Tak gentar memperjuangkan larangan merokok di tempat-tempat umum selalu dilakoni Dyah Anita Prihapsari. Bahkan, ia memiliki keinginan untuk membebaskan Indonesia dari bahaya rokok. Ternyata, apa yang dilakukannya tersebut berawal dari penyakit yang diderita sang ayah, akibat menjadi perokok berat selama bertahun-tahun. Sejak saat itulah, Nita menjadi orang terdepan dalam tiap aksi membebaskan Indonesia dari asap rokok. Lalu bagaimana kisah lengkap ibu dua anak ini?
Suasana nampak sepi di sebuah rumah besar berlantai dua di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Kesan megah dan besar semakin terasa tatkala memasuki ruangan di dalam rumah. Di ruang tamu, realita menunggu sang empunya rumah yang belum kembali dari berkegiatan di luar rumah. Selang beberapa menit kemudian, pintu depan rumah terbuka perlahan. Dari sisi luar muncullah, wanita yang masih terlihat anggun di usianya yang sudah tak muda lagi. Sambil memegang tas di tangan kirinya, ia lantas mengulurkan tangan dan mengumbar senyum di wajahnya. Dialah Dyah Anita Prihapsari, wanita yang kini menjabat sebagai ketua Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT) Pusat.
Nita (panggilan akrabnya, red) semakin terlihat cantik dengan riasan di wajah, meski sudah menghabiskan banyak waktunya mengikuti beberapa kegiatan di luar rumah. Bahkan, raut kelelahan pun seakan-akan tak menghampiri wanita yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) DKI ini. Kedua putrinya secara bergantian menyambut kedatangan Nita. Rona kebahagiaan menyerbu perasaan Dita Atikah Yudi (13) dan Dini Melina Yudi (10) saat mengetahui ibunya telah kembali pulang ke rumah. Mereka tak lupa mencium tangan Nita, seperti biasanya. Tak lama kemudian, Nita membuka perbincangan dengan realita sambil duduk santai di sebuah sofa.
Anak Tomboy. Apa yang terlihat dari sosok Nita kini mungkin akan terasa beda bila mengingat dirinya pada saat kanak-kanak. “Saya waktu anak-anak lumayan tomboy,” kenang anak kedua dari empat bersaudara ini sembari tersenyum. Pasalnya, Nita kecil sangat suka bermain beberapa permainan yang biasa dilakukan oleh anak laki-laki. Bermain sepeda dan berolahraga kerap dilakoninya hampir setiap hari sewaktu kecil. Tak hanya itu saja, wanita kelahiran 22 Juni 1964 ini ikut latihan karate sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). “Saya berhenti saat saya memegang ban cokelat,” ujar Nita. Begitu juga dengan ketiga saudara kandung lainnya yang juga belajar seni bela diri karate. Menurutnya, kedua orangtua khususnya ayah memang menganjurkan agar keempat anak perempuannya berlatih karate agar bisa menjaga diri.
Didikan di dalam rumah semasa kecil, diakui Nita, setiap anggota keluarga dibebaskan untuk memilih apapun yang menjadi kesukaannya. Kendati begitu, sang ayah dikenal sebagai orang yang keras dan disiplin dalam berbagai hal. “Karena anaknya perempuan semua, segala hal sangat diatur terutama soal keamanan,” ungkap Nita yang menolak tawaran menjadi calon legislatif dari beberapa partai politik beberapa waktu lalu ini. Alasan itu pulalah yang mendorong kesemua anaknya mempelajari seni bela diri karate.
Sang ayah, Pang Suparnadi (76) adalah mantan karyawan swasta di sebuah perusahaan. Sedangkan ibunya, Muryanti Setia (70) adalah ibu rumah tangga biasa yang memiliki usaha sampingan salon. “Ibu saya sempat kursus kecantikan dan mendirikan salon,” aku Nita yang di masa kecilnya lebih dekat dengan ayah ini. Sang ibu sendiri mengajarkan jiwa wirausaha dengan mencontohkan kegiatannya tersebut kepada keempat anaknya. Selain membuka salon, ibunya itu juga menjadi perias kecantikan dan membuka kursus kecantikan sekaligus menjadi pengajarnya. Nita mengaku, sesekali membantu pekerjaan sampingan sang ibu di salon. Setelah bertahun-tahun mengurusi salon dan kursus kecantikan, ibunya berhenti karena usia yang sudah senja.
Nita kecil lahir dan dibesarkan di Jakarta. Ia bersekolah di SDN 01 Pejompongan, Jakarta. Setelah itu, Nita melanjutkan sekolahnya di SMPN 40 Pejompongan, dan SMUN 3 Teladan, Setiabudi, Jakarta. Selepas menamatkan pendidikan SMA pada tahun 1983, Nita memutuskan untuk melanjutkan ke jurusan Arsitektur Lansekap, Universitas Trisakti. Saat masih di tingkat 2 kuliahnya, jiwa wirausaha sang ibu ternyata menular pada dirinya. Kala itu, Nita sempat membuat beberapa aksesoris berupa tas dan kalung mutiara. “Ternyata teman-teman saya suka,” kenang Nita. Beberapa hasil karyanya sempat dijual ke beberapa teman kuliahnya.
Selepas lulus dari Trisakti, Nita beserta sang pacar kala itu yang kini telah menjadi suami, Yudi Yulius, membuka perusahaan jasa konsultan kontraktor dengan berbekal pendidikan keduanya di bidang arsitektur. Perusahaan yang diberi nama PT Arsipta Garis Persada itu kemudian menjadi titik awal Nita terjun menjadi seorang pengusaha. Gedung hasil karya pasangan ini terlihat dari gedung kantor IWAPI Pusat di daerah Cikini, Jakarta Pusat, dan beberapa perumahan di daerah Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Status lajangnya berakhir saat Nita memutuskan untuk menerima lamaran sang pacar, Yudi Yulius yang sudah menjadi kekasihnya sejak duduk di bangku SMA. Keduanya menikah pada 7 Juli 1991. Tak lama setelah menikah, Nita dan suami kemudian melanjutkan pendidikannya ke Marketing Management di Oklahoma City University, Amerika Serikat. Tahun 1995, Nita berhasil menamatkan pendidikan S2-nya dan langsung kembali ke tanah air. Di Jakarta, Nita kembali mengurusi perusahaannya selain ikut mengajar di kampus UPI YAI (kampus milik keluarga sang suami, red).
Sang Ayah Stroke. Awal mula perkenalan Nita dengan organisasi WITT, dimulai setelah ia melihat penyakit yang diderita sang ayah. “Waktu saya kuliah S2, ayah saya terkena penyakit semi stroke,” ungkap Nita yang memiliki hobi menonton film ini. Diakui Nita, ayahnya menderita penyakit tersebut akibat dari kebiasaannya merokok selama bertahun-tahun. “Ayah saya itu perokok berat,” ujarnya singkat. “Kalau ingin bertahan hidup, bapak harus total berhenti merokok,” ujar Nita menirukan omongan dokter yang menangani.
Beruntung, sang ayah memutuskan untuk total berhenti merokok demi kesehatan tubuhnya. Untuk pemulihan kesehatannya sendiri, ayahnya tersebut menjalani beberapa terapi. “Saat ini, ayah saya jadi benci melihat orang merokok,” aku Nita.
Dari penjelasan dokter tentang bahayanya merokok itulah, lantas membukakan mata Nita mengenai rokok dan akibat yang ditimbulkannya. Sejak saat itu pulalah, Nita bertekad untuk memasyarakatkan bahaya merokok kepada masyarakat luas. Kebetulan, saat kembali ke Jakarta, salah satu temannya menawarkan ikut serta di dalam keorganisasian WITT. Tanpa berpikir panjang disertai dengan pengalaman yang menimpa sang ayah, akhirnya Nita menerima ajakan temannya, Yayuk Ebiet G. Ade. “Kalau bisa, cuma ayah saya saja yang menderita penyakit akibat rokok, jangan ditambah orang lain,” tekad Nita.
Selama memimpin WITT, Nita tak segan-segan terjun langsung ke lapangan untuk mensosialisasikan larangan merokok kepada masyarakat. Bahkan, beberapa waktu lalu, Nita berkunjung dari mal ke mal di Jakarta bersama Gubernur DKI dalam memasyarakatkan Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan merokok. Bercita-cita ingin membebaskan Indonesia dari asap rokok, Nita berencana akan mendirikan cabang-cabang WITT di 33 propinsi. Dengan begitu sosialisasi larangan merokok akan lebih efektif.
Selain memimpin WITT, Nita juga aktif di dalam keorganisasian IWAPI. Ia pertama kali bergabung dengan IWAPI pada tahun 2000. Ibunyalah yang mendorong Nita untuk bergabung dengan IWAPI. “Kalau ingin berbuat banyak untuk masyarakat dari sisi pengusaha, lebih baik masuk ke IWAPI,” ujar ibundanya kala itu. Tiga tahun setelah aktif di IWAPI, Nita terpilih sebagai ketua IWAPI DKI periode 2003-2008. Ia kemudian terpilih kembali sebagai ketua pada periode berikutnya. Dengan menjadi Ketua IWAPI DKI, Nita bercita-cita mengangkat pamor perempuan sebagai pengusaha. Tak cukup dengan dua organisasi, Nita juga kini menjabat Wakil Ketua Umum Bidang Pendidikan Ketenagakerjaan dan Sosial KADIN DKI.
Jalin Komunikasi di Keluarga. Dengan segala kesibukannya di beberapa organisasi, Nita tak begitu saja melupakan perannya sebagai istri dari Yudi Yulius (45) dan ibu dari kedua putrinya. “Saya membebaskan anak-anak saya untuk memilih bidang yang mereka senangi, yang penting harus berguna untuk orang banyak,” harap Nita untuk kedua putrinya ini. Sebisa mungkin, ia selalu meluangkan waktu kosongnya bersama keluarga. Bahkan, tak jarang pula, Nita berlibur bersama keluarga di sela-sela kesibukannya yang padat.
Hari Sabtu dan Minggu merupakan waktu yang diusahakan Nita sebagai waktu bersama keluarga. Diakui Nita, keikutsertaannya di organisasi telah disetujui oleh suami. “Bagaimana pun juga saya selalu meminta ijin boleh atau nggak aktif sebagai ketua di organisasi,” tutur Nita. Sang suami ternyata mengiyakan dan mendorongnya untuk aktif di beberapa organisasi. “Ridha dan ikhlas suami, saya anggap penting karena dia adalah kepala keluarga,” ujarnya tegas. Pasalnya, Nita mengaku pasti akan banyak waktu yang dihabiskan untuk berbagai kegiatan organisasi.
“Kodrat saya sebagai ibu rumah tangga tidak boleh dilupakan begitu saja,” ujar Nita. Baginya, bila sudah masuk ke rumah, maka statusnya sudah pasti sebagai ibu rumah tangga kendati di luar rumah, ia dipercaya sebagai ketua beberapa organisasi. Untuk keluarga, Nita mengaku lebih mengutamakan komunikasi dengan suami dan kedua putrinya. “Yang penting itu adalah komunikasi,” ungkap Nita. Dengan begitu, ia akan merasa sukses sebagai seorang ibu rumah tangga. Sedangkan di keorganisasian, Nita akan merasa sukses apabila tujuannya tercapai dengan baik. “Saya akan merasa sukses bila Indonesia bebas dari asap rokok,” tutur Nita mengakhiri perbincangan. Fajar
Sang suami sendiri menyadari bahwa kebiasaan merokoknya yang cukup berat menyebabkan rutinitas olahraganya tidak nyaman. “Nafasnya cepat terengah-engah,” ujar Nita menggambarkan kondisi suami. Bujukan yang dilakukan Nita juga dilakukan pula oleh kedua putrinya. Ditambah lagi, Yudi juga membaca sebuah buku yang mengajarkan untuk berhenti merokok. Alhasil, bujukan Nita dan kedua putrinya mampu menghentikan kebiasaan Yudi merokok sejak beberapa tahun silam. Setelah berhenti merokok, diakui Nita, kesehatan suaminya semakin membaik. Terlebih lagi, ditambah dengan rutinitas olahraga.
Dengan begitu, menurut Nita, pencegahan merokok akan lebih efektif bila dimulai dari keluarga sendiri. “Kalau orangtua sudah menjejali anak-anaknya dengan asap rokok yang mereka hisap, maka bila anak-anaknya berada di luar rumah, mereka sudah tak asing lagi bila ditawari merokok,” tutur Nita dengan tegas. Dari keluarga itu, barulah meluas ke lingkungan yang lebih besar. Fajar
Maka dengan menjabat Ketua IWAPI, Nita berharap mampu lebih menggairahkan perempuan untuk menjadi pewirausaha. Salah satu caranya adalah dengan mengadakan bazaar bagi para pengusaha wanita dan mempermudah mereka memperoleh potensi dengan baik. “We are so lucky sebagai perempuan,” ujar Nita singkat. Kendati saat ini, jabatan ketua IWAPI DKI yang dipegangnya bermasalah dengan kepengurusan IWAPI Pusat, Nita tetap menjalani amanah dari para anggotanya. “Kita ini di bawah payung KADIN, dan mereka merestui kepengurusan saya, maka saya akan tetap menjalani organisasi ini,” tegas Nita.
Permasalahan sendiri berawal dari kesalahpahaman antara pengurus IWAPI Pusat dengan kepengurusan IWAPI DKI yang dipimpin Nita. Saat acara pemilihan ketua pada tahun 2008 lalu di Riau, kepengurusan IWAPI Pusat menganggap bahwa rapat Musyawarah Daerah (Musda) yang diselenggarakan telah mengalami deadlock. Padahal Nita tidak menganggapnya demikian, karena rapat berjalan dengan baik. Perbedaan pendapat inilah yang kemudian menjadi titik permasalahan antara kedua pihak. Meski Nita sudah berusaha untuk menjalin hubungan kembali, hubungan keduanya tak pernah berhasil diperbaiki. Alih-alih menjalankan amanah dari para anggotanya yang telah mengangkat Nita untuk kedua kalinya, ia justru tak dianggap sebagai ketua yang resmi di mata IWAPI Pusat.
Karena didukung oleh KADIN dan Gubernur DKI sebagai pembina, maka Nita pun tetap bersikukuh melaksanakan tanggungjawabnya sebagai Ketua IWAPI DKI. “Saya tetap bercita-cita untuk memajukan perempuan,” ungkap Nita. Fajar
Nama Lengkap : Ir. Dyah Anita Prihapsari, MBA
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 22 Juni 1964
Nama Suami : Prof. Dr. Ir. Yudi Yulius, MBA
Nama Anak : Dita Atikah Yudi (13) dan Dini Melina Yudi
(10)
Pendidikan
SDN 01 Pejompongan, Jakarta
SMPN 40 Pejompongan, Jakarta
SMAN 3 Teladan, Setiabudi, Jakarta
Arsitektur Lansekap, Universitas Trisakti
Marketing Management, Oklahoma City University, Amerika Serikat
Organisasi
Ketua Umum Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT) Pusat
Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) DKI
Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan dan Sosial KADIN (Kamar Dagang dan Industri) DKI