Sunday, June 27, 2010

Untung Sukarti, Pemimpin Pontianak Post Group

Mantan Pesuruh yang Sukses Memimpin Media dan Mendirikan Pabrik Buah Nenas

Meraih sukses memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Hal tersebut dialami Untung Sukarti yang harus berjibaku memperjuangkan nasibnya untuk meraih kesuksesan dalam karir dan bisnisnya. Merintis dari bawah benar-benar dilakukannya hingga mencapai posisi puncak. Bahkan menjadi seorang pegawai rendahan sempat dilakoninya. Bagaimana kisah suksesnya berawal?

Kunjungan demi kunjungan ke petani kerap dilakukan pria yang dikenal ramah ini. Ia merasa tak segan bergaul dengan para petani buah nenas di daerah Kalimantan Barat. Pria yang bernama lengkap Untung Sukarti ini memang terlihat sangat akrab dengan setiap petani nenas. Obrolan demi obrolan kerap menjadi penyegar suasana bila Untung bertemu dengan salah satu petani nenas di daerah tersebut. Mulai dari obrolan mengenai kondisi kebun hingga kehidupan para petaninya itu sendiri tak jarang menjadi bahan pertanyaan Untung kepada para petani tersebut.

Pada hari Minggu (10/2) siang, Untung sudah berada di tengah-tengah kebun nenas di Kalimantan Barat untuk mengawasi kondisi kebunnya tersebut. Sebagai seorang pemimpin, tentu ia tak ingin ada kesalahan dalam pengelolaan kebun nenas miliknya tersebut. Selain itu, membina hubungan dengan para petani, bagi dirinya merupakan hal penting yang harus dilakukannya. Selain mengurusi pabrik nenas, Untung juga menjabat sebagai salah seorang direktur Pontianak Post, surat kabar terbesar di Kalimantan Barat. Jabatan-jabatannya tersebut tidak diraih dengan mudah. Berbagai perjuangan ia hadapi untuk meraih puncak dalam karirnya.

Serba Kekurangan. Untung Sukarti berasal dari keluarga yang sederhana. Sang ayah hanyalah seorang buruh tani dengan upah pas-pasan. Ia lahir dari pasangan (Alm.) H. M. Idrus dan Hj. Reteni (86) di desa terpencil di daerah Lamongan, Jawa Timur. “Orang tua saya buta huruf, bisa dibayangkan bagaimana kehidupan kami,” ungkap Untung sembari mengingat masa kecilnya yang memperihatinkan tersebut. Ia merupakan anak kedua dari empat bersaudara dan lahir pada 16 Juni 44 tahun yang lalu. Kehidupan keluarganya terbilang cukup memperihatinkan. Dengan hanya mengandalkan penghasilan sang ayah yang berprofesi sebagai seorang buruh tani, tentu saja biaya kehidupan sekeluarga terkadang tidak tercukupi dengan baik. “Semuanya serba kekurangan,” kenang Untung. Meski dikelilingi dengan kondisi serba kekurangan, kedua orang tuanya sangat menanamkan pendidikan agama Islam yang kuat. “Orang tua saya juga sangat disiplin baik ibadah maupun yang lainnya,” ujar Untung singkat. “Didikan itulah yang selalu saya jalankan hingga sekarang dan kembali saya ajarkan kepada anak-anak saya,” lanjutnya.

Bahkan untuk makan sehari-hari saja, seluruh anggota keluarga harus bersabar karena bila hari ini mampu makan dengan lauk seadanya, maka esok hari belum tentu akan ada makanan yang terhidang di meja makan. Sulitnya kehidupan di masa kanak-kanak tak membuat Untung patah semangat. Sebaliknya, ia justru terpacu untuk memperbaiki kesengsaraan yang membelenggu kehidupannya. “Saya ingin memperbaiki kehidupan saya,” begitulah tekadnya yang kuat kala itu. Menu makanannya pun terbilang sangat sederhana. Ubi dan jagung sudah menjadi makanan yang nikmat untuk dilahap. Sedangkan nasi putih beserta lauk pauk, biasanya ada ketika hari raya menjelang saja. “Atau biasanya ketika ada tetangga yang hajatan baru makan enak,” ujar Untung sembari tersenyum miris. Kehidupan di masa kanak-kanaknya yang cukup memperihatinkan membuat Untung tak dapat merasakan masa kecilnya dengan penuh kebahagiaan. “Tidak cukup waktu untuk bermain,” ujar Untung singkat.

Menjadi Pesuruh. Untung kecil bersekolah di SD Negeri 1 Glagah, Lamongan dan SMP PGRI Jatirenggo, Lamongan. Sejak SD hingga SMP, ia habiskan di kota kelahirannya, Lamongan. Selama itu pula, biaya sekolah masih ditanggung oleh sang ayah yang berprofesi sebagai seorang buruh tani. Meski berpenghasilan pas-pasan, sang ayah tetap berusaha untuk membiayai sekolahnya hingga jenjang SMP. Pada umur 16 tahun, Untung kemudian memutuskan untuk merantau ke kota Surabaya. Kala itu, ia hanya ingin hidup lebih mandiri dan tak ingin lagi menyusahkan kedua orang tuanya. Bahkan sejak masih kanak-kanak, Untung sudah memiliki cita-cita sendiri. “Sejak masih kecil, saya sudah bercita-cita menjadi guru,” kenang Untung. Namun karena ketiadaan biaya dari kedua orang tuanya, ia pun mengurungkan niatnya untuk menjadi seorang guru.

Di Surabaya, ia tinggal di sebuah kamar kost sederhana dan mencari pekerjaan sendiri untuk membiayai sekolahnya. Untung bersekolah di SMA Mahasiswa, Surabaya. Pada pagi hari biasanya ia bekerja untuk membiayai hidupnya. Untung bekerja sebagai seorang pesuruh di kantor Jawa Pos. Dengan gaji sekitar Rp 12.500 per bulan kala itu, ia harus hidup dalam kesederhanaan. “Saya juga nambah penghasilan dengan ikut bantu-bantu di bengkel menambal ban,” aku Untung. Sedangkan sore harinya, barulah ia beranjak ke sekolah untuk menimba ilmu. “Waktu itu nggak ada yang tahu kalau saya sekolah lagi,” kenang Untung. Menjadi seorang pesuruh dijalaninya selama dua tahun.

Rutinitas bekerja sembari menuntut ilmu tersebut biasa ia jalani hingga ia melanjutkan ke bangku kuliah. Terkadang, bila uang di sakunya telah habis, Untung tak jarang harus berjalan kaki sejauh 7 KM dari sekolah menuju kamar kost, begitu pula sebaliknya. Pada saat memasuki dunia kuliah pun, ia masih menjalani perjuangan tanpa henti. Sesekali ia menaiki sepeda bututnya atau bahkan menumpang agar sampai ke kampus Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya. Di kampus tersebut, ia mengambil program studi Administrasi Negara. Ia membiayai kuliahnya sendiri sampai selesai. Kala itu sekitar tahun 1983, Untung juga masih bekerja di Jawa Pos di bagian iklan dan pemasaran.

Diangkatnya Untung menjadi pegawai iklan dan pemasaran, dari seorang pesuruh karena atasannya menilai bahwa ia telah lulus dari SMA dan tengah mengenyam bangku kuliah. Selain itu, ia juga sempat bekerja di bagian korektor di Jawa Pos.

Karirnya Bersinar. Selepas lulus kuliah tepatnya pada tahun 1990, Untung oleh bos Jawa Pos Grup, Dahlan Iskan ditempatkan di Pontianak sebagai tenaga pemasaran untuk Pontianak Post yang kala itu manajemen dan sahamnya diambil alih oleg Jawa Post Grup. Di tahun yang sama pula, ia bertemu dengan seorang wanita asli Pontianak bernama Sri Rezeki Zulfika yang kemudian dinikahinya hingga saat ini. Kala itu, Sri juga merupakan salah satu karyawan Pontianak Post. Namun setelah menikah dengan Untung dan memiliki anak, ia tak lagi bekerja. Sri lebih banyak berkonsentrasi membesarkan kedua anaknya. Selang beberapa tahun kemudian, karirnya merangsek naik. Ia sempat ditempatkan di beberapa bidang, mulai dari bagian marketing, percetakan, dan keuangan. Selama itu pula, ia banyak belajar tentang bidang-bidang tersebut. Sekitar tahun 1993, ia dipercaya Dahlan Iskan untuk menjabat sebagai direktur percetakan Pontianak Post. Puncaknya pada tahun 1996 ia diangkat sebagai direktur Pontianak Post Grup (penerbitan, percetakan, stsiun TV, Travel, dan lain-lainnya) hingga sekarang. Sebuah pencapaian yang luar biasa mengingat latar belakang Untung yang hanya berawal sebagai seorang pesuruh.

Sejak dipimpin oleh Untung, Pontianak Post mengalami perkembangan yang sangat pesat. Media yang berada di bawah bendera Jawa Pos kini memiliki oplah 35.000 eksemplar per hari dan tersebar di seluruh wilayah di Kalimantan Barat. Kini Pontianak Post Grup telah memiliki beberapa anak perusahaan, di antaranya adalah Harian Equator, Kapuas Post, Gua Ji Ri Bao (berbahasa mandarin) Metro Pontianak, Pontianak Teve (stasiun tv lokal), Media Link (internet service provider), dan Jawa Holiday (travel agency). Tak hanya itu saja, kini Pontianak Post memiliki gedung mewah setinggi 6 lantai di pusat kota Pontianak, tepatnya di Jalan Gajah Mada, Pontianak, Kalimantan Barat. Meski sudah menjabat sebagai seorang direktur, Untung mengaku masih terjun langsung ke lapangan untuk memeriksa segala macam pekerjaan. “Sekalian saya belajar juga,” ujar Untung.

Tak puas sampai di situ saja, Untung kembali dipercaya Dahlan untuk melakukan gebrakan dengan mendirikan sebuah pabrik sekaligus kebun nenas di Kalimantan Barat bernama PT. Agro Industri Saribumi Kalbar. “Kami perlu memikirkan pengembangan perusahaan yang agak jauh,” tegas Untung. Lokasi pabriknya sendiri terletak di Jalan Raya Rasau Jaya KM 22, Desa Kuala Dua, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Pontianak. Pembangunan tersebut diakuinya sebagai ungkapan terimakasih bagi warga Kalimantan Barat karena mereka turut membesarkan perusahaan Pontianak Post beserta anak-anak perusahaannya. Rencananya, pada pertengahan tahun ini, pabrik yang menghasilkan concentrate nenas itu akan mulai beroperasi. Kapasitas produksinya sendiri sebesar 30 ton per jam, dan per harinya membutuhkan 450 ton buah nenas segar. “Pabrik nenas ini kelak akan menjadi tumpuan dan harapan baru bagi petani di Kalimantan Barat,” tutur pria asli Lamongan ini. 90 persen hasil produksinya akan diekspor ke luar negeri, seperti China, Malaysia, Kanada, negara-negara Arab, dan Eropa. Untung berharap dengan mendirikan pabrik nenas tersebut dapat menjadi lokomotif ekonomi para petani Kalimantan Barat yang berbasiskan ekonomi kerakyatan yang berguna bagi masyarakat.

Meski kedua bisnis tersebut merupakan dua dunia yang berbeda, yakni media dan perkebunan, Untung masih dapat membagi waktu dan konsentrasinya dengan baik. “Saya pikir semuanya perlu kerja ekstra keras dan keinginan mau belajar dari kekurangan,” tegas Untung sembari berfilosofi. “Semuanya pasti ada prosesnya,” imbuhnya. Kesuksesan yang diraih Untung memang diakuinya berkat dorongan keluarga khususnya kedua orang tuanya. Terlebih lagi figur sang ayah yang merupakan figur yang dikagumi Untung. “Kemauan ayah saya sangat keras,” tutur Untung. Ditambah lagi dengan kelembutan sang ibu yang selalu membekas di dalam hati Untung.

Dalam menjalankan bisnis, salah satu kiat sukses yang selalu dipegangnya adalah bisnis apa pun yang dijalani haruslah dijalani dengan baik. Untung mengibaratkan dengan menggauli istri. “Jadi kita tahu detailnya seperti apa, kalau sedang sakit kita juga tahu bagaimana menanganinya,” tutur pria yang memiliki hobi bermain tennis meja ini.

Selain kedua orang tua, kisah sukses Untung juga tak terlepas dari istri dan kedua anaknya. Sang istri yakni Sri Rezeki Zulfika (39) selalu berada di belakang untuk mendampingi dan memberikan motivasi bagi sang suami. Sang istri kini juga tengah sibuk dengan bisnisnya sendiri. Saat ini, ia tengah mengurusi bisnis biro perjalanan dan membantu bisnis adik kandung Untung di bidang ekspedisi laut. Begitu pula dengan kedua anaknya, M. Raiful Kahfi (17) dan Assifa Mutia Kahfi (12) yang selalu mendukung ayahnya tersebut. Dengan hasil kesuksesan yang telah diraihnya, Untung telah berhasil membahagiakan kedua orangtuanya. Salah satunya adalah dengan menaikkan haji mereka pada tahun 2002. Dalam berkeluarga, Untung memiliki prinsip tersendiri yakni dengan membangun kepercayaan dan komunikasi yang baik antar anggota keluarga.

Dalam berbisnis pun, Untung tak melulu mengejar keuntungan semata. Baginya dengan memberikan banyak manfaat bagi orang lain itu sudah merupakan pengalaman bermakna sekaligus berharga. Dalam menjalani hidup dan karirnya, ia juga mengaku tak pernah direncanakan sebelumnya. Bila ada halangan yang melintang, Untung selalu menyerahkan semuanya kepada Sang Pencipta. Bertawakal dan ikhlas selalu ia lakukan dalam menghadapi segala macam masalah yang menyerang baik dalam kehidupan pribadi maupun karirnya. “Saya mengalir saja seperti air, mengalir, dan mengalir terus dan kelak akan menemukan lautan lepas itulah akhir dari perjalanan,” tutur Untung sembari menutup pembicaraan. Fajar

2 comments:

serbagratis said...

mas ibu yg difoto itu siapa namanya?kaya kenal

fajar aryanto said...

itu istrinya Pak Untung Sukarti.. memangnya kenapa ya mas?