Wednesday, December 30, 2009

Dyah Anita Prihapsari, Ketua Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT) Pusat

Membebaskan Indonesia Dari Asap Rokok

Tak gentar memperjuangkan larangan merokok di tempat-tempat umum selalu dilakoni Dyah Anita Prihapsari. Bahkan, ia memiliki keinginan untuk membebaskan Indonesia dari bahaya rokok. Ternyata, apa yang dilakukannya tersebut berawal dari penyakit yang diderita sang ayah, akibat menjadi perokok berat selama bertahun-tahun. Sejak saat itulah, Nita menjadi orang terdepan dalam tiap aksi membebaskan Indonesia dari asap rokok. Lalu bagaimana kisah lengkap ibu dua anak ini?

Suasana nampak sepi di sebuah rumah besar berlantai dua di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Kesan megah dan besar semakin terasa tatkala memasuki ruangan di dalam rumah. Di ruang tamu, realita menunggu sang empunya rumah yang belum kembali dari berkegiatan di luar rumah. Selang beberapa menit kemudian, pintu depan rumah terbuka perlahan. Dari sisi luar muncullah, wanita yang masih terlihat anggun di usianya yang sudah tak muda lagi. Sambil memegang tas di tangan kirinya, ia lantas mengulurkan tangan dan mengumbar senyum di wajahnya. Dialah Dyah Anita Prihapsari, wanita yang kini menjabat sebagai ketua Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT) Pusat.
Nita (panggilan akrabnya, red) semakin terlihat cantik dengan riasan di wajah, meski sudah menghabiskan banyak waktunya mengikuti beberapa kegiatan di luar rumah. Bahkan, raut kelelahan pun seakan-akan tak menghampiri wanita yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) DKI ini. Kedua putrinya secara bergantian menyambut kedatangan Nita. Rona kebahagiaan menyerbu perasaan Dita Atikah Yudi (13) dan Dini Melina Yudi (10) saat mengetahui ibunya telah kembali pulang ke rumah. Mereka tak lupa mencium tangan Nita, seperti biasanya. Tak lama kemudian, Nita membuka perbincangan dengan realita sambil duduk santai di sebuah sofa.
Anak Tomboy. Apa yang terlihat dari sosok Nita kini mungkin akan terasa beda bila mengingat dirinya pada saat kanak-kanak. “Saya waktu anak-anak lumayan tomboy,” kenang anak kedua dari empat bersaudara ini sembari tersenyum. Pasalnya, Nita kecil sangat suka bermain beberapa permainan yang biasa dilakukan oleh anak laki-laki. Bermain sepeda dan berolahraga kerap dilakoninya hampir setiap hari sewaktu kecil. Tak hanya itu saja, wanita kelahiran 22 Juni 1964 ini ikut latihan karate sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). “Saya berhenti saat saya memegang ban cokelat,” ujar Nita. Begitu juga dengan ketiga saudara kandung lainnya yang juga belajar seni bela diri karate. Menurutnya, kedua orangtua khususnya ayah memang menganjurkan agar keempat anak perempuannya berlatih karate agar bisa menjaga diri.
Didikan di dalam rumah semasa kecil, diakui Nita, setiap anggota keluarga dibebaskan untuk memilih apapun yang menjadi kesukaannya. Kendati begitu, sang ayah dikenal sebagai orang yang keras dan disiplin dalam berbagai hal. “Karena anaknya perempuan semua, segala hal sangat diatur terutama soal keamanan,” ungkap Nita yang menolak tawaran menjadi calon legislatif dari beberapa partai politik beberapa waktu lalu ini. Alasan itu pulalah yang mendorong kesemua anaknya mempelajari seni bela diri karate.
Sang ayah, Pang Suparnadi (76) adalah mantan karyawan swasta di sebuah perusahaan. Sedangkan ibunya, Muryanti Setia (70) adalah ibu rumah tangga biasa yang memiliki usaha sampingan salon. “Ibu saya sempat kursus kecantikan dan mendirikan salon,” aku Nita yang di masa kecilnya lebih dekat dengan ayah ini. Sang ibu sendiri mengajarkan jiwa wirausaha dengan mencontohkan kegiatannya tersebut kepada keempat anaknya. Selain membuka salon, ibunya itu juga menjadi perias kecantikan dan membuka kursus kecantikan sekaligus menjadi pengajarnya. Nita mengaku, sesekali membantu pekerjaan sampingan sang ibu di salon. Setelah bertahun-tahun mengurusi salon dan kursus kecantikan, ibunya berhenti karena usia yang sudah senja.
Nita kecil lahir dan dibesarkan di Jakarta. Ia bersekolah di SDN 01 Pejompongan, Jakarta. Setelah itu, Nita melanjutkan sekolahnya di SMPN 40 Pejompongan, dan SMUN 3 Teladan, Setiabudi, Jakarta. Selepas menamatkan pendidikan SMA pada tahun 1983, Nita memutuskan untuk melanjutkan ke jurusan Arsitektur Lansekap, Universitas Trisakti. Saat masih di tingkat 2 kuliahnya, jiwa wirausaha sang ibu ternyata menular pada dirinya. Kala itu, Nita sempat membuat beberapa aksesoris berupa tas dan kalung mutiara. “Ternyata teman-teman saya suka,” kenang Nita. Beberapa hasil karyanya sempat dijual ke beberapa teman kuliahnya.
Selepas lulus dari Trisakti, Nita beserta sang pacar kala itu yang kini telah menjadi suami, Yudi Yulius, membuka perusahaan jasa konsultan kontraktor dengan berbekal pendidikan keduanya di bidang arsitektur. Perusahaan yang diberi nama PT Arsipta Garis Persada itu kemudian menjadi titik awal Nita terjun menjadi seorang pengusaha. Gedung hasil karya pasangan ini terlihat dari gedung kantor IWAPI Pusat di daerah Cikini, Jakarta Pusat, dan beberapa perumahan di daerah Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Status lajangnya berakhir saat Nita memutuskan untuk menerima lamaran sang pacar, Yudi Yulius yang sudah menjadi kekasihnya sejak duduk di bangku SMA. Keduanya menikah pada 7 Juli 1991. Tak lama setelah menikah, Nita dan suami kemudian melanjutkan pendidikannya ke Marketing Management di Oklahoma City University, Amerika Serikat. Tahun 1995, Nita berhasil menamatkan pendidikan S2-nya dan langsung kembali ke tanah air. Di Jakarta, Nita kembali mengurusi perusahaannya selain ikut mengajar di kampus UPI YAI (kampus milik keluarga sang suami, red).
Sang Ayah Stroke. Awal mula perkenalan Nita dengan organisasi WITT, dimulai setelah ia melihat penyakit yang diderita sang ayah. “Waktu saya kuliah S2, ayah saya terkena penyakit semi stroke,” ungkap Nita yang memiliki hobi menonton film ini. Diakui Nita, ayahnya menderita penyakit tersebut akibat dari kebiasaannya merokok selama bertahun-tahun. “Ayah saya itu perokok berat,” ujarnya singkat. “Kalau ingin bertahan hidup, bapak harus total berhenti merokok,” ujar Nita menirukan omongan dokter yang menangani.
Beruntung, sang ayah memutuskan untuk total berhenti merokok demi kesehatan tubuhnya. Untuk pemulihan kesehatannya sendiri, ayahnya tersebut menjalani beberapa terapi. “Saat ini, ayah saya jadi benci melihat orang merokok,” aku Nita.
Dari penjelasan dokter tentang bahayanya merokok itulah, lantas membukakan mata Nita mengenai rokok dan akibat yang ditimbulkannya. Sejak saat itu pulalah, Nita bertekad untuk memasyarakatkan bahaya merokok kepada masyarakat luas. Kebetulan, saat kembali ke Jakarta, salah satu temannya menawarkan ikut serta di dalam keorganisasian WITT. Tanpa berpikir panjang disertai dengan pengalaman yang menimpa sang ayah, akhirnya Nita menerima ajakan temannya, Yayuk Ebiet G. Ade. “Kalau bisa, cuma ayah saya saja yang menderita penyakit akibat rokok, jangan ditambah orang lain,” tekad Nita.
Selama memimpin WITT, Nita tak segan-segan terjun langsung ke lapangan untuk mensosialisasikan larangan merokok kepada masyarakat. Bahkan, beberapa waktu lalu, Nita berkunjung dari mal ke mal di Jakarta bersama Gubernur DKI dalam memasyarakatkan Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan merokok. Bercita-cita ingin membebaskan Indonesia dari asap rokok, Nita berencana akan mendirikan cabang-cabang WITT di 33 propinsi. Dengan begitu sosialisasi larangan merokok akan lebih efektif.
Selain memimpin WITT, Nita juga aktif di dalam keorganisasian IWAPI. Ia pertama kali bergabung dengan IWAPI pada tahun 2000. Ibunyalah yang mendorong Nita untuk bergabung dengan IWAPI. “Kalau ingin berbuat banyak untuk masyarakat dari sisi pengusaha, lebih baik masuk ke IWAPI,” ujar ibundanya kala itu. Tiga tahun setelah aktif di IWAPI, Nita terpilih sebagai ketua IWAPI DKI periode 2003-2008. Ia kemudian terpilih kembali sebagai ketua pada periode berikutnya. Dengan menjadi Ketua IWAPI DKI, Nita bercita-cita mengangkat pamor perempuan sebagai pengusaha. Tak cukup dengan dua organisasi, Nita juga kini menjabat Wakil Ketua Umum Bidang Pendidikan Ketenagakerjaan dan Sosial KADIN DKI.
Jalin Komunikasi di Keluarga. Dengan segala kesibukannya di beberapa organisasi, Nita tak begitu saja melupakan perannya sebagai istri dari Yudi Yulius (45) dan ibu dari kedua putrinya. “Saya membebaskan anak-anak saya untuk memilih bidang yang mereka senangi, yang penting harus berguna untuk orang banyak,” harap Nita untuk kedua putrinya ini. Sebisa mungkin, ia selalu meluangkan waktu kosongnya bersama keluarga. Bahkan, tak jarang pula, Nita berlibur bersama keluarga di sela-sela kesibukannya yang padat.
Hari Sabtu dan Minggu merupakan waktu yang diusahakan Nita sebagai waktu bersama keluarga. Diakui Nita, keikutsertaannya di organisasi telah disetujui oleh suami. “Bagaimana pun juga saya selalu meminta ijin boleh atau nggak aktif sebagai ketua di organisasi,” tutur Nita. Sang suami ternyata mengiyakan dan mendorongnya untuk aktif di beberapa organisasi. “Ridha dan ikhlas suami, saya anggap penting karena dia adalah kepala keluarga,” ujarnya tegas. Pasalnya, Nita mengaku pasti akan banyak waktu yang dihabiskan untuk berbagai kegiatan organisasi.
“Kodrat saya sebagai ibu rumah tangga tidak boleh dilupakan begitu saja,” ujar Nita. Baginya, bila sudah masuk ke rumah, maka statusnya sudah pasti sebagai ibu rumah tangga kendati di luar rumah, ia dipercaya sebagai ketua beberapa organisasi. Untuk keluarga, Nita mengaku lebih mengutamakan komunikasi dengan suami dan kedua putrinya. “Yang penting itu adalah komunikasi,” ungkap Nita. Dengan begitu, ia akan merasa sukses sebagai seorang ibu rumah tangga. Sedangkan di keorganisasian, Nita akan merasa sukses apabila tujuannya tercapai dengan baik. “Saya akan merasa sukses bila Indonesia bebas dari asap rokok,” tutur Nita mengakhiri perbincangan. Fajar
Side Bar 1...
Menghentikan Kebiasaan Merokok Sang Suami
Menjabat sebagai ketua WITT dan kerap mensosialisasikan bahaya rokok, ternyata tak lantas membuat kebiasaan merokok sang suami berhenti. Kendati begitu, Nita tidak langsung putus asa. Ia justru merasa tertantang untuk menyadarkan suami agar berhenti merokok, karena akibatnya yang sangat berbahaya. Salah satu caranya adalah dengan menempelkan berbagai gambar penyakit yang disebabkan oleh rokok. “Nih Pah, akibatnya merokok,” ungkap Nita singkat kepada sang suami kala itu.
Sang suami sendiri menyadari bahwa kebiasaan merokoknya yang cukup berat menyebabkan rutinitas olahraganya tidak nyaman. “Nafasnya cepat terengah-engah,” ujar Nita menggambarkan kondisi suami. Bujukan yang dilakukan Nita juga dilakukan pula oleh kedua putrinya. Ditambah lagi, Yudi juga membaca sebuah buku yang mengajarkan untuk berhenti merokok. Alhasil, bujukan Nita dan kedua putrinya mampu menghentikan kebiasaan Yudi merokok sejak beberapa tahun silam. Setelah berhenti merokok, diakui Nita, kesehatan suaminya semakin membaik. Terlebih lagi, ditambah dengan rutinitas olahraga.
Dengan begitu, menurut Nita, pencegahan merokok akan lebih efektif bila dimulai dari keluarga sendiri. “Kalau orangtua sudah menjejali anak-anaknya dengan asap rokok yang mereka hisap, maka bila anak-anaknya berada di luar rumah, mereka sudah tak asing lagi bila ditawari merokok,” tutur Nita dengan tegas. Dari keluarga itu, barulah meluas ke lingkungan yang lebih besar. Fajar
Side Bar 2...
Kasur, Dapur, dan Sumur
Bagi Nita, menjadi Ketua IWAPI, bukan hanya sebatas jabatan saja. Namun, di balik jabatan tersebut, ia menginginkan imej wanita dapat mampu meraih kesuksesan sebagai seorang pengusaha dan berkecimpung di bisnis yang banyak didominasi oleh para pria. “Wanita itu bukan hanya identik dengan kasur, dapur, dan sumur,” ujar Nita sambil tersenyum simpul. Pewirausaha kini justru diakui Nita didominasi oleh perempuan. “60 persen pengusaha UMKM adalah perempuan,” ujar Nita dengan bangga.
Maka dengan menjabat Ketua IWAPI, Nita berharap mampu lebih menggairahkan perempuan untuk menjadi pewirausaha. Salah satu caranya adalah dengan mengadakan bazaar bagi para pengusaha wanita dan mempermudah mereka memperoleh potensi dengan baik. “We are so lucky sebagai perempuan,” ujar Nita singkat. Kendati saat ini, jabatan ketua IWAPI DKI yang dipegangnya bermasalah dengan kepengurusan IWAPI Pusat, Nita tetap menjalani amanah dari para anggotanya. “Kita ini di bawah payung KADIN, dan mereka merestui kepengurusan saya, maka saya akan tetap menjalani organisasi ini,” tegas Nita.
Permasalahan sendiri berawal dari kesalahpahaman antara pengurus IWAPI Pusat dengan kepengurusan IWAPI DKI yang dipimpin Nita. Saat acara pemilihan ketua pada tahun 2008 lalu di Riau, kepengurusan IWAPI Pusat menganggap bahwa rapat Musyawarah Daerah (Musda) yang diselenggarakan telah mengalami deadlock. Padahal Nita tidak menganggapnya demikian, karena rapat berjalan dengan baik. Perbedaan pendapat inilah yang kemudian menjadi titik permasalahan antara kedua pihak. Meski Nita sudah berusaha untuk menjalin hubungan kembali, hubungan keduanya tak pernah berhasil diperbaiki. Alih-alih menjalankan amanah dari para anggotanya yang telah mengangkat Nita untuk kedua kalinya, ia justru tak dianggap sebagai ketua yang resmi di mata IWAPI Pusat.
Karena didukung oleh KADIN dan Gubernur DKI sebagai pembina, maka Nita pun tetap bersikukuh melaksanakan tanggungjawabnya sebagai Ketua IWAPI DKI. “Saya tetap bercita-cita untuk memajukan perempuan,” ungkap Nita. Fajar
Biodata :
Nama Lengkap : Ir. Dyah Anita Prihapsari, MBA
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 22 Juni 1964
Nama Suami : Prof. Dr. Ir. Yudi Yulius, MBA
Nama Anak : Dita Atikah Yudi (13) dan Dini Melina Yudi
(10)
Pendidikan
SDN 01 Pejompongan, Jakarta
SMPN 40 Pejompongan, Jakarta
SMAN 3 Teladan, Setiabudi, Jakarta
Arsitektur Lansekap, Universitas Trisakti
Marketing Management, Oklahoma City University, Amerika Serikat
Organisasi
Ketua Umum Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT) Pusat
Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) DKI
Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan dan Sosial KADIN (Kamar Dagang dan Industri) DKI

Nursyahbani Katjasungkana, Aktivis Perempuan

Memperjuangkan Hak Kaum Perempuan Setelah Melihat Sahabat Kecilnya Dipaksa Menikah
Bertahun-tahun menggeluti permasalahan perempuan telah dijalani Nursyahbani Katjasungkana. Ribuan kasus pun menjadi santapannya sehari-hari. Baginya, berkarya dengan memberi manfaat bagi orang lain merupakan tujuan hidupnya sedari dulu. Dari kepalanya pula, selalu bermunculan ide-ide demi memajukan kaum hawa. Termasuk mendirikan Kartini Institute, sebuah sekolah yang rencananya akan menelurkan lulusan dengan pemikiran pengembangan gender. Lalu, bagaimana kisah hidup ibu empat anak ini?

Bertempat di sebuah hotel di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, perempuan paruh baya itu nampak sibuk mengurusi pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan LBH APIK dari berbagai daerah. Di sela-sela waktu luangnya menjadi pembicara pada acara tersebut, perempuan bernama lengkap Nursyahbani Katjasungkana itu langsung menghampiri realita dan memulai perbincangan santai pada Jumat (6/11) siang.
Meski sudah tak muda lagi, Nursyahbani masih disibukkan dengan berbagai aktivitas di beberapa organisasi. Selain itu, ia juga kerap diundang sebagai seorang pembicara khususnya mengenai perempuan, yang menjadi spesialisasinya. “Itu adalah bekas anak-anak didik saya, yang sekarang sudah menjadi anggota DPD, dan DPRD,” ujar Nursyahbani sembari menunjuk dua orang wanita muda yang duduk tak jauh dari dirinya. Puluhan tahun menggeluti dunia hukum dan membela hak perempuan, diakuinya, menambah banyak teman. Bahkan, sebagian dari mereka dapat sukses memperjuangkan hak perempuan melalui jalur yang berbeda-beda. Hal itulah yang kemudian membuat Nursyahbani bangga dengan perjalanan hidupnya.
Semasa kecil, Nursyahbani tinggal di sebuah desa kecil di Pasuruan, Jawa Timur. Ia sangat menikmati masa kanak-kanaknya tersebut. Setelah lahir di Jakarta pada 7 April 1955, Nursyhabani ikut berpindah rumah bersama keluarga ke Pamekasan, Madura saat ia masih berumur 6 bulan. Selang beberapa bulan kemudian, ia pindah ke daerah Sampang. Beberapa bulan tinggal di Madura, ia pindah ke Pasuruan, Jawa Timur. Nursyahbani sangat menyukai lokasi rumahnya yang diapit oleh beberapa gunung dengan pemandangan nan indah. Tepat di belakang rumah, gunung Semeru menjulang tinggi. Sedangkan di depan rumah, gunung Kawi terlihat dengan sempurna.
Di dalam rumah, kedua orangtua Nursyahbani membangun suasana yang sangat demokratis. Sang ayah, R. Katjasungkana merupakan salah satu tokoh pergerakan di zaman kemerdekaan yang juga memiliki keturunan ningrat. Ia juga termasuk dalam sederet tokoh pemuda pada Sumpah Pemuda tahun 1928 lalu. “Saya memang berasal dari keluarga pergerakan,” ujar Nursyahbani dengan bangganya. Sedangkan sang ibu, Siti Maemunah berasal dari keluarga Betawi sederhana yang lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah untuk mengurus keluarga dan mengaji. “Ibu saya banyak berperan dalam membentuk karakter saya,” papar anak kedelapan dari 15 bersaudara ini.
Kehilangan Sahabat Kecilnya. Hingga suatu ketika, sahabat sekaligus tetangga rumahnya yang bernama Patria dipaksa menikah oleh kedua orangtuanya. Padahal, Patria adalah sosok sahabat dekatnya yang kerap bermain di kali dekat rumah. “Dia teman saya belajar bahasa Jawa, teman saya pergi ke kali,” kenang Nursyahbani yang ketika kecil masih belum mengerti bahasa Jawa ini. Ia mengibaratkan kejadian tersebut bagaikan daun pohon jaranan. Saat musim berbunga, daun pohon jaranan tersebut bermahkota dengan warna hijau yang menarik. Saat itulah, mahkota itu langsung dipetik. “Waktu itu, saya merasa kehilangan sahabat main saya, karena dipaksa menikah dengan pria yang belasan tahun lebih tua,” aku Nursyahbani yang juga aktif di organisasi Kartini Asia Network ini.
Tak hanya sekali saja melihat nasib temannya yang dipaksa menikah, Nursyahbani pun kembali melihat kakak kelasnya, bernama Karsiti. Nasib Karsiti lebih parah lagi. Pasalnya, dua hari menjelang ujian akhir, ia harus terpaksa mengikuti keinginan orangtuanya yang menikahkan dirinya dengan seorang pria. Alhasil, Karsiti tak mampu menamatkan pendidikan SD-nya karena terpaksa menikah. Padahal, ia sudah terlanjur mendaftar untuk mengikuti ujian. Saat itulah, Nursyahbani yang masih duduk di bangku kelas 5, menggantikan Karsiti untuk mengikuti ujian. “Saat itu, guru menanyakan kepada para siswa, siapa yang ingin menggantikan Karsiti,” kenang pengagum RA. Kartini ini. Beruntung bagi Nursyahbani, karena ia mampu lulus dari ujian. Sehingga, ia hanya menyelesaikan pendidikan di SD Pasuruan, selama 5 tahun saja. Setelah ujian, ijazah ujian yang masih menggunakan nama Karsiti pun diurus kepala sekolah ke Kanwil supaya dapat diganti menjadi nama Nursyahbani.
Saat itu, Nursyahbani masih belum sadar tentang nasib perempuan yang terpaksa menikah di usia dini. Barulah setelah beranjak dewasa sekaligus membaca buku yang menceritakan tentang sosok RA. Kartini, ia tersadar terhadap nasib sebagian perempuan yang kurang beruntung. Setelah menyelesaikan SMAN Lawang, Malang, Nursyahbani lantas memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di jurusan Hukum, Universitas Airlangga, Surabaya.
Mendirikan LBH APIK. Saat kuliah, Nursyahbani mulai banyak mengikuti kegiatan di Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Setelah lulus dari Fakultas Hukum, Universitas Airlangga pada tahun 1978, ia melanjutkan spesialisasi hukum kriminal di kampus yang sama. Nursyahbani pun mulai serius terlibat menangani kasus-kasus perempuan dengan menjadi pengacara di LBH Jakarta, selepas menamatkan pendidikannya di Universitas Airlangga. Lebih dari 13 tahun, Nursyahbani aktif di LBH. Selama aktif di LBH, Nursyahbani pun menempa kemampuannya dengan banyak menghadiri berbagai seminar tentang hak-hak perempuan di luar negeri. Pada tahun 1995, Nursyahbani bersama rekan-rekannya mendirikan LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK). Selain itu, Nursyahbani juga aktif dalam memperjuangkan nasib Tenaga Kerja Wanita (TKW) di luar negeri melalui Solidaritas Perempuan dan Koalisi Perempuan. “Sebenarnya permasalahan kaum perempuan itu bisa dilihat dari permasalahan TKW,” ungkap Nursyahbani yang pernah bermimpi bertemu dengan RA Kartini ini.
Ribuan kasus sudah pernah ditanganinya. Mulai dari kasus perceraian, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga kasus TKW. Semua kasus tersebut dianggapnya sangat berkesan. Nursyahbani tercatat pernah menangani kasus wanita yang diputuskan pertunangannya oleh Ellyas Pical, kasus Farid Hardja yang menceraikan istrinya setelah sehari menikah karena sang istri yang dianggap sudah tak perawan, hingga kasus Arie Hanggara yang disiksa dan dibunuh oleh ibu tirinya.
Setelah lama berkarir sebagai seorang pengacara LBH, Nursyahbani pun mulai merambah ke dunia politik untuk mewujudkan keadilan yang menjadi obsesinya sejak kecil. Ia menjadi anggota MPR utusan golongan periode 1999-2004. Keanggotaannya sebagai wakil rakyat berlanjut setelah bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ia terpilih menjadi anggota Komisi III DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa. Sayangnya, saat pemilihan anggota legislatif pada pemilu 2009 kemarin, ia tak terpilih kembali menjadi anggota DPR. “Saya memang sebenarnya tidak berniat untuk mencalonkan diri lagi,” kilah Nursyahbani. Kendati demikian, untuk membantu suara partai, ia pun mencalonkan kembali di daerah pemilihan yang berbeda ketimbang periode sebelumnya.
“Saya ingin mencari tantangan baru,” ungkap Nursyahbani singkat. Setelah memperjuangkan keadilan di DPR, ia menganggap sudah saatnya untuk berkarya melalui jalur lain yang berbeda. “Saya itu tak pernah lama aktif di organisasi,” ujar penerima penghargaan Nestle Bear Brand Women Award tahun 1998 ini. Namun, Nursyahbani tetap memegang komitmennya untuk tetap memperjuangkan keadilan terutama bagi kaum perempuan dan anak-anak. “Saya mendapatkan kepuasan batin dengan membantu kaum perempuan,” ujar pengagum Chairil Anwar ini.
Single Parent. Menurut Nursyahbani, kaum perempuan merupakan pihak yang seringkali dirugikan oleh sistem sosial, ekonomi, dan politik. “Misalnya, di adat Batak, kaum perempuan itu tidak mendapatkan warisan. Itu sama saja dengan diskriminasi,” tutur Nursyahbani. “Atau misalnya, kalau perempuan tidak bisa memberikan keturunan maka harus diceraikan, karena di adat Batak keturunan itu sangat penting,” lanjutnya menjelaskan. Menurut Nursyahbani pula, dengan usianya yang tidak panjang ini, ia ingin memberikan banyak manfaat bagi orang lain.
Soal kehidupan pribadi, Nursyahbani mengaku telat dalam membangun rumah tangga. Saat usianya menginjak 28 tahun, barulah ia menikah dengan Gito Prastowo, yang juga berprofesi sebagai seorang pengacara. Namun setelah menjalani pernikahan selama 11 tahun, pernikahannya pun harus berujung perceraian. “Ini hanya masalah perbedaan pandangan saja,” ungkap Nursyahbani singkat. Meski menyandang status janda, tak membuatnya kesepian. “Saya masih punya banyak teman dan kegiatan,” ujar wanita yang hobi membaca ini. Nursyahbani juga lebih banyak meluangkan waktunya dalam mendidik keempat anaknya, Gamal Nasser, M. Reza, Giani Amorita Prastiwi, dan Fatimah.
Dalam mendidik anak, Nursyahbani mengaku lebih banyak memberikan kebebasan terhadap keempat anaknya itu. “Mau jadi apa ya terserah anak-anak saja, tapi kebanyakan anak saya tertarik di dunia seni,” aku Nursyahbani. Keinginannya di masa mendatang, hanyalah melihat keempat anaknya tersebut dapat menjadi orang yang bermanfaat bagi banyak orang. “Intinya jangan sampai merugikan orang lain,” ujar Nursyahbani. Selain itu, ada rencana lain yang ingin segera direalisasikan. “Saya ingin mendirikan sekolah,” ujar wanita berkacamata ini. Sekolah yang rencananya bernama Kartini Institute ini akan memberikan pendidikan tentang pengembangan kaum perempuan di masa mendatang. “Ya mudah-mudahan saja bisa menjadi nyata,” harap Nursyahbani sembari menutup perbincangan. Fajar

Side Bar 1:

Penentang Poligami yang Bercerai Karena Hampir Dipoligami

Saat poligami menjadi isu yang banyak diperdebatkan oleh berbagai pihak. Nursyahbani adalah sosok wanita yang sangat menentang praktik poligami di dalam negeri. Awal dari perpisahan Nursyahbani dengan sang suami, berawal dari perbedaan pandangan dalam berbagai hal. Termasuk soal poligami. Nursyahbani mengaku sangat menentang praktik poligami. Pandangan tersebut sangat berbeda dengan pendapat sang suami. “Manusia itu sulit untuk berlaku adil,” ujar Nursyahbani dengan tegas.
Ketidaksetujuan Nursyahbani tentang poligami itulah yang lantas membuat jurang perbedaan antara dirinya dengan sang suami. Apalagi, sang suami yang sempat mengutarakan niatnya untuk berpoligami. Puncaknya, pada tahun 1994, ia pun resmi bercerai dengan pria yang telah menemaninya selama hampir 11 tahun. Kini, mantan suaminya tersebut telah menikah kembali. Meski begitu, Nursyahbani tak memiliki niat untuk merajut rumah tangga dengan pria lain. “Saya hanya ingin lebih banyak berkarya,” ujarnya singkat. Kendati telah bercerai, Nursyahbani mengaku bahwa hubungan dengan mantan suami berjalan dengan baik. “Rumahnya tak jauh dari rumah saya,” ujar Nursyahbani yang mengakui bahwa poligami memang diperbolehkan dalam Al-Qur’an. Keteguhan pandangannya tersebut tak disesali wanita humoris ini. Dengan kesendiriannya, ia justru lebih banyak aktif dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. Baginya, meski usia bertambah tua, masih banyak aktivitas untuk menyalurkan ide-idenya, termasuk untuk mewujudkan obsesinya memperjuangkan keadilan terutama bagi kaum perempuan. Fajar

Side Bar 2:

Mengubah Perjuangan Hidup Berkat Arie Hanggara

Seorang bocah kecil kelas 1 SD Perguruan Cikini, Jakarta Pusat tewas disiksa dan dibunuh oleh ibu tiri dan ayah kandungnya pada November 1984. Ia mendapatkan pukulan bertubi-tubi dari kedua orangtuanya tersebut karena dituduh mencuri uang Rp 1.500. Pukulan demi pukulan itu pulalah yang lantas merenggut nyawa bocah malang tersebut. Bahkan kepala bocah itu sempat dibenturkan ke tembok, seiring dengan bukti-bukti yang terdapat pada tubuh Arie Hanggara. Nursyahbani yang kala itu aktif di LBH Jakarta, mendapat tugas untuk menangani kasus pembunuhan yang diangkat menjadi film ini. “Seru waktu itu, karena saya harus bertindak seperti detektif,” kenang Nursyahbani.
“Aspeknya banyak yang melatarbelakangi kasus tersebut, kemiskinan, dan hak anak,” papar Nursyahbani. Kasus itulah yang lantas menjadi dorongan baginya untuk mendirikan LBH APIK. Beberapa kasus lain yang ditanganinya adalah kasus Ellyas Pical yang memutuskan pertunangan dengan seorang wanita. “Saat masih belum terkenal dan menjadi juara, Ellyas Pical itu tinggal di rumah tunangannya,” aku Nursyahbani. “Tapi begitu jadi juara dunia dan terkenal, ia meninggalkannya begitu saja untuk memilih seorang dokter,” lanjutnya.
Rentetan kasus tersebut kemudian memutuskan Nursyahbani mendirikan sebuah lembaga yang memberikan bantuan hukum bagi anak-anak dan perempuan yang tertindas hak-haknya. Tahun 1993, ia keluar dari LBH Jakarta. Barulah pada tahun 1995, Nursyahbani mendirikan LBH APIK. Perjuangan hidupnya pun berubah untuk lebih banyak membantu mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi kaum perempuan Indonesia. Ribuan kasus sudah ia tangani bersama LBH APIK. Fajar

Biodata
Nama lengkap : Nursyahbani Katjasungkana
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 7 April 1955
Nama orangtua : R. Katjasungkana dan Siti Maemunah
Nama Anak :
M. Gamal Nasser
M. Reza
Giani Amorita Prastiwi
Fatimah
Pendidikan :
SDN di Pasuruan (1961-1966)
SMPN di Lawang, Malang (1966-1969)
SMPN di Lawang, Malang (1969-1973)
Sarjana Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, Surabaya (1973-1978)
Spesialisasi Hukum Kriminal Universitas Airlangga, Surabaya (1979)
Pengalaman :
Pengacara LBH Jakarta (1980-1981)
Pengacara LBH Yogyakarta (1981-1982)
Pengacara LBH Jakarta (1982-1984)
Wakil Direktur LBH Jakarta (1984-1987)
Pendiri LBH APIK dan Koordinator Nasional LBH APIK (1995-sekarang)
Anggota Fraksi Utusan Golongan MPR (1999-2004)
Anggota DPR Fraksi PKB (2004-2009)

Fahira Fahmi Idris, Ketua Saudagar Muda Minang

Naik Ojek dan Mobil Tahanan Demi Menolong Korban Gempa

Tak kuasa melihat penderitaan warga Sumatera Barat paska gempa, akhirnya membuat pintu hati Fahira terketuk jua. Terlebih lagi, ia masih memiliki darah Minang dari sang ayah, Fahmi Idris. Bersama rekan-rekannya di organisasi Saudagar Muda Minang, Fahira mengumpulkan berbagai bantuan dari masyarakat untuk disalurkan langsung ke korban gempa. Hari kedua paska gempa pun, Fahira Memberanikan diri untuk berkunjung dan memberi bantuan. Lalu bagaimana kisah ibu satu anak ini?

Gempa berkekuatan 7,9 SR yang mengguncang tanah Minang beberapa waktu lalu memang membuat banyak kerusakan dan korban jiwa. Sebagian besar rumah penduduk hancur rata dengan tanah akibat goncangan yang sangat besar tersebut. Bantuan pun mengalir dari luar Sumatera Barat bagi korban gempa. Salah seorang yang kerap berada di barisan terdepan untuk menjulurkan bantuan adalah Fahira Fahmi Idris.
Bersama rekan-rekannya, Fahira tanpa berpikir panjang langsung memutuskan untuk pergi ke Padang, Sumatera Barat setelah mengetahui terjadi gempa berkekuatan besar. Sebelumnya, sesaat setelah melihat berita bahwa di Padang terjadi gempa, Fahira langsung menghubungi teman-temannya untuk mendirikan posko bantuan bagi gempa Sumbar di kantor sekretariat Saudagar Muda Minang, Jakarta.
Ditemui di kediamannya di daerah Duren Tiga, Jakarta Selatan, Fahira menceritakan tentang perjalanan hidup dan kegiatan di berbagai organisasi, termasuk kegiatannya dalam membantu korban bencana gempa di Sumbar. “Sebagian besar bangunan di sana (Padang, red) hancur,” ungkap Fahira membuka perbincangan pada Rabu (21/10) petang lalu. Fahira yang nampak santai memang tengah menikmati waktu luangnya setelah beberapa hari sebelumnya berada di Padang. “Besok pagi saya juga akan kembali ke Padang,” ujar Fahira. Meski wajahnya terlihat kelelahan, ia masih menunjukkan semangatnya dalam membantu korban gempa.
Terjun langsung ke daerah bencana dan menyalurkan bantuan, bukanlah kali pertama dilakukan Fahira di Padang. Saat gempa di Yogyakarta, dan beberapa bencana lain yang melanda daerah-daerah di tanah air, Fahira sudah aktif tampil untuk terjun langsung memberikan bantuan yang dibutuhkan. Baginya, memberikan bantuan dari kocek sendiri dan menyalurkan bantuan dari para donatur sudah merupakan sebuah kewajiban, setelah melihat nasib para korban yang cukup memprihatinkan.
Darah Minang. Fahira sendiri merupakan anak sulung dari dua bersaudara, pasangan Fahmi Idris dan Kartini Fahmi Idris. Ia lahir di Jakarta pada 20 Maret 1968. Sedari kecil, Fahira mengaku merasakan masa kanak-kanak yang sangat membahagiakan. “Masa kecil saya lalui dengan bahagia,” kenang Fahira. Kedua orangtuanya mendidik Fahira dengan didikan disiplin dan mengedepankan kesederhanaan. “Saya bangga memiliki orangtua yang mengajarkan kesederhanaan,” ujar Fahira.
Fahira kecil sempat bersekolah di SD Argentina, Jakarta selama tiga tahun. Ia lantas pindah saat menginjak kelas 4 SD ke SD Besuki, Jakarta. Fahira kemudian melanjutkan pendidikannya ke SMP Al-Azhar dan SMA Al-Azhar. Darah Minang yang berasal dari sang ayah sangat kental terasa dalam diri Fahira ketimbang darah Banjarmasin dari sang ibu. “Saya saat bersekolah sudah mulai berjualan, jadi saya merasa sebagai orang Minang,” ujar Fahira sembari tertawa lebar. Kala itu, Fahira berjualan kaos dan kartu ucapan saat masih duduk di bangku sekolah. “Waktu itu, keuntungannya lumayan loh,” lanjutnya singkat.
Saat masih duduk di bangku SMP, kepedulian sosial Fahira juga mulai terlihat pada saat meletusnya gunung Galunggung di Jawa Barat pada tahun 1982. Ia bersama anggota PMR (Palang Merah Remaja) di sekolahnya pergi ke daerah di sekitar gunung Galunggung untuk memberikan bantuan bagi warga sekitar. “Jadi sebenarnya kegiatan di Padang, bukanlah kali pertama saya terjun langsung,” aku pemilik yayasan Nabila Zahra yang menaungi sekitar 60 yatim piatu ini.
Lulus SMA tahun 1986, Fahira lantas sempat melanjutkan kuliah di Jurusan Matematika, Universitas Padjadjaran, Bandung. Namun, hanya setahun ia mengenyam bangku kuliah di kota Kembang. Fahira lebih memilih untuk berkuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia (UI), Jakarta. Sambil mengenyam bangku kuliah, Fahira mulai merintis bisnis parsel bersama sepuluh teman kuliahnya. Perusahaan parsel bernama Bella Parcel tersebut lantas diubahnya menjadi Nabila Parcel, setelah kepemilikannya diambil alih Fahira secara penuh.
Bisnis Parsel. Sejak saat itu, bisnis parsel dan bunga milik Fahira mulai berkembang pesat. Tak hanya di ibukota saja, ia melebarkan sayap ke berbagai daerah di tanah air. Penjualan pun makin lama makin meningkat. Nama Fahira lantas menjadi sebuah jaminan produk parcel dan bunga yang bermutu melalui perusahaan PT Nabila Parsel Bunga Internasional. Setelah matang di dalam negeri, Fahira juga mulai merambah pasar luar negeri untuk kebutuhan ekspor. Meski sang ayah menjabat sebagai menteri di dua periode, Fahira mengaku sama sekali tak memanfaatkan nama besar sang ayah dalam membangun bisnisnya. “Justru bisnis saya itu sudah saya tekuni jauh sebelum ayah saya menjadi menteri,” aku Fahira yang tak suka berjalan-jalan di mal ini.
Selain sibuk dengan bisnis parselnya yang kian berkembang, Fahira juga mulai aktif di beberapa organisasi sekaligus. Salah satunya adalah di Persatuan Menembak dan Berburu Indonesia (Perbakin). Di organisasi yang kepengurusan dan anggotanya lebih banyak diisi kaum adam tersebut, Fahira menjabat sebagai Ketua Komisi Pembinaan dan Perencanaan Bidang Target dan Bidang Berburu. “Di kepengurusan, saya satu-satunya wanita,” ujar Fahira dengan bangganya. Keikutsertaan Fahira di Perbakin memang bermula dari kesukaannya menembak sedari kecil. Melalui hobi menembak itu pula, Fahira mendirikan Aries Shooting Club, sebuah klub menembak yang memiliki 1800 anggota.
Tak puas aktif di sederet organisasi, Fahira juga disibukkan dengan jabatan Ketua Saudagar Muda Minang, sebuah perkumpulan yang beranggotakan para pengusaha muda asal Sumatera Barat di berbagai daerah. Perkumpulan yang didirikan sejak dua tahun lalu ini didirikan untuk memotivasi kaum muda Minang untuk berwirausaha. “Sekarang keanggotaannya sudah mencapai 5500 orang tersebar tak hanya di Indonesia saja, tapi di luar negeri juga,” tutur wanita yang sempat dinobatkan sebagai The Most Favorite Inspiring Woman tahun 2005 versi sebuah media ini.
Melalui perkumpulan Saudagar Muda Minang ini pula, Fahira membangun rasa kepedulian sosial para anggotanya dan masyarakat lain, untuk mau menyumbangkan bantuan bagi korban bencana gempa di Sumatera Barat. “Sebenarnya saya bisa saja memberikan dana sumbangan melalui dompet peduli, tapi saya lebih memilih terjun langsung supaya menemui sasaran korban gempa,” tutur Fahira. “Sebenarnya mengurus bantuan untuk korban gempa ini merupakan sesuatu yang tidak direncanakan sebelumnya,” lanjutnya. Posko yang dibangun Fahira bersama rekan-rekan Saudagar Muda Minang setengah jam setelah terjadi gempa di kantor sekretariatnya di Jalan Kebon Kacang, Jakarta, langsung mendapatkan sambutan yang baik dari para donatur yang ingin menyumbangkan bantuan.
Membantu Korban Gempa. Barulah hari kedua paska gempa, Fahira beserta rombongan memutuskan untuk pergi ke Padang. Pada hari itu, ia berhasil mengumpulkan selimut, susu, tenda, dan pakaian layak pakai berjumlah ribuan untuk dibagikan kepada korban bencana gempa Sumatera Barat. “Saya melihat di lapangan, bahwa masyarakat belum mampu me-manage bantuan karena masih menumpuknya bantuan di beberapa titik, dan belum terdistribusi dengan baik,” papar Fahira. Tanpa berpikir panjang, Fahira bersama rekan-rekannya yang relatif berusia muda terjun langsung mensurvei daerah bencana yang belum mendapatkan bantuan. Dengan data tersebut, Fahira lantas menyalurkan sendiri bantuan yang didapatnya dari berbagai sumber ke daerah-daerah terpencil.
“Saya merasakan kesedihan yang amat luar biasa,” ujar Fahira yang memegang prinsip hidup keikhlasan ini. Kesedihan tersebut dirasakannya sambil membayangkan bagaimana kesulitan yang dihadapi para korban gempa. Beruntung bagi dirinya, karena sanak keluarga yang masih tinggal di Padang, selamat dari bencana. Menurutnya, bencana gempa yang terjadi di Sumatera Barat dan beberapa daerah lainnya di Indonesia memang merupakan sebuah teguran dari Sang Pencipta. “Kita sebagai bangsa Indonesia, wajib untuk memikirkan saudara-saudara kita yang sedang dalam kesulitan,” papar Fahira mengambil pelajaran dari bencana gempa yang kerap terjadi di dalam negeri.
Dari kocek sendiri, Fahira memang telah menghabiskan sejumlah dana untuk membantu para korban bencana. “Dengan membantu orang, ya prinsipnya kalau kita mendapatkan kesulitan maka kita juga akan dibantu oleh orang lain,” tutur Fahira sembari berfilosofi. Meski kerap meninggalkan anak semata wayangnya, Nala (14) untuk memantau bantuan di Padang, Fahira tetap bisa membagi waktunya bersama anaknya tersebut.
Single Parent. Kesuksesan dalam berbisnis dan berkegiatan di berbagai organisasi ternyata tak diikuti kesuksesan dalam berumah tangga. Pernikahan Fahira yang telah dijalaninya selama beberapa tahun harus berujung dengan perceraian. “Pada intinya sih sudah tidak ada kecocokkan,” aku Fahira. Sejak tahun 2003, Fahira pun resmi menyandang status janda dan single parent bagi anak semata wayangnya, Nala (14). “Saya sempat tak mau keluar rumah selepas bercerai karena gamang menyandang status sendiri,” aku Fahira. Seiring berjalannya waktu, ia mulai belajar ikhlas dan sabar menghadapi segala permasalahan. Dengan begitu, meski merasakan adanya kekurangan, ia berusaha bangkit dan merasakan adanya kelebihan yang dapat bermanfaat bagi orang lain.
Menjadi single parent memang sempat membuat Fahira tenggelam dalam kesedihan. Terlebih lagi, melihat perkembangan anaknya yang memasuki masa remaja dan membutuhkan figur ayah. “Kesedihan itu tertutupi dengan banyaknya kegiatan,” ungkap Fahira. Kini, ia lebih banyak memfokuskan perhatian terhadap perkembangan anaknya tersebut. “Saya merasa figur ayah digantikan oleh ayah saya,” ujar Fahira. Sebagai seorang ibu, ia mendidik anak dengan mengedepankan kesabaran karena mulai berkembangnya sang anak yang memasuki masa remaja.
Ke depannya, Fahira ingin memberikan pendidikan yang baik bagi anaknya. Sedangkan untuk bisnisnya, ia menginginkan adanya perkembangan yang cukup berarti. “Saya ingin memantau terus perbaikan kondisi paska gempa di Sumbar,” ujar Fahira. Soal kesendiriannya, ia tak berani menargetkan akan menikah kembali dengan sosok pria untuk membangun rumah tangga. “Saya ingin fokus ke anak dulu,” ujar Fahira. “Jodoh itu kita kan nggak tahu ya,” lanjutnya mengakhiri perbincangan. Fajar

Side Bar 1…

Belajar Menembak dari Sang Ayah

Siapa sangka, hobi menembak yang digeluti Fahira selama bertahun-tahun karena ‘tertular’ dari sang ayah. Saat masih remaja, Fahira seringkali menemani ayahnya, Fahmi Idris menyalurkan hobinya menembak. Saat Fahira mencoba untuk menarik pelatuk senjata milik sang ayah tersebut, ternyata kemampuan menembaknya cukup baik. Sejak saat itu pun, Fahira mulai menyukai hobi menembak. “Saya tak pernah terpikir menggeluti hobi menembak,” ujar pemilik koleksi 3 senjata api ini. Ia mulai serius menggeluti hobi menembak sejak tahun 2004.
Pengalaman belajar menembak bersama sang ayah pun semakin lengkap dengan senjata api pemberian dari ayahnya. Senjata laras panjang khusus berburu Mausser Whincester 243 seharga Rp 50 juta buatan Jerman tersebut menjadi senjata kesukaannya saat berburu babi hutan. “Orang yang ingin ikut olahraga menembak itu harus melalui psikotes dan tes keterampilan,” papar Fahira.
Bagi Fahira, ada kesenangan tersendiri saat membidik sasaran dan menarik pelatuk senjata. “Saya dapat melatih konsentrasi dan ketenangan saat menembak,” aku Fahira. Menurutnya, menembak dan berburu sesuai dengan jiwanya yang sangat suka berpetualang. “Menembak itu bagus untuk relaksasi,” ujarnya singkat. Ia menyisihkan waktu dalam seminggu, untuk melakukan dua kali latihan menembak di lapangan tembak Senayan dan Kelapa Dua, Jakarta. Selain itu, Fahira juga kerap bepergian ke luar kota untuk berburu. “Saya sangat suka berburu babi hutan,” ungkap Fahira. Ia bercerita, di beberapa daerah transmigran di Sumatera dan Kalimantan, kerap diganggu babi hutan.
Populasi babi hutan yang meningkat akan merusak lahan pertanian dari warga di pedalaman daerah tersebut. “Jadi kita membantu membasmi babi hutan sekaligus menyeimbangkan populasinya,” ujar Fahira. Selepas berburu babi hutan, para petani biasanya menghadiahkan berbagai hasil ladang mereka kepada Fahira dan teman-teman berburunya. “Jadi seperti Robin Hood,” ujar Fahira sambil tertawa. Fajar

Side Bar 2…

Naik Ojek Motor dan Mobil Tahanan Polisi di Daerah Bencana

Akibat dari rusaknya jalur transportasi ke lokasi bencana di daerah Pariaman, Sumatera Barat, Fahira harus merasakan pengalaman unik yang tak mungkin bisa dilupakan begitu saja. Untuk mencapai daerah bencana, ia harus dibonceng sepeda motor. Dengan menaiki motor tersebut, Fahira melewati jalan kecil dan pematang sawah. Meski jalur perjalanan yang cukup sulit dilewati, tak menyurutkan semangat Fahira dalam menyalurkan bantuan bagi korban bencana. Di tengah terik panas matahari dan ancaman gempa susulan yang sewaktu-waktu mengancam, akhirnya sampai juga Fahira di sebuah desa yang tertimpa gempa di daerah Pariaman.
Kondisi bangunan rumah yang hampir seluruhnya hancur menjadi penyambut kedatangan Fahira. Sungguh miris keadaan warga di desa tersebut. “Daerah-daerahnya itu nggak selalu bisa dilalui dengan mobil biasa,” kenang Fahira. Bahkan, ia sempat menumpang mobil tahanan polisi untuk membawa barang-barang bantuan bagi korban bencana di daerah terpencil. Baginya, pengalaman-pengalaman unik tersebut dilaluinya dengan ikhlas dan sabar demi membantu sesama yang mengalami kesulitan. Selain menumpang ojek motor dan mobil polisi, terkadang untuk memasuki sebuah daerah yang terisolir, beberapa rekannya juga harus menaiki motor trailer sembari membawa barang bantuan agar sampai ke tujuan. Fajar
Biodata
Nama Lengkap : Fahira Fahmi Idris
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 20 Maret 1968
Nama anak : Nala (14)
Nama orangtua : Fahmi Idris dan Kartini
Pendidikan
SD Argentina, Jakarta (174-1977)
SD Besuki, Jakarta (1977-1980)
SMP Al-Azhar, Jakarta (1980-1983)
SMA Al-Azhar, Jakarta (1983-1986)
Fakultas Matematika, Universitas Padjadjaran, Bandung (1986-1987)
Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta (1987-1992)
The London School of Flowers, Inggris (1994)
Magister Hukum Bisnis, Universitas Padjadjaran, Bandung (2008-sekarang)
Karir
Pemilik PT. Nabila Parcel Bunga Internasional (1988- sekarang)
Komisaris PT. Golden Spike Energy Indonesia (2002-sekarang)
Komisaris PT. Nigata Santana, Diesel Engine Mfg Indonesia (2005-sekarang)
Organisasi
Asosiasi Pengusaha Parcel Indonesia (APPI) (2005-sekarang)
Ketua Aries Shooting Club (2005-sekarang)
Ketua Komisi Pembinaan dan Perencanaan Bidang Target dan Berburu (2006-sekarang)
Ketua Saudagar Muda MInang (2008-sekarang)

Tuesday, December 29, 2009

Meike Rose, Peramal


Ramalan Tahun 2010

Presiden kemungkinan turun, politik agak ricuh, artis menikah lebih banyak dari bercerai”

Tahun 2010 merupakan tahun macan. Menurut Meike, seekor macan yang semakin tua, maka belang di kulitnya akan semakin bagus. “Seharusnya kita semakin tua, semakin dewasa seperti filosofi macan itu,” papar Meike. Di matanya, bumi sudah mulai mengalami kehancuran di beberapa daerah. Akibatnya, bencana pada tahun mendatang akan masih tetap terjadi di bumi Indonesia. “Lempeng-lempeng bumi masih terus bergeser, ya akibatnya bakalan gempa,” ujar Meike dengan yakin.

Menurut Meike, bencana gempa dan tsunami masih akan mewarnai Indonesia pada tahun 2010 mendatang. “Pokoknya perhatikan saja, setiap akan terjadi gempa, cuaca akan terasa aneh,” ujar istri dari Yahya (30) ini. Cuaca yang dimaksud berupa mendung yang tidak biasa. “Mendung dengan udara dingin yang menusuk dan disertai dengan hujan yang terus menerus,” lanjutnya menjelaskan. Ia mencontohkan pada saat terjadinya bencana tsunami di Aceh pada tahun 2004 dan bencana bobolnya bendungan Situ Gintung di Ciputat, Tangerang pertengahan tahun 2009. “Waktu itu mendung dan hujan nggak berhenti,” kenang peramal yang menetapkan tarif Rp 500 ribu tiap 15 menit konsultasi ini.

Meike juga kerap mendapatkan pertanda sebelum terjadinya bencana. Salah satunya adalah sesaat sebelum terjadinya gempa besar yang meluluhlantakkan Padang, Sumatera Barat. Setahun sebelum terjadi gempa Padang, Meike bermimpi. Dalam mimpinya tersebut, ia melihat kondisi kota Padang yang hancur berantakan akibat dari gempa. Tahun depan, pulau Jawa dan Sumatera masih berisiko terkena bencana gempa.

Meike juga menyoroti kasus hukum yang bakalan terjadi pada tahun 2010. “Ini menyangkut pemimpin besar,” ujar Meike singkat. “Saya sudah pernah bilang, dia akan menjabat lagi sebagai presiden tapi tidak akan lama,” paparnya menjelaskan. Menurutnya, masyarakat sudah tidak lagi memerlukan pidato, tapi justru membutuhkan pembuktian yang jelas. “SBY mungkin bisa turun,” jelas ibu dua anak ini. Menurutnya, karena tahun depan merupakan tahun macan, maka kemungkinan presiden akan turun dibarengi dengan kondisi politik yang ricuh. “Seharusnya seiring dengan usia yang makin tua, kita semakin bijaksana,” ujar wanita yang kerap disebut sebagai ahli perjodohan ini.

Beralih ke dunia selebritis, Meike berkeyakinan bahwa tahun depan akan banyak diwarnai dengan pernikahan selebritis. “Tahun depan kan kemungkinan tidak aman, maka banyak orang menikah untuk mendapatkan rasa nyaman,” tutur Meike. Menurutnya pula, jumlah pernikahan akan lebih banyak ketimbang jumlah perceraian dari para artis. Banyaknya pernikahan, menurut Meike, karena orang biasanya akan merasa aman dan nyaman bila bersama dengan pasangan yang disayanginya. Terlebih lagi, Meike meramalkan tahun 2010 akan diisi dengan beberapa kejadian bencana dan kondisi politik yang agak ricuh.

Di mata Meike, dunia internasional juga akan banyak diwarnai dengan peperangan. Terlebih lagi dengan tindakan sebagian negara yang mengembangkan senjata nuklir atau pun senjata biologis. Konflik antara Palestina dan Israel masih akan tetap menjadi sorotan pada tahun depan. “Negara yang satu bila tersinggung dengan negara lain, maka bisalah terjadi perang,” ujar wanita kelahiran 24 Mei 1974 ini. Ia juga yakin sebagian negara sedang mengembangkan senjata nuklir yang akan semakin canggih. Hal itulah yang lantas memperparah terjadinya perang di kemudian hari.

Meike menilai segala yang terjadi nantinya akan berakhir dengan dimulainya peradaban baru pada tahun 2012 mendatang. “Itu memang siklusnya, yang tersisa hanyalah yang berkualitas untuk memulai peradaban baru,” ungkap wanita yang pernah menelurkan 4 album rekaman sebagai penyanyi ini. Kendati begitu, ia justru menolak kejadian tersebut dinamakan sebagai kiamat. Pasalnya, kehidupan akan masih tetap ada dengan warga dunia yang tersisa untuk memulainya.

Untuk mewaspadai segala bencana yang terjadi di bumi, Meike menyarankan agar warga dunia sudah seharusnya menghargai bumi dan dirinya sendiri. “Apa yang sudah diambil dari bumi, sebaiknya kembalikan lagi ke bumi,” ujar peramal yang mampu membaca perjodohan melalui daun teh ini. Jika semua dimulai dari diri masing-masing, maka akan banyak warga dunia yang juga melakukan hal yang sama. “Kalau orang memulainya dari yang kecil-kecil, maka akan menjadi besar,” saran Meike yang akan kembali menekuni karir sebagai seorang penyanyi ini. Hal sepele seperti membuang sampah ke tempatnya cukuplah mudah untuk dilakukan. “Isi saja dengan kebaikan, tidak usah takut menghadapi kiamat,” tutur Meike menutup perbincangan. Fajar


Friday, October 16, 2009

Wimar Witoelar (Presenter dan Pengusaha)



Mengabdikan Hidupnya untuk Cinta, Kebebasan dan Kritik

Masih ingat joke-joke lucu dan menggelitik yang terlontar dari sosok pria gempal yang satu ini? Atau mungkin Anda hanya mengingat Wimar lewat rambut kribonya yang sering wara-wiri di layar kaca? Sosok Wimar Witoelar memang dikenal sebagai pria yang memiliki tubuh tambun, berambut kribo serta joke-joke lucu dan menggeletik. Tapi, seperti apa sosok dan kepribadian Wimar W

itoelar sesungguhnya?

Selasa (6/2) siang itu tidak terasa panas. Gumpalan awan kelabu menghiasi langit Jakarta. Meski pertanda akan hujan, Realita harus menemui sosok pria yang sangat familiar ini. Pukul 11.00 WIB memang telah ditentukan sebagai waktu yang tepat untuk mengobrol dengan sosok pria penyuka warna-warna cerah ini. Kantor perusahaan yang dipimpinnya memang tidak sulit ditemukan. Di pojok Ruko kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, di situlah Wimar berkantor. Ruangan kantornya pun terlihat sangat sederhana. Pintu kaca yang bertuliskan Intermatrix menghiasi bagian depan kantornya.

Tak ada yang istimewa saat Realita masuk ke dalam ruangan kantor Intermatrix. Seperti ruangan kantor pada umumnya, kantor Intermatrix hanya dipenuhi beberapa meja, kursi

dan komputer. Sebuah meja bundar yang dikelilingi dengan beberapa kursi, terlihat di tengah-tengah ruangan kerja Intermatrix di lantai atas. Meski begitu, ada satu hal yang membuat perusahaan yang bergerak di bidang public relations (PR) tersebut sangat istimewa. Sang pemilik dan pendiri Intermatrix yang menjadikan perusahaan ini istimewa. Mantan juru bicara kepresidenan era Gusdur ini adalah pemilik sekaligus direktur utamanya.

Wimar terlihat ramah ketika menyambut kedatangan Realita. Dengan senyum khas, ia mempersilahkan Realita untuk menempati kursi yang telah dipersiapkan. Di tengah kesibukannya, Wimar menyempatkan diri berbincang-bincang dengan Realita. Dengan pwenuh semangat, Wimar kemudian mengisahkan perjalanan hidup dan karirnya hingga saat ini.

Entertainer Humoris. Hanya satu yang tak bisa berubah dari seorang Wimar Witoelar. Dari dulu hingga sekarang, ia tetap menjadi seorang entertainer. Entah tampil di layar kaca maupun di acara talkshow yang bersifat offair. Lontaran-lontaran joke yang menggelitik selalu menghiasi acara yang dipandunya. Berkat kepiawaiannya dalam mengolah kata-kata inilah, ia mampu menjalani berbagai profesi. Mul

ai dari aktivis mahasiswa hingga menjadi juru bicara kepresidenan, telah ia geluti. Namun, lelucon-lelucon yang menarik selalu saja terlontar ketika berbicara. Gelak tawa penonton seakan menjadi bagian tak teprisahkan dari acara yang dipandunya. Ia memang sering dijuluki sebagai entertainer sejati.

Saat ini Wimar tengah sibuk menjadi presenter di dua acara televisi dan radio. Kharismanya yang muncul ketika membawakan acara, membuat Wimar selalu dipercaya memandu talkshow. Lelucon-lelucon yang menggelitik menjadikan setiap talkshow yang ia bawakan, selalu diminati penontonnya.

Wimar tampil untuk pertama kali di depan publik melalui acara talkshow bertajuk Perspektif di SCTV sekitar tahun 1994. “Waktu itu, saya masuk Perspektif secara diam-diam,” ungkap Wimar. Ia mengaku, ketika itu ia dipanggil oleh pihak manajemen stasiun televisi swasta itu hanya untuk merombak manajemen dalam perusahaan. Akan tetapi, Wimar justru menyarankan kepada pihak stasiun TV tersebut agar tidak terlalu berpikir untuk merombak sistem manajemen perusahaan. Karena menurutnya, untuk ukuran stasiun TV, tidak perlu harus sesuai dengan perusahaan pada umumnya. “Saya katakan, mereka cukup membuat acara TV yang berbeda dengan stasiun TV lain,” tutur Wimar.

Dari situlah, pria kelahiran Padalarang, Bandung itu menyarankan agar stasiun TV tersebut mengemas acara talkshow seperti Larry King Show yang ditayangkan Stasiun TV Berita CNN. Saat itu, Wimar dengan sangat percaya diri mengajukan diri sebagai presenter dari acara yang kemudian diberi nama Perspektif tersebut.

Bebas Berekspresi. Melalui acara Perspektif, Wimar memang melawan arus. Karena kritik-kritik tajam sangat diharamkan pada era pemerintahan Orde Baru. “Orang mengira kritik di acara Perspektif adalah kritik untuk Presiden Soeharto. Padahal tidak,” elak Wimar. Akibatnya, acara tersebut dilarang pemerintah. “Padahal bagi saya, Perspektif tidak mengandung arti politis,” lanjutnya.

Sebagai pemandu acara Perspektif, fokus bahasan Wimar memang sangat bertolak belakang dengan situasi politik saat itu. Di mana kebebasan berpolitik sangat terbatas. Melalui joke-joke-nya pula, Wimar memberi inspirasi dalam cara pandang sosial dan politik. Wimar pun menjadi sorotan kala itu. Namun, buah dari penampilannya, Wimar dikenal sebagai sosok pria yang pintar berkomunikasi dan membawa penontonnya ke dalam dunia Wimar. Tempat di mana kebebasan berekspresi selalu mendapat prioritas.

Setelah menorehkan namanya di dunia talkshow tanah air, Wimar sempat menggeluti dunia yang berbeda jauh dengan apa yang telah digelutinya tersebut. Ketika rezim Orde Baru tumbang, dan pemerintahan dikendalikan Presiden Abdurrahman Wahid, Wimar Witoelar dipilih sebagai juru bicara presiden antara tahun 2000-2001. Wimar memang bukan seroang partisipan dari salah satu partai politik. Namun, ia tetap menerima jabatan tersebut sebagai sebagai kehormatan dan panggilan tugas sebagai seorang professional di bidang komunikasi.

Walau ia bukan partisipan salah satu partai politik di tanah air, keterlibatan Wimar di dunia politik belum tentu dibilang nihil. Wimar sendiri pernah menjadi salah seorang konseptor dan pendiri Golongan Karya di Bandung. Kala itu, menjelang Pemilu 1971, Wimarlah yang menyusun daftar calon legislatif Golkar Jawa Barat. Pada waktu itu, ia memasukkan rekan-rekannya, seperti Sarwono Kusumaatmadja, Rachman Tolleng, Marzuki Darusman, termasuk Rachmat Witoelar dan dirinya sendiri. “Waktu itu, saya cuma memasukkan daftar caleg. Saya hanya terlibat selama tiga bulan,” tegas Wimar yang tidak ingin terpilih lagi menjadi juru bicara kepresidenan ini.

Ternyata, dunia politik bukanlah dunia yang ia pilih. Bukan karena ia tersisih dari dunia itu, melainkan karena ia secara terang-terangan menolak kebijakan-kebijakan yang dibuat pada pemerintahan Orde Baru. Joke-joke politiknya yang terlontar pun lebih banyak memberikan sindiran terhadap kelemahan-kelemahan pemerintah. Joke-joke politiknya memang tak hanya mengundang gelak tawa, tetapi juga mengandung makna yang seharusnya dicerna dengan baik oleh para penonton. Melalui joke-joke-nya itu pula, kebebasan berdemokrasi dapat terwujud meski hanya dalam lingkup talkshow yang ia bawakan.

Menjadi pembicara di berbagai tempat sudah merupakan hal yang biasa bagi dirinya. Namun, Wimar tidak hanya menghabiskan waktu dengan terus menerus menjadi pembicara. Ia harus membagi waktu dengan tugas lain. Karena ia juga seorang pengusaha. Salah satu perusahaan yang ia dirikan adalah Intermatrix Communications. Komunikasi menjadi jurus ampuhnya untuk menaklukan pelbagai masalah. Intermatrix sendiri didirikan pada tahun 1986, hasil kerjasama dengan dua sahabat, yakni Gede Raka dan Ahmad Habir. Kemudian pada tahun 1994, Intermatrix Communications dibentuk sebagai divisi baru dari Intermatrix. Fokus di perusahaan pun berubah menjadi bidang komunikasi, yang tadinya adalah konsultans manajemen.

Wimar menjadi sosok pendiri sekaligus pembimbing bagi rekan-rekan juniornya di perusahaan. Intermatrix menjelma menjadi rumah kedua bagi Wimar. Tak heran, karena bagi Wimar, rekan-rekan kerjanya di Intermatrix bagaikan keluarganya sendiri. Terlebih lagi setelah ditinggal pergi sang istri, Suvatchara yang meninggal tahun 2003, ia lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengurus perusahaan tersebut. Fajar

Side bar 1…….

Pernah Dipenjara Karena Kritik


Selain pernah menggeluti dunia presenter dan pembicara di berbagai acara talkshow, Wimar juga dikenal sebagai kolumnis di media lokal dan internasional. Selepas meninggalkan istana presiden, ia lebih sering menjadi pembicara di berbagai media asing. Itu sebabnya, jika Anda bertanya kepada media asing, seperti stasiun televisi BBC, CNBC, CNN, dan ABC, siapa sosok orang Indonesia yang patut dijadikan narasumber berkualitas, jawabannya pasti Wimar Witoelar. Media cetak asing, seperti, Today, Business Week, News Week, Australian Financial Review, juga selalu menggunakan Wimar sebagai kolumnis.

Suara nyaring dari pria yang lahir tanggal 14 Juli 1945 ini akan terdengar di stasiun TV mancanegara. Kebebasan berpikir dan berpendapat menjadi ciri khas dari pria yang pernah mendekam di dalam hotel prodeo pada Februari 1978 gara-gara sering melontarkan kritik pedas kepada pemerintahan Orde Baru tersebut.

Konsep demokrasi memang tak bisa dilepaskan begitu saja dari sosok Wimar Witoelar. Kini, Wimar memang hanya bergelut dengan dunia presenter. Tetapi bukan berarti konsep demokrasi ia tinggalkan. Ia masih menerapkan konsep demkorasi dalam perusahaan yang ia pimpin, Intermatrix Communications. Wimar juga saat ini tengah mendidik rekan-rekan mudanya di Intermatrix agar berkembang menjadi insan yang bekerja secara etis. “Intermatrix adalah keluarga saya,” ujar pria penolak poligami ini.

Pengaruh Keluarga. Pribadi Wimar juga erat kaitannya dengan pengaruh zaman baheula ketika ia masih mendapat didikan orang tua. Dilahirkan dari pasangan Raden Achmad Witoelar dan Nyi Raden Toti Soeiamah, Wimar tumbuh menjadi pribadi yang kritis dalam berbagai hal. Dari didikan orangtuanya, ia juga mendapatkan banyak pelajaran berharga. Selimut keluarga yang hangat, selalu berada di sekitar Wimar. Kondisi yang harmonis juga mampu memberikan efek poistif terhadap sisi kepribadian bungsu dari lima bersaudara ini.

Wimar berasal dari keluarga menengah, tidak miskin dan tidak juga kaya. Kebersamaan dan kondisi keluarga yang demokratis selalu ditanamkan oleh orangtuanya. Tak heran jika seluruh anggota keluarga sedang berkumpul, perdebatan kecil selalu mewarnai percakapan mereka. Momen makan bersama pun bisa berubah menjadi sebuah seminar kecil.

Sang ayah, Raden Achmad Witoelar merupakan seorang pamongpraja, polisi dan wedana pada masa penjajahan Belanda dulu. Hal tersebut membuat keluarga besar Witoelar selalu berpindah-pindah tempat tinggal seiring dengan berpindah tugas sang kepala keluarga. Setelah Indonesia merdeka, ayah Wimar menjadi seorang diplomat. Benua Eropa disambangi keluarga Witoelar, mulai dari Belanda hingga Swedia. Wimar menjalani masa kanak-kanaknya di Eropa. Hampir setiap akhir pekan, Wimar bersama keluarga selalu menyempatkan untuk bertamasya keliling Eropa. Dengan mengendarai mobil, keluarga Witoelar yang terkenal harmonis itu berusaha mengenali setiap budaya dari daerah-daerah yang mereka kunjungi.

Cinta Terpaut di Bangkok. Sekembalinya ke Indonesia pada tahun 1957, ia memulai kehidupan biasa. Tampilan dengan rambut kribo dan berbadan tambun mulai tampak ketika Wimar mamasuki usia 16 tahun. Berkat didikan orangtuanya pula, Wimar kecil lebih suka membaca majalah Time dan Newsweek ketimbang Si Kuncung. Berkat kegemarannya dalam membaca, dunia seakan-akan kecil di mata Wimar. Mantan pemukul bel sekolah di masa kecilnya ini mulai menampakkan sisi Wimar yang kritis dan cerdas ketika ia memasuki bangku kuliah di jurusan Teknik Elektro ITB. Selepas kuliah dan menyelesaikan studinya, Wimar lebih memilih berkelana di luar negeri.

Dalam aksi jalan-jalan inilah, ia akhirnya bertemu dengan Suvatchara Leeaphon, gadis Thailand yang kemudian dinikahinya di KBRI Bangkok, tanggal 27 Februari 1971. Dari wanita Thailand itulah, ia mendapatkan dua putera, Satya Tulaka dan Aree Widya. Kini Wimar tidak perlu pusing mengurus kedua anaknya, karena mereka sudah berkeluarga dan memiliki kehidupan sendiri. Hal ini memudahkan Wimar untuk menggeluti dunianya, dunia entertainment yang sudah ia jalani selama ini.

Dalam menjalani hidup ini, Wimar lebih memilih memposisikan diri sebagai seorang professional yang berkecimpung di dunia public relations. “Apa pun akan saya jalani, asalkan itu menyenangkan,” ujar Wimar. Ya..Wimar tetaplah seorang Wimar yang akrab dengan dunia kebebasan. Dan kebebasan itu pulalah yang selalu ia perjuangkan. Fajar


Side Bar 2…..

Konsep Cinta ala Wimar Witoelar


Wimar lebih dikenal sebagai pribadi yang humoris. Mungkin dalam pribadinya yang humoris itu pulalah muncul pribadi yang sangat disukai oleh kaum hawa, romantis. Sang istri, Suvatchara Leeaphon yang selalu menemani Wimar selama 32 tahun, adalah sosok wanita paling beruntung karena ia mendapatkan suami yang romantis. Pernikahan yang dijalani Wimar, diakuinya sebagai perwujudan cinta. “Menurut saya, perkawinan adalah perwujudan cinta,” tuturnya sembari berfilosofi.

Istrinya adalah sosok wanita yang sangat dicintai Wimar. Tak ayal, ia merasakan adanya kekosongan dalam hidup setelah sang istri meninggal karena kanker. “Saya merasakan kekosongan setelah istri saya meninggal,” kenang Wimar. Cinta mendapatkan porsi cukup penting dalam kehidup Wimar. Selain internet yang sangat disukainya, cinta merupakan sesuatu yang sangat penting di dalam kehidupan Wimar. “Cinta itu tidak mengenal umur,” ujar adik kandung Rachmat Witoelar ini.

Menurut Wimar, semua orang dapat merasakan cinta, karena cinta tidak terbatas pada umur. Bahkan dengan umurnya yang akan menginjak 62 tahun, Wimar mengaku bahwa ia kerap merasakan perasaan cinta. “Saya sering jatuh cinta,” ungkap Wimar. Baginya, cinta yang tulus adalah perasaan cinta yang hanya mampu direalisasikan melalui perasaan. “Cinta yang tulus itu transendental dalam dunia yang paralel,” ujar Wimar sedikit berfilsafat.

Menurutnya, perasaan cinta tidak perlu diungkapkan dengan menyentuh pasangannya. Bisa juga diungkapkan melalui perasaan. Dengan cara ini, seseorang sudah cukup untuk mencurahkan cinta yang tulus. Sosok romantis juga tergambar jelas dari bagaimana Wimar sangat menghargai cinta di dalam hidupnya. “Satu hal yang saya hargai dalam hidup ini adalah cinta. Itu sebabnya, berbahagialah orang yang bisa mencintai,” imbuhnya.

Wimar mengaku beruntung bisa mencintai istrinya selama 32 tahun. Meski sang istri telah lebih dulu meninggalkan dirinya, Wimar mengaku bahwa istrinya akan selalu ada karena cinta. Fajar


Side Bar 3…

Kesepian Setelah Ditinggal Istri


Perjalanan seorang Wimar tidak sepenuhnya sesuai harapan. Bagi Wimar, kematian sang istri akibat kanker merupakan cobaan yang sangat berat. “Cobaan terberat yang saya alami dalam hidup ini adalah ketika istri saya meninggal dunia,” kenang Wimar. Pada saat itu, Wimar merasa kehilangan segalanya. Pernikahannya yang harmonis ternyata hanya mampu mencapai usia 32 tahun. Tuhan berkehendak lain dengan mengambil nyawa sang istri dari sisi Wimar ketika ia sangat membutuhkan cintanya.

Kesuksesan karir yang diraihnya selama belasan tahun tak mampu menutupi kesedihan yang dialaminya. Bagi Wimar, tak ada lagi kejadian yang sangat menyedihkan selain kematian sang istri. Sepeninggal sang istri, sedikit banyak mempengaruhi karir dan kehidupan pribadi Wimar. Sejak tahun 2003, tahun kematian istrinya, Wimar sempat “tenggelam” dari layar kaca. Tak ada lagi lelucon yang mampu mengoyak pikiran pemirsa. Tak ada lagi sosok lelaki berambut kribo dan berkacamata yang wara-wiri di televisi tanah air. Menghadiri acara talkshow yang bersifat offair pun tak pernah dilakukannya lagi.

Sekitar awal 2006, barulah Wimar kembali lagi menyapa penonton setianya. Ia kembali nongol di televisi dengan konsep acara yang tidak jauh berbeda dengan Perspektif yang membawanya ke dunia presenter di masa lalu. “Saya butuh waktu untuk mengurusi keluarga, khususnya anak-anak. Hanya dengan cara ini saya bisa membunuh sepi. Saya memang merasa kesepian setelah ditinggal istri,” tutur pria keturunan bangsawan Sunda ini.

Namun kini, Wimar kembali mengurusi Intermatrix, perusahaan yang sempat dilupakannya beberapa saat. Intermatrix malah sudah menjadi rumah kedua baginya. Tak ada lagi kesedihan dalam kehidupan Wimar. Ia telah kembali dengan joke-jokenya lucu dan menggelitik. Fajar


Side Bar 4….

Memperluas Jaringan Lewat Internet

Ternyata bukan hanya anak muda yang menyukai Friendster, jaringan di internet yang membuka komunikasi antaranggotanya di seluruh dunia. Wimar pun doyan berselancar di Friendster. Tak hanya itu, program jaringan serupa seperti Flickers juga ia masuki untuk memperluas jaringan. Jadi, jangan heran jika Anda tengah browsing internet dan menemukan wajah Wimar pada salah satu program jaringan tersebut. Tak heran, banyak teman Wimar yang masih muda.

Wimar memang tak pernah bosan berada di depan komputer. Berjam-jam bisa ia habiskan hanya untuk meluangkan waktu bersama komputer. “Saya suka mengumpulkan informasi,” ujarnya singkat. Ia selalu memperluas jaringan di seluruh dunia melalui jasa internet. Baginya, memperluas jaringan tak hanya melalui pertemuan biasa. Dengan adanya internet, orang yang berada di Eropa pun dengan mudahnya berkomunikasi dengan orang di Kutub Selatan sekalipun. “Saya sekarang lebih suka Flickers ketimbang Friendster,” ungkap ayah dua anak ini. Jadi, tak heran kalau ia memiliki banyak rekan di hampir seluruh belahan dunia.

Bahkan jika Anda mengetik kata-kata Wimar Witoelar di situs Google, ribuan artikel yang menyebutkan nama Wimar Witoelar akan langsung muncul. Saking banyaknya artikel yang memuat mantan aktivis mahasiswa ini, tulisan yang berisikan pendapat Wimar pada beberapa tahun lampau juga bisa segera muncul. Fajar



Biodata


Nama Lengkap : Wimar Jartika Witoelar

Lahir : Padalarang, Jawa Barat, 14 Juli 1945
Agama : Islam

Istri : Suvatchara Witoelar Leeaphon (dokter

syaraf, meninggal tahun 2003)

Anak :
1. Satya Tulaka (lahir 1975)

2. Aree Widya (1978)


Orangtua :
- Raden Achmad Witoelar Kaartaadipoetra (1910-1987)

- Nyi Raden Toti Soeiamah (1914-1977)


Saudara Kandung :

  1. Luki Djanatun Muhammad Hamim (Lahir 1932)

  2. Kiki Waskita (Lahir 1935)

  3. Toerki Joenoes Moehammad Saleh (Lahir 1938)

  4. Rachmat Nadi Witoelar (Lahir 1941)

  5. Wimar Jartika Witoelar


Pendidikan :

    • Pendidikan Dasar di sejumlah negara Eropa, SR di Yayasan Pendidikan Budi Mulia, Bogor, lulus dari SR di Jalan Cilacap, Jakarta

    • SMP Katolik Van Lith, Jalan Gunung Sahari, Senen, Jakarta Pusat, tamat tahun

    • SMA Kolese Kanisius, Jakarta

    • Teknik Elektro ITB Bandung

    • George Washington University, Washington DC.


Pengalaman Karir :


  • Dosen Pasca Sarjana, Program Transportasi ITB Bandung (1975-1982).

  • Dosen Tamu Institut Manajemen Prasetya Mulya (1982-1993).

  • Direktur Eksekutif Summa Excelence Institute (1990-1991).

  • Dosen Magister Manajemen dan Bisnis Administrasi Teknologi ITB.

  • Pimpinan PT InterMatrix Bina Indonesia (Konsultan Manajemen).

  • Pimpinan PT InterMatrix Communication (Konsultan Komunikasi).

  • Pimpinan PT Inter Properti (Pembangunana Perumahan).

  • Pimpinan PT Caksugara Nusantara Media (Television & Audiovisual Production).

  • Pimpinan PT Inter Sinclair Knight (Konsultan Engineering).

  • Pimpinan PT Nusantara International Development Corporation.

  • Pendiri dan Pimpinan Yayasan Perspektif Baru.


Karya Tulis Buku :


  • No Regrets, tahun 2000, sebuah kenangan sehari-hari bersama Gus Dur, diterbitkan Equinox Publishing Singapura, dapat ditemui di amazon.com, diluncurkan di Jakarta, Singapura, Melbourne, Sydney, New York dan Washington DC.

  • Menuju Partai Rakyat Biasa.

  • Mencuri Peluang di Tengah Kebingungan.

  • Perspektif


Pengalaman Lain :


- Ketua Dewan Mahasiswa ITB Bandung, 1969

Kegiatan Lain :

  • Pembicara dan Pemandu acara talkshow, diskusi, seminar.

  • Kolumnis dan Pewawancara di media cetak dan televisi inernaisonal (ABC, SBS, Nine Netwok, BBC, CNN, CNBC, NBC, European Channels).

  • Komentator politik dan penulis kolom di Newsweek, International Herald Tribune, The Washington Post, serta media cetak nasional.


Penghargaan :

  • Adjunt Professor in Journaism and Public Relation, Deakin University, Australia.