-aku’ saja, menjadi kenyataan bisa dimiliki Amal.
Dari berbagai perjuangannya mendapatkan kesuksesan dalam berbisnis, Amal bisa mengambil inti kiat sukses yang sampai saat ini dipegangnya. “Kunci sukses itu ada tiga, yakin, syukur, dan ikhlas,” ujarnya sembari berfilosofi. Ia juga tak pernah takut akan kehabisan uang. “Sifat uang itu seperti kumis dan jenggot, kalau dicukur akan tumbuh makin lebat,” ungkapnya sambil tertawa. Dari pengalamannya mengalami kebangkrutan memberikan ia sebuah pelajaran. Ia justru lebih giat meraih kesuksesan dan berusaha terus menerus hingga berhasil. “Yang penting kita terus berusaha, soal hasil itu tergantung Tuhan,” ujarnya singkat.
Jauh sebelum meraih kesuksesan, Amal selalu berdoa kepada Allah. “Apa yang nggak cocok untuk saya, ambillah,” begitu doa yang selalu dipanjatkan. Maka tak heran bila banyak kebangkrutan yang dialaminya. Bagi Amal, ia menganggap kebangkrutan tersebut merupakan kehendak Allah yang menganggap semua yang diambil merupakan sesuatu yang tidak cocok dengan dirinya.
Kini amal menikmati suksesnya, ia bukan saja menjadi pengusaha yang sukses di bidang pupuk, namun sebagai mantan wartawan ia juga sukses merangkul politikus dan para pejabat untuk mempromosikan pupuknya. Tak hanya itu, pabrik pupuknya kini juga dilirik perusahaan China dengan incaran harga mencapai trilyunan rupiah.
Dalam hal lobi, jangan ditanya pejabat mana atau politikus mana yang tidak dikenal atau tidak mengenal Amal. Pembawaanya yang sederhana, ramah, dan pandai membujuk membuat ia bisa diterima di berbagai kalangan. Fajar