Di usianya yang sudah menginjak 67 tahun, ternyata tidak membuat Palgunadi Setiawan berhenti berkarya. Sebaliknya, ia masih saja melakukan aktivitas yang diakuinya bermanfaat bagi orang banyak. Bersama dengan mantan rekan-rekannya di Astra, yakni TP Rahmat dan Benny Subianto, ia turut berperan mendirikan Yayasan Parasahabat, yayasan yang memberikan modal kerja tanpa agunan bagi ratusan ribu pengusaha kecil.
Hari Minggu (7/1) pagi itu, langit Jakarta terlihat lebih cerah dibandingkan hari biasanya. Sepanjang jalan di Jakarta pun terlihat lengang. Wajar memang, mengingat hari itu adalah hari libur bagi sebagian besar karyawan di Jakarta. Jalan Jakarta sepi. Meski begitu, bagi Palgunadi Setiawan, hari minggu merupakan hari yang penuh dengan aktivitas. Bahkan, sepanjang hari Minggu itu, ia memiliki jadwal cukup padat. Akan tetapi, pria yang biasa dipanggil Atit ini justru menyempatkan diri untuk berbincang dengan Realita.
Bertempat di apartemennya di daerah Kebayoran, Palgunadi terlihat ramah ketika ditemui. Dengan senyum tersungging di bibirnya, ia mempersilahkan Realita masuk ke apartemennya yang berada di lantai 7 tersebut. Aroma kekeluargaan begitu terasa ketika masuk ke dalam ruangan apertemen Palgunadi Setiawan. Di salah satu sudut ruangannya terlihat beberapa kursi dan meja kecil yang berwarna-warni milik cucunya. Selain itu, beberapa foto Palgunadi beserta cucu-cucunya juga terpajang di salah satu meja di dalam ruangan. Waktu memang masih menunjukkan pukul 07.35 pagi. Meskipun begitu, Palgunadi justru telah siap dengan pakaian kemeja putihnya dengan dihiasi dasi di lehernya. Walaupun telah menginjak usia 67 tahun, Palgunadi tampak masih sehat dan segar di masa tuanya tersebut. Bahkan sebagian besar helai rambutnya yang telah memutih tidak menjadi halangan bagi dirinya untuk menceritakan tentang kegiatan sosial yang kini tengah dijalaninya.
Sembari melahap menu sarapan paginya, Palgunadi juga terlihat bersemangat untuk menceritakan deretan kegiatan sosial yang sedang dijalaninya saat ini. Berbagai bentuk pil dan tablet pun terlihat berada di atas meja makan di antara menu sarapan pada hari Minggu itu. Palgunadi pun nampak menelan salah satu pil berwarna oranye tersebut. Entah kegunaannya untuk mengobati apa, tapi Palgunadi memang disiplin untuk meminum berbagai macam obat-obatan demi kesehatannya di masa tua saat ini.
“Filantrop itu sebenarnya merupakan hal yang sangat wajar,” ujarnya memulai pembicaraan. “Semua yang saya lakukan ini hanyalah bagian dari menemukan diri saja,” lanjut Palgunadi. Bagi Palgunadi, sebagai seorang manusia sudah merupakan suatu kewajiban untuk melakukan kegiatan amal demi kepentingan orang banyak. Sehingga seperti yang diakuinya pula, tidak ada yang istimewa jika seseorang berkecimpung di dalam kegiatan sosial karena di dalam ajaran agama pun telah diajarkan untuk selalu menyisihkan sebagian harta sebesar 2,5 % untuk disumbangkan bagi kaum yang kurang beruntung.
Oleh karena itu, Palgunadi berusaha untuk mengorganisir jiwa sosialnya beserta TP Rahmat dan Benny Subianto di dalam suatu organisasi yang diberi nama Yayasan Parasahabat. “Kami hanya berusaha untuk mengorganisir setiap jiwa sosial yang ada untuk membantu kepentingan orang banyak,” ungkap pria yang juga berprofesi sebagai dosen ini.
Meniru Metode Grameen M.Yunus. Yayasan Parasahabat didirikan oleh Palgunadi Setiawan beserta kedua rekannya sesama pensiunan Astra, yakni TP Rahmat dan Benny Subianto pada 21 April 1999. dengan modal awal sebesar US$ 30 ribu, ketiga eksekutif ini pun membentuk Yayasan Parasahabat. Ketiganya memiliki visi dan misi yang sama dalam mendirikan sebuah yayasan untuk membantu kalangan yang kurang beruntung. Meski begitu, mereka juga tidak menginginkan sumbangan tersebut diberikan tanpa adanya usaha dari si penerima sumbangan. Oleh karena itu, Palgunadi pun meniru sistem dari Muhammad Yunus, peraih nobel perdamaian tahun 2006 yang berasal dari Bangladesh. Yunus yang merupakan pendiri Grameen Bank memiliki sistem kredit lunak yang diberikan kepada warga miskin, khususnya wanita tanpa agunan, sehingga mereka dapat memulai bisnis mereka sendiri.
Bahkan Palgunadi menyempatkan diri untuk belajar di Bangladesh selama 6 bulan hanya untuk mempelajari tentang metode Grameen. “Saya mengadopsi metode Grameen yang diterapkan oleh Muhammad Yunus,” aku Palgunadi. Dengan mengacu pada kesuksesan Muhammad Yunus dalam memberikan modal kerja bagi warga miskin tanpa agunan, Palgunadi juga berkeinginan untuk menerapkan langkah yang sama agar dapat membantu warga kurang beruntung memulai bisnisnya sendiri. Sehingga pada akhirnya akan mampu mengembangkan ekonomi mereka sendiri.
Hingga kini, telah banyak penerima modal kerja yang diberikan oleh Yayasan Parasahabat. “Total customer yang pernah menjadi penerima modal Yayasan Parasahabat sekitar 200 ribu orang,” aku Palgunadi. “Tapi, kalau sekarang ini jumlah customer-nya sebesar 100 ribu orang penerima,” imbuhnya. Diakuinya pula, uang yang sampai saat ini telah disalurkan oleh pihak yayasan sekitar Rp 200 milyar. Masing-masing penerima modal kerja mendapatkan sejumlah uang yang berbeda-beda, tergantung dari bisnis yang akan mereka jalani dengan modal tersebut. Ada beberapa program yang dicanangkan oleh Palgunadi beserta rekan-rekannya di Parasahabat, diantaranya adalah Pelayanan Kredit Mingguan (PKM) dan Pelayanan Modal Bulanan (PKB). Keduanya merupakan replika dari metode Grameen yang diciptakan oleh Muhammad Yunus, sang penerima nobel perdamaian.
Selain kedua program tersebut, masih ada beberapa program lainnya yang diakui Palgunadi sebagai metode Grameen modifikasi, yakni Kreator (Kredit Agunan Motor), dan Kreasi (Kredit Agunan Sertifikat Tanah atau Rumah). Kedua metode Grameen modifikasi tersebut merupakan program yang berada di bawah Sahabat Finance, yaitu program multifinance yang ada di bawah Yayasan Parasahabat. “Kami berfokus kepada kemudahan pelayanan pemberian kredit,” ujar Palgunadi. Untuk seluruh program yang dijalani oleh pihak yayasan, diakui Palgunadi, diterapkan subsidi silang. Dengan begitu, kalangan ibu-ibu yang berasal dari kalangan kurang mampu akan terbantu melalui nisbah yang dihasilkan dari program multifinance. “Kalau untuk Sahabat Finance itu untuk siapa saja,” aku Palgunadi.
Pembagian Nisbah 70:30. Selain Multifinance, Parasahabat juga memiliki 5 BPR (Bank Perkreditan Rakyat) yang berada di bawah yayasan. Ke depannya, Palgunadi berencana untuk menambah jumlah BPR hingga mencapai 20 cabang, karena menurutnya jumlah tersebut sudah sesuai untuk memfasilitasi rakyat miskin dalam memperoleh modal kerja. Berbeda dengan yayasan yang tentunya tidak berorientasi laba, kelima BPR ini justru sebaliknya. Kelima BPR tersebut dituntut untuk menghasilkan laba yang pada akhirnya akan membantu berjalannya proses dari operasional Yayasan.
Untuk pemberian modal kepada ibu-ibu kurang mampu, Palgunadi selaku ketua yayasan mewajibkan kepada mereka untuk selalu dapat mengembalikan pinjaman modal yang telah diberikan. Meskipun begitu, pengembalian pinjaman tersebut diambil dari keuntungan yang mereka dapatkan. “Jadi dari setiap keuntungan yang mereka dapatkan, mereka mendapatkan 70% sedangkan sisanya harus diberikan untuk pihak yayasan sebagai salah satu cara dalam pengembalian modal yang telah diberikan,” tutur Palgunadi.
Pengembalian sebesar 30% dari para penerima modal kerja tersebut, seperti diakui oleh Palgunadi, juga akan digunakan untuk membiayai proses operasional yayasan yang memiliki 900 pegawai. Meskipun begitu, pelayanan pemberian kredit dari Parasahabat ini merupakan pemberian modal kerja tanpa agunan sehingga sangat ringan bagi kalangan kurang mampu untuk memulai usahanya sendiri.
Pada awal pendirian yayasan, Palgunadi mengakui memang dibutuhkan modal yang cukup besar. Akan tetapi, Palgunadi menganggap bahwa selain sejumlah uang yang memang dibutuhkan untuk mendirikan yayasan, ada modal lain yang tidak kalah pentingnya. “Ada modal lain yang cukup penting, yakni kepercayaan,” ujar Palgunadi. Dengan adanya kepercayaan tersebut, tak heran ketiga mantan eksekutif PT Astra International Tbk. ini mampu mendirikan yayasan Parasahabat. Selain itu, keberadaan Parasahabat sendiri ternyata dilirik oleh lembaga asing. “Kita juga bekerjasama dengan IFC (International Finance Corporation-red) di dalam yayasan,” aku Palgunadi. Dengan adanya kerjasama itulah, terbukti bahwa modal kepercayaan sangatlah berarti bagi Parasahabat.
Meski disibukkan dengan karirnya di beberapa perusahaan dan kegiatan sosial di yayasan, ternyata Palgunadi merupakan seorang sosok family man. Ia berusaha untuk selalu meluangkan waktunya agar bisa bercengkerama dengan anak dan kelima cucunya. Palgunadi sendiri memiliki dua anak dari hasil perkawinannya dengan Hetty Semiati Soemantri (66), yakni Nanda Arazi (34) dan Eva Savitri (30). Dari anak pertama, Palgunadi mendapatkan 3 cucu, sedangkan dari anak keduanya, Eva, ia dianugerahi 2 cucu. “Sepertinya sih mau tambah satu cucu lagi,” ujar Palgunadi sembari tersenyum.
Saat ini, anak pertamanya, Nanda tinggal di Jakarta bersama istri dan ketiga anaknya. Nanda sendiri kini tengah menyelesaikan kuliah S1-yang sempat tertunda akibat karir yang ditekuninya-di salah satu universitas swasta di Jakarta. Sedangkan Eva, anak kedua Palgunadi tinggal di Bandung bersama suami dan kedua anaknya. Eva sendiri pindah ke Bandung karena mengikuti sang suami yang merupakan salah satu santri Daarut Tauhid-pesantren pimpinan Aa Gym. Di sela-sela kesibukannya, Palgunadi bahkan menyempatkan diri untuk bertemu anak dan menantunya serta cucu-cucunya di salah satu mal di daerah Jakarta Selatan. Realita pun menyaksikan sendiri bagaimana ia berkumpul bersama dengan keluarga besarnya tersebut. Kebahagiaan memang sangat terasa ketika keluarga besar ini berkumpul. Akan tetapi, kebahagiaan Palgunadi bertambah ketika ia melakukan sesuatu untuk orang banyak. “Kebahagiaan itu terasa ketika kita sedang memberi,” ujar Palgunadi. Fajar
Side Bar 1: Hetty Semiati Soemantri (Istri Palgunadi) “Bapak sering modali pedagang minuman pinggir jalan”
Palgunadi memang getol berkecimpung dalam berbagai kegiatan sosial. Selain memang ikut serta dalam Yayasan Parasahabat, ia juga kerap mengeluarkan kocek pribadinya untuk membantu kalangan yang kurang beruntung. Hal ini diakui oleh sang istri, Hetty Semiati Soemantri. “Walaupun Bapak sudah tidak di Astra lagi, tapi Bapak justru sibuk menggeluti kegiatan sosial,” ungkap wanita berkerudung ini. Sebagai seorang istri pun, Hetty turut mendukung dengan apa yang dilakukan oleh suami tercintanya tersebut. Bahkan setiap kali kegiatan sosial yang harus diikuti oleh Palgunadi, Hetty hampir selalu ikut serta dengan sang suami.
Meski sibuk dengan jiwa sosialnya, Palgunadi masih menyempatkan waktunya untuk berkumpul dengan keluarga, terutama cucu-cucunya yang berjumlah 5 orang. Terbukti, ketika Realita ikut serta dalam kegiatan Palgunadi pada Minggu (7/1) yang lalu, ia bersama sang istri di sela-sela kesibukannya dapat menyempatkan untuk bertemu dengan ketiga cucunya yang tinggal di Jakarta. Bahkan Palgunadi dapat meluangkan waktu yang cukup lama di sebuah mal di daerah Jakarta Selatan hanya untuk berkumpul bersama anak, menantu dan ketiga cucunya. Mereka berkumpul di salah satu kafe yang ada di mal tersebut, sembari menyantap makanan dan minuman yang disediakan di kafe itu. Kedekatan hubungan antara Palgunadi dengan keluarga juga tergambar jelas di hari libur itu. Satu persatu cucu dari anak pertama Palgunadi, dipeluknya dengan erat. Rasa kasih sayang pun tergambarkan dari setiap perilaku Palgunadi terhadap cucu-cucunya tersebut.
Sosok Palgunadi di mata sang istri ternyata memiliki kepribadian yang cukup menarik. “Bapak itu orangnya sabar dan jarang sekali marah,” aku Hetty. Seperti yang diakuinya pula, Palgunadi memiliki jiwa sosial yang cukup tinggi. Bahkan pernah suatu saat, Palgunadi memberikan modal kerja kepada pedagang minuman yang biasa berjualan di pinggir jalan. “Bapak sering kasih modal ke pedagang-pedagang minuman yang ada di pinggir jalan,” kenang Hetty. Bahkan Hetty mengaku bahwa Palgunadi kerapkali mendapatkan tawaran untuk memberikan sumbangan kepada beberapa organisasi, seperti pesantren ataupun panti asuhan. Meskipun begitu, Hetty tidak serta merta langsung memberikan dukungan terhadap sang suami dalam memberikan sumbangan kepada pemohon sumbangan. “Kita sih meneliti dulu kebenaran sumbangan yang akan diberikan, apakah benar-benar digunakan untuk kegiatan sosial atau tidak,” tutur wanita asli Cirebon ini. Dengan begitu, sumbangan yang diberikan merupakan hasil pertimbangan yang cukup matang sehingga sumbangan tersebut tidak salah sasaran. Fajar
Side Bar 2:
Belajar dari Mangkuk Milik Biksu
Tak dinyana, jiwa sosial yang dimiliki oleh Palgunadi Setiawan merupakan hasil pembelajaran dari aktivitas biksu yang selalu memegang mangkuk di tempat peribadatan mereka. Tak hanya itu, para biksu ini juga selalu berkeliling di antara warga agar mangkuk mereka dapat terisi dengan sumbangan yang diberikan oleh warga. “Mereka bukanlah peminta-minta,” kilah Palgunadi. “Mereka justru hendak mengisi mangkuk yang mereka pegang dengan berbagai materi, dan kemudian diberikan lagi kepada orang-orang yang kurang mampu,” tutur pria yang pernah menunaikan ibadah haji pada tahun 1991 ini.
Atas dasar filosofi mangkuk si biksu itulah, Palgunadi belajar untuk selalu memberikan sebagian materi dari ‘mangkuk’ pendapatannya untuk kalangan kurang mampu. “Mangkuk saya selalu terisi, hingga pada saatnya akan dikeluarkan kembali kepada orang-orang yang membutuhkan,” ujar Palgunadi. “Sehingga materi yang mengisi akan sebanding dengan materi yang keluar untuk disisihkan bagi kegiatan sosial,” lanjutnya. Diakuinya pula, ia dapat menghidupi keluarganya dari isi yang ada di dalam mangkuk tersebut. Sehingga peran mangkuk itu sangatlah bermakna.
Palgunadi sendiri mendapatkan pelajaran tentang mangkuk milik biksu setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri. Ia melihat salah satu temannya yang telah menjadi biksu dan selalu membawa mangkuk di tangannya untuk mendapatkan sumbangan dari warga sekitar. Temannya tersebut sempat menderita penyakit kanker sebelum akhirnya sembuh kembali setelah disembuhkan oleh biksu. “Sebagai tanda terimakasihnya, dia minta cuti dari kantor saya untuk kembali ke biara itu dan mengabdikan diri menjadi biksu selama 3 bulan,” tutur Palgunadi.
Setelah sembuh itulah, kini ia menjadi biksu. Temannya tersebut bertugas untuk berkeliling menyampaikan berkah kepada orang-orang sekitar dengan membawa sebuah mangkuk. “Dia hanya boleh makan dari isi mangkuk tersebut,” kenang Palgunadi. Seperti yang diakuinya pula, temannya itu juga boleh memberikan isi dari mangkuk tersebut kepada orang lain yang kurang mampu. Pengalaman salah satu teman Palgunadi itulah yang kini mengajarkan pada diri Palgunadi untuk selalu membagi kebahagiaan melalui ‘mangkuk’ miliknya. Ternyata, isi mangkuk tersebut tidak hanya untuk menghidupi si biksu tersebut, melainkan untuk diberikan kepada warga yang kurang mampu. “Saya hanya berusaha untuk berbagi dari isi mangkuk saya,” ujar Palgunadi sembari menutup pembicaraan. Fajar
Side Bar 3: Lukito (Anak Asuh Palgunadi) Dibiayai Sekolah dan Diberi Kesempatan Bekerja
Sekitar 15 tahun yang lalu di Semarang, Lukito bertemu dengan Palgunadi. Kala itu, Lukito masih menjadi anak putus sekolah yang juga bekerja sebagai penjual Koran. “Waktu dulu saya bandel sekali,” kenang Lukito. Tiba-tiba, harapan dan kesempatan datang bersama sosok Palgunadi. Lukito secara tidak sengaja bertemu dengan Palgunadi di restoran Soto Bangkong, Semarang. Perubahan pun terjadi ketika Palgunadi mengajaknya untuk mengenyam pendidikan kembali. Sejak itulah, Lukito, menjadi salah satu bukti jiwa sosial Palgunadi.
Semenjak Lukito masih duduk di bangku kelas 6 SD, Palgunadi secara rutin membiayai segala macam keperluannya, baik keperluan sekolah maupun keperluan sehari-hari. “Sejak kelas 6 SD sampai sekarang saya dibiayai Pak Pal (Palgunadi-Red),” aku Lukito. Ia memang merupakan anak asuh yang telah dibiayai oleh Palgunadi. Sejak kecil, hubungan antara Lukito dan Palgunadi pun mulai dekat. Terlebih lagi, pada saat ia tinggal bersama dengan Palgunadi. “Saya sudah menganggap Pak Pal sebagai ayah saya sendiri,” ujar Lukito.
Kini, Lukito sendiri tengah mengenyam bangku kuliah S1 di salah satu universitas swasta di daerah Jakarta. Sebelumnya, ia telah menyelesaikan studi diplomanya di kampus yang sama. Motivasi dari Palgunadi pun menjadi salah satu dorongan tersendiri bagi Lukito untuk melanjutkan kuliahnya. “Waktu pertama kali masuk kuliah, biayanya juga di tanggung oleh bapak,” ujar pria asli Semarang ini. “Bapak selalu memberikan kesempatan,” lanjutnya. Selain diberikan kesempatan untuk melanjutkan kuliah ke jenjang S1, Lukito juga diberikan kesempatan untuk berkarir di salah satu perusahaan Palgunadi. Perusahaan yang bernama Gati Mandiri tersebut berpusat di kota Bandung dan merupakan salah satu perusahaan pribadi Palgunadi. “Saya diminta Bapak untuk bantu-bantu perusahaannya itu,” ujar Lukito. Berkat jiwa sosial yang dimiliki oleh Palgunadi, pria berusia 28 tahun ini mampu berubah dari anak yang berjualan Koran di jalanan menjadi pria yang kini dapat mengenyam bangku kuliah. Tak heran bila kini Lukito sangat berterimakasih dengan apa yang telah dilakukan oleh Palgunadi. Fajar
7 comments:
Sungguh terkesan membaca kisah ini. Semoga kelak sosok beliau dapat menginspirasikan saya khususnya dan orang lain agar tetap selalu berbagi dengan apa yang kita miliki..
terimakasih ya hafidh udah mengunjungi blog saya...
masih banyak lagi kisah-kisah lain, tunggu aja ya...
niceelyy,,,
http://www.facebook.com/notes/nanang-grand%C3%A9/daun-berserakan/10151518172438778
nice writing,,,
http://www.facebook.com/notes/nanang-grand%C3%A9/daun-berserakan/10151518172438778
saya merupakan salah satu orang yang pernah dekat dengan beliau. menjadi sekretaris beliau merupakan salah satu pengalaman berharga bagi saya. saya banyak belajar dari beliau. belajar bagaimana menjadi seorang pribadi yang bisa bermanfaat buat org banyak. sosok Pak Pal memberi teladan tersendiri untuk saya pribadi. semoga beliau selalu dilimpahkan nikmat sehat dan berkah oleh Allah SWT.
Inalillahi wainailaihi rojiun , beliau telah wafat pada tgl 28/05/2018.
Beliau panutan di Kelbes kami yg asal Tegal , menyesal belum sempat sowan ke rumah beliau.
Semoga almarhum Husnul khotimah , amiiin
Inalillahi wainailaihi rojiun , beliau telah wafat pada tgl 28/05/2018.
Beliau panutan di Kelbes kami yg asal Tegal , menyesal belum sempat sowan ke rumah beliau.
Semoga almarhum Husnul khotimah , amiiin
Post a Comment